Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cerita di Balik Secangkir Kopi

27 November 2017   17:04 Diperbarui: 27 November 2017   17:09 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedai kopi mbak Juriyah siang ini ramai. Para pekerja proyek perumahan elit di seberang jalan berkumpul memanfaatkan jam istirahat mereka dengan sekadar minum kopi, mencicipi gorengan panas dan ngobrol. Mbak Juriyah tampak sedikit kewalahan meski kali ini sudah dibantu dengan keponakannya, Sari. Mang Deden, mang Anto, mang Kadir, mang Sugeng dan beberapa anggota mereka tampak menikmati istirahat siang ini sembari mendengarkan cerita mang Deden dan mang Kadir. Cerita yang tak jauh-jauh dari perempuan. Cerita yang entah benar atau cuma narasi bualan semata. Yang jelas Yono begitu tertarik menyimak, hingga tak sadar kopi panas yang ada di hadapannya masih utuh tak tersentuh.

"sumpah ! baru ini aku liat cewek cantiknya kebangetan !" kata mang Deden penuh semangat

"Iya, bodinya brooooo...gitar sepanyol aja lewaaaattt...seksi !" mang Kadir tak kalah semangat

"Ah, kau cemen Dir...kau tak berani rayu dia semalam...ngences aja kau tapi tak berani sentuh hahaaa..." seloroh mang Deden disambut gelak tawa seisi kedai

"Bukan begitu brooo...aku cuma tahan diri...kalo nggak, alamaaakk...jadi lah semalam itu...hahaaa..." sangkal mang Kadir, lagi-lagi disambut gelak tawa seisi kedai

"Halaaaahhh...apanya yang harus ditahan Dir ? bini jauh...jadi apa lagi ???" mang Deden masih mencandai mang Kadir

"Iya lah Den...biar buaya gini, masih ingat juga aku sama bini ku...memangnya kau...langsung nyosor aja !" balas mang Kadir sambil ngakak

"Jadi, mang Deden ngapain aja sama perempuan itu mang ?" mbak Juriyah ikut nimbrung setelah semua minuman dan makanan sudah terlayani

"mbak riyah mau tauuuu ajaaaa...hahaaaa..." jawab mang Deden

"iya mau tau lah...kan mang Deden udah cerita dari tadi..." timpal Sari sambil duduk di samping mbak Juriyah

"Eh dek Sari...nggak kok dek...mang Deden nggak ngapa-ngapain kok...sumpah !" tiba-tiba mang Deden tersipu, salah tingkah.

Mbak Juriyah mencibir, "halaaahhh kalo ada Sari mana mau mang Deden ngaku !"

Mang Deden cekikikan.

"Yon, kutengok kopimu masih utuh aja...kau membayangkan cerita tadi atau gimana ?" sindir mang Sugeng

Seisi kedai tergelak.

"Yono mah langsung baper hahaaa..." goda Sari genit

"Ngiler kau Yon ?" teriak mang Deden membuat wajah Yono memerah padam, malu.

Yono tersenyum kecut, buru-buru diseruputnya secangkir kopi yang tak lagi panas itu. Dia berusaha membenarkan posisi duduknya, lebih tegak.

"Gini aja Yon...malam ini kau ikut aku sama Kadir ke dusun sebelah. Siapa tahu malam ini tuh cewek lewat lagi. Kita samperin dia. Berani gak kau Yon ?!" tawar mang Deden nakal

Yono gelagepan, "ah, eh, nggg...nggak mang...aku nggak ikut..."

"Lah kenapa Yon ? kau takut Yon ?" tanya mang Kadir

Yono menggeleng, "Nggak mang...aku nggak suka begitu..."

Mang Kadir dan mang Deden tertawa lebar, "begitu apa Yon ? ah, kau ngeres aja otakmu Yon...hahaaa..."

***

Tepat jam 12 malam. Yono mengendap-endap keluar barak penampungan para pekerja bangunan. Sesekali matanya memicing, berusaha meredam kegelisahan. Yono tak kuasa menahan rasa penasarannya dengan semua cerita di kedai siang tadi. Hasrat kelaki-lakiannya tengah diuji. Semenjak ditolak mentah-mentah oleh Sri Wahyuni, tetangga dusunnya, Yono memang menjadi lebih pendiam dan kerap merasa sakit hati pada setiap perempuan. Yono merasa jiwa keperkasaannya disepelekan.

"sori ya mas Yono...mas Yono bukan tipe aku..." kata Sri Wahyuni kala itu

"maksudnya dek Sri ?" tanya Yono tak paham

"mas Yono klemak klemek, loyo gitu lo mas...aku suka cowok yang tegap, besar, jagoan...jadi bisa jagain aku mas..." alasan Sri menolak Yono mentah-mentah

Yono beringsatan, darahnya mendidih. Tak terima rasanya dikatakan klemak klemek, loyo...tapi untung saja logikanya masih berjalan. Yono lebih memilih diam dan meninggalkan Sri Wahyuni ketimbang menumbuk wajahnya yang memang manis.

Dan malam ini, entah kenapa Yono begitu berhasrat menemui perempuan yang ada dalam cerita mang Deden dan mang Kadir tadi siang. Seolah ingin membuktikan bahwa ia juga laki-laki normal yang punya ketertarikan pada perempuan, terlebih perempuan cantik.

Yono tak dapat membohongi dirinya sendiri. Nafasnya naik turun, jantungnya berdegup kencang dan beberapa bagian tubuhnya merespon ketika mang Deden dan mang Kadir bercerita tentang perempuan itu.

