Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Teriakan Ibu dan Suara "Klontangan" di Dapur

5 Juni 2018   23:20 Diperbarui: 5 Juni 2018   23:21 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber:Foto: Thinkstock/kumparan.com)

Pukul 03.30 WIB terdengar suara "klontangan" di dapur. Suara beradu antara kompor gas, panci, penggorengan, sendok garpu dan piring keramik. Selain itu juga ada suara letupan minyak yang kemudian tercium aroma masakan. Tak salah lagi, ibu pasti sedang sibuk memasak dan menyiapkan makan sahur untuk kami.

Suara "klontangan" itu terdengar jelas dari kamarku. Apalagi saat semilir aroma masakan melewati hidungku. Rasanya, tak ada alasanku untuk tidak bangun makan sahur.  Biasanya, aku mulai menghitung mundur dari terciumnya harumnya masakan ibu. Hitungan kesepuluh, ibu pasti akan berteriak "sahur...sahuuurrr..." sambil menggedor pintu kamar kami satu per satu. Anehnya, teriakan ibu sama sekali tak mengganggu tidur kami. Justru terdengar cukup merdu dan menyenangkan. 

Meski dengan penuh perjuangan kami bangun dan beranjak keluar kamar, tapi kehadiran sosok ibu benar-benar mampu menjadi "alarm" yang begitu menghipnotis kami untuk segera bangun dan makan sahur.

Kehadiran ibu saat bulan ramadan, terutama saat berbuka dan sahur adalah mutlak yang paling penting. Tak dapat dimungkiri, kepada ibu lah kami sekeluarga menggantungkan segalanya saat ramadan. Ada ibu rasanya semuanya beres dan membuat kami tenang menjalani ibadah puasa.

Benar saja, saat suatu ketika ibu harus pergi ke luar kota, maka kacau balau lah keadaan rumah. Makan sahur seadanya, seringkali beli nasi bungkus, bahkan bisa jadi kami tak terbangun untuk sahur. Suara alarm ponsel tak mempan. Suara toa masjid di komplek juga tak membuahkan hasil. Suara alarm dan suara toa memang keras, tapi nyatanya tak cukup mampu menghipnotis kami untuk bangun makan sahur. Harus diakui, cuma ibu yang paling bisa menyelamatkan sahur kami.

Jika tradisi membangunkan orang untuk sahur kebanyakan sudah nyaris hilang, seperti dengan membunyikan kentongan, menyalakan obor, keliling kampung, berteriak-teriak menyerukan "sahurrrr...sahuuurrrr...", memanfaatkan toa di masjid untuk membangunkan sahur, dll atau beberapa diantaranya mengalami pergeseran dengan konsep yang lebih modern seperti menggunakan sirine saat sahur dan masuk imsak, hiruk pikuk kegiatan acara sahur on the road, acara-acara sahur di televisi, radio, dll. 

Ternyata tradisi yang paling abadi adalah teriakan ibu dan suara "klontangan" di dapur. Terbukti, sejak aku kecil hingga sekarang, tradisi ibu dalam mempersiapkan sahur tetap sama, tak berubah. Ibu tetap dengan ikhlas, tulus, cekatan dan kadang sedikit galak rela bangun paling awal untuk memasak agar kami sekeluarga bisa menikmati makan sahur.

Karena itulah, di bulan ramadan, sosok ibu lah yang paling kurindukan. Masakan ibu, teriakan-teriakan ibu dan mata melotot ibu jika kami tak segera bangun atau beranjak tidur lagi setelah sahur benar-benar membuatku sangat merindukannya. Kini, aku tinggal di perantauan, jauh dari ibu. Alhasil, aku menyiapkan semua keperluan sahur sendiri. Dan ternyata, meski aku berusaha untuk mencontoh ibu dalam tradisi menyiapkan sahur, hasilnya tetap tak sama ! tetap ibu yang terbaik !

Namun, jangan salah. Meski berjauhan, tapi naluri seorang ibu ternyata sangat kuat. Tak jarang ibu menelponku saat jam sahur hanya sekadar untuk membangunanku makan sahur. Alhamdulillah, meski hanya lewat telepon dan tak setiap hari, tapi itu sudah jadi nutrisi semangat untuk menjalankan ibadah puasa secara penuh.

Ah, teriakan ibu dan suara "klontangan" di dapur benar-benar akan selalu kurindukan selamanya. Cara paling jitu untuk membangunkan kami sekeluarga untuk makan sahur. Suara kentongan ? suara toa ? suara sirine ? atau acara sahur on the road ? semua lewat dengan kehadiran tulus ikhlas seorang ibu !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun