Mohon tunggu...
Fiahsani Taqwim
Fiahsani Taqwim Mohon Tunggu... Penulis - :)

Penganut Absurditas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Laknat

24 April 2021   08:41 Diperbarui: 24 April 2021   08:43 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ya begitulah ibumu, memang egois."

"Terus kenapa ayah tidak mengingatkan ibu."

"Karena ayahmu sangat mencintai dan menghormati ibumu."

Aku diam. Berpikir. Bagaimana bisa wanita macam ibuku itu mendapatkan cinta yang begitu besar dari ayahku. Setahuku ibu tidak pernah berkorban ataupun melakukan hal besar demi ayahku. Jangankan melakukan hal besar, hal sepele seperti memasak menu masakan yang cocok untuk ayahku saja ibu keberatan.

Aku ingat ibu beberapa kali berkata "Ayah,  nanti makan di luar saja ya, atau suruh si Ani beli kerupuk. Hari ini aku masak soto ayam saja, biar gampang dan cepat. Aku harus pergi arisan dengan teman SMP."

Ya terus kenapa ibu tidak coba untuk masak menu lain yang juga simple. Kan bisa masak telur dadar, atau apalah yang dapat dinikmati oleh seluruh anggota keluarga, terutama ayahku.

Tak berhenti di situ, sering kudapati pemandangan di mana ayahku sedang mencuci baju atau piring sedangkan ibuku asyik dengan sinetron India kesukaannya. Kenapa sih ibuku tidak melaundry saja atau membayar orang untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah. Aku yakin ayahku pasti mampu mempekerjaan seseorang untuk menjadi asisten rumah tangga.

Andaikan aku tidak pergi merantau untuk menuntut ilmu, biar aku saja yang mengambil alih pekerjaan rumah. Setiap hari aku terbayang akan wajah ayahku yang menua serta rambutnya yang semakin memutih. Aku juga membayangkan perlakuan semena-mena ibuku. Sungguh miris hatiku melihat kenyataan ini. Ingin sekali aku bertanya pada ayahku: Yah, bagaimana rasanya punya istri seperti ibu? Kalau ayah sudah tidak kuat, ya sudah ceraikan saja. Tapi apalah daya, ayah akan selalu memuja ibu. Ayah mencintai ibu dengan segenap jiwanya.

Setibanya di rumah setelah pulang menemui Lik Riha, kudapati ibu sedang menikmati sinetron India kesukaannya. Kulirik meja makan. Tidak ada masakan yang tersaji, kaleng kerupuk pun kosong. Sebentar lagi ayah dan adik-adikku pulang. Lalu mereka mau makan apa?? Kok bisa-bisanya ibuku malah sibuk dengan sinetron dalam situasi seperti ini.

Sangat ingin aku menghardik perempuan yang telah melahirkanku ini. Dasar goblok, payah, egois, tidak punya perasaan. Kamu itu ibu macam apa!!! Istri macam apa!!!. Aku benci kamu. Aku benci jadi anakmu Bu... Aku benci. Enyah saja sanaaa...!!

"Ibu hari ini masak apa?" Syukurlah hanya itu yang keluar dari bibirku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun