Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kisah-kisah Tsunami dalam Rangkaian Kata

16 Januari 2018   15:57 Diperbarui: 16 Januari 2018   16:05 3041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Banyak kisah terselip di setiap tragedi bencana alam. Tak terkecuali kisah-kisah dibalik tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004 yang lalu. Kisah sedih berbalut mengharukan mengiringi perjalanan masyarakat Aceh untuk mampu bangkit dan menatap masa depan kembali pasca tsunami. 

Tidak mudah, tapi masyarakat Aceh membuktikan bahwa tragedi tsunami tak menyurutkan semangat hidup mereka, meski mereka sudah banyak kehilangan harta benda bahkan sanak saudara akibat tsunami.

Tragedi tsunami yang terjadi pada 13 tahun yang lalu tentu menyisakan banyak kisah-kisah di dalamnya. Namun, seiring waktu berlalu banyak kisah yang hanya bertahan sebagai kenangan, tertimbun harapan menjadi kisah yang seolah-olah tak pernah ada atau bahkan berusaha dilupakan agar tak menjadi kesedihan yang tak berkesudahan.

Tidak demikian dengan kompasianer satu ini. Namanya Fiqih P. Banyak tulisannya yang justru terinspirasi dari kisah-kisah tsunami Aceh. Fiqih mencoba untuk menuangkan kisah-kisah tsunami dalam rangkaian kata yang tersusun indah melalui kanal cerita pendek sehingga nyaman untuk dibaca, mengharukan untuk diresapi dan banyak pesan yang tersampaikan sebagai bahan perenungan diri.

Harap di Ujung Pelangi (6 Desember 2017)

Cerpen ini seketika menggambarkan suasana bencana alam di dua paragraf pertama :

"Air telah bercampur tanah. Keruh dan dalam ditambah berbagai kotoran serta sisa-sisa perabot. Rumah-rumah warga tak lagi menampakkan lantai. Akar pepohonan tak mampu menyerap kubik genangan. Begitupun anak-anak masih bermain dengan ceria menggunakan kayu dan ban bekas. Dedaunan merunduk mananggung beban air. Orang-orang bernafas dalam cemas. Hujan November hingga Desember menjadikan pria-pria sebagai kuli dadakan. Memindahkan perabotan ke jalanan, ketempat lebih tinggi..."

Namun, jangan salah sangka dulu. Fiqih tidak sedang menceritakan bagaimana dahsyatnya bencana alam banjir dan tsunami, namun ia sedang berkisah tentang seorang ibu yang tengah merindukan anak-anaknya. 

Anak-anak yang telah lama tak mengunjunginya. Anak-anak yang telah lama tak terdengar kabar beritanya. Melalui bencana alam yang terjadi, Fiqih mengolah kata bahwa tragedi bukan hanya berkisah tentang kepedihan, kesedihan dan kesengsaraan tapi ternyata juga ada harapan dan kerinduan yang menggebu antara seorang ibu dengan anak-anaknya.

Seorang peliput berita di lokasi bencana alam menyoroti kisah sang ibu dan menjadikannya sebuah sajian viral di media sosial dengan harapan sang ibu dapat bertemu kembali dengan anak-anaknya. Lantas, apakah sang ibu berhasil menemukan keberadaan anak-anaknya ? atau anak-anaknya telah mengetahui betapa merindunya sang ibu ? kisah selengkapnya dapat dibaca di sini.

Pesan dari Sang Burung (16 Desember 2017)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun