Revolusi AI bukan lagi masa depan, melainkan sudah terjadi sekarang dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan termasuk dunia kerja. Banyak pekerjaan manusia yang dulu dianggap aman kini tergantikan oleh teknologi AI. Contoh kasus, beberapa waktu lalu seorang karyawan tiba-tiba diberhentikan dari pekerjaanya karena tugasnya digantikan oleh teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
Namun, apakah AI benar-benar ancaman? Atau justru ada cara untuk beradaptasi? Faktanya, bukan AI yang akan menggantikan manusia, melainkan mereka yang bisa menggunakan AI lah yang akan bertahan. Lalu, bagaimana strategi kita agar bertahan dan tak kalah saing di era AI?
Sebenarnya, hal seperti ini bukanlah pertama kalinya terjadi. Fenomena mesin menggantikan tenaga manusia sudah terjadi sejak Revolusi Industri Pertama pada abad ke-18. Pada saat itu, mesin sudah menggantikan para petani maupun pekerja kasar. Tapi, apakah kita memberontak atau bahkan marah? Jawabannya Tidak. Justru kita berterimakasih karena sebagai konsumen, kita bisa mendapatkan barang yang bagus dan relatif lebih murah dengan kualitas yang menjanjikan dengan proses lebih cepat dan efisien. Sama halnya dengan AI sekarang, bedanya AI berkembang lebih cepat dan masif daripada mesin biasa, hingga lebih banyak pekerjaan yang terancam.
Lalu siapa yang akan terancam? Pekerjaan yang sifatnya rutin, berulang dan tidak butuh kreativitaslah yang rentan tergantikan oleh AI. Contohnya: pengolahan data, tugas administrasi sederhana, atau pembuatan konten otomatis. Di sisilain, kemampuan manusia untuk berpikir kreatif dan menganalisis masalah tetap menjadi keunggulan yang tidak bisa ditiru oleh AI. Sehingga, ini menjadi peluang bagi manusia untuk fokus pada hal-hal yang memerlukan kecerdasan emosional dan inovasi.
Mengutip statement dari Jensen Huang, seorang CEO & Founder Of Nvidia beliau mengatakan bahwa "AI won't take your job, the person who uses AI will take your job," Kemudian, bagaimana strategi bertahan di era AI saat ini? Pertama, jadikan AI sebagai alat untuk mempercepat pekerjaan dan belajar banyak hal baru. Mereka yang bisa menggunakan AI akan lebih unggul dibandingkan mereka yang tidak. Kedua, hemat waktu atau (Time-Saving) gunakan AI untuk fokus menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan rutin yang sifatnya berulang, hingga waktu dan energi bisa dialokasikan pada pekerjaan yang membutuhkan pemikiran mendalam dan ide-ide kreatif. Ketiga, asah kemampuan berpikir kritis atau (Critical Thinking) karena AI hanya bisa "menjawab" berdasarkan data, tetapi manusia mampu berpikir kritis, menganalisis, dan menciptakan ide baru.
Munculnya teknologi AI memang membawa perubahan besar dalam dunia kerja, tetapi bukan berarti kita harus takut. Sama seperti perkembangan teknologi di masa lalu, AI adalah alat yang dapat membantu manusia mencapai hasil yang lebih baik jika dimanfaatkan dengan benar. Kuncinya adalah beradaptasi, belajar, dan memaksimalkan AI untuk mendukung produktivitas.
Pada akhirnya, AI tidak akan menggantikan manusia sepenuhnya. Manusia yang tidak mau belajar dan beradaptasi lah yang akan kalah dalam persaingan. Dengan rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir kritis, kita bisa menjadikan AI sebagai mitra atau teman untuk berkembang yang membawa kemajuan, bukan sebagai musuh atau juga ancaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H