Malam ini Yono bergegas menuju dusun sebelah, tepatnya di pojok gang sempit. Menunggu perempuan dalam cerita tadi siang muncul. Ia tak peduli gelapnya malam seperti membutakan nalarnya dan dinginnya angin membekukan akalnya. Yono tetap menunggu dengan khayalan yang menggebu-gebu. Membayangkan sosok binal ada di hadapannya dan siap untuk direngkuh sepanjang malam.

"mas Yono..." terdengar suara lembut menyebut namanya. Yono membalikkan badan.

Terkesima ia melihat sosok perempuan di hadapannya. Gaun rok mini menempel ketat di tubuhnya, memperlihatkan elok setiap lekuk tubuhnya. Rambutnya hitam tergerai, sedikit mengombak. Wangi tubuhnya menusuk hingga ke kalbu. Yono tak mampu mengelak. Matanya terbelalak. Tak percaya tapi nyata. Sosok ini seperti sudah dikenalnya.

"Dek Saa...saaariii..." tiba-tiba Yono tergagap

Sari tersenyum nakal, "Iya mas...aku mas..."

"Kok dek Sari ada disini..?"

"mas Yono menunggu aku kan mas ?" suara Sari semakin mendayu membisikkan ke telinga Yono

Yono menelan ludah, "eh, ah, dek..dek...mas Yono sebenarnya sedang..."

Belum sempat Yono melanjutkan kata-katanya Sari segera membungkam bibir Yono dengan sebuah kecupan

"kenapa mas ? aku yang mas tunggu..."

"taa..taapiii perempuan dalam cerita mang Deden dan mang Kadir tadi siang...???" Yono masih tak percaya

Sari tersenyum genit, "Itu aku mas..."

"tapi kenapa mereka gak mengenal kau dek ?"

"mereka mabuk mas...yang ada di otak mereka cuma nafsu tidak ada yang lain. Jangankan untuk mengenaliku, mengenali diri mereka sendiri saja mereka tidak bisa mas..." terang Sari pelan

"aku tahu apa yang mas Yono inginkan sejak tadi siang di kedai mas...makanya aku datang sekarang..."

Yono sedikit menolak tubuh Sari, menjauhkan dari tubuhnya.

"maaf ya dek Sari...bukan mas sepelekan dek Sari...tapi mas harus kembali ke barak sekarang..." kata Yono tegas

Sari merengut, "Kenapa mas ? mas Yono nggak tertarik sama Sari ?" suaranya menahan malu

Yono menggenggam jemari Sari, "mas Yono selama ini menganggap Sari seperti adik sendiri...nggak mungkin mas Yono mengingkari itu kan...?"

Sari mulai terisak. Ada penyesalan menyeruak dari setiap bulir airmatanya. Menyesal. Malu. Kecewa.

"Mas...aku cinta sama mas Yono...aku kesini bukan untuk jual diriku mas...tapi benar-benar untuk mengungkapkan perasaanku..." tutur Sari sesenggukan

Yono terkesiap dan tetap berusaha tenang, meski dadanya berdegup kencang.

"maafkan mas Yono ya dek...mas Yono nggak bisa...mas Yono tahu kok, dek Sari sebenarnya perempuan baik-baik...tapi mas Yono tetap menganggap dek Sari seperti adik, bukan yang lain..."

"mas, tolong jangan ceritakan pada siapapun tentang pekerjaannku ini...aku malu mas...aku kemarin memang melayani mang Deden mas...tapi itu juga terpaksa karena mang Deden dan mang Kadir mabuk berat. Aku takut dan akhirnya memenuhi keinginan mereka..." ucap Sari lirih dengan linangan airmata yang semakin deras.

"mas Yono tahu apa yang harus mas Yono lakukan dek...nggak usah khawatir ya..." tenang Yono

Sari terdiam. Membisu diantara rinai malam yang semakin pekat.

***

Kedai mbak Juriyah siang ini kembali ramai. Teriknya matahari tepat diatas ubun-ubun menjadikan kedai kopi berdinding kayu ini tak ubahnya caffee di tengah kota yang mampu menghilangkan stress sejenak setelah lelah bekerja.

"Yon, gimana ? kutengok semalam kau tak ada di barak ? kau pasti ke dusun sebelah kan ?" pekik mang Deden sambil terbahak

"Ah, benar tuh Yon ? jadi jumpa kau sama perempuan itu ? kau apakan dia Yon ?" sahut mang Kadir

Yono menyeruput perlahan secangkir kopi buatan Sari.

"aku tahu perempuan di cerita mang Deden dan mang Kadir itu cuma khayalan. Itu fiktif mang. Jadi nih, biar semua di kedai ini tahu yaaa, perempuan dalam cerita itu sama sekali tidak ada ! itu cuma khayalan dari seorang pemabuk. Tidak lebih. Tidak kurang." Teriak Yono bersemangat. Kali ini suaranya terdengar begitu lantang. Seperti ada pesan yang hendak disampaikannya.

Mang Deden dan mang Kadir berpandangan lalu tersenyum kelu, "ah, mengkhayal kita Den ? mabuk kita Den ? tak ada perempuan itu ? tahu dari mana si Yono ini ???" gumam mang Kadir terheran-heran sendiri

Yono melirik Sari yang tengah mengaduk secangkir kopi sambil tersenyum. Sari membalas senyuman lalu membenamkan wajahnya. Menunduk.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun