Natasha mungkin sangat beruntung memiliki pacar seperti Tito. Dia tampan dan rapi secara fisik, baik hati pula. Aku sendiri yang menjadi saksi atas kesabaran dan ketulusan hatinya dalam menghadapi Natasha.
 "Uang kosku bulan ini sampai empat bulan ke depan si Tito yang membayarnya." Natasha beranjak dari kamarnya menuju kamarku saat ia hendak menceritakan segala hal tentang Tito padaku.
 "Hah, kenapa Tito yang harus membayarnya Nat?" Tanyaku tidak percaya.
 "Iya, karena mamaku sedang tidak punya uang. Jadi aku berniat untuk meminjam uang saja pada Tito, tetapi dia bilang tidak usah. Dia bersedia membiayai uang kosku.
 Uang sejuta setiap bulan tidak akan membuat Tito terbebani. Sebagai pegawai di Kementrian Pertanian Indonesia, aku kira gajinya sangat cukup dipakai untuk menghidupi dirinya sendiri dan pacarnya. Bukan hanya uang kos saja, aku juga kerap melihat Natasha mengajak Tito liburan ke luar kota, makan di restoran mewah, menonton film, dan pergi karoke bersama. Aku pikir, status Natasha sebagai seorang mahasiswi yang belum berpenghasilan tidak akan punya cukup uang untuk dipakai berfoya-foya seperti itu. Jika mereka sedang melakukan aktivitas yang akan menguras kantong, sudah tentu keduanya akan memakai uang Tito.
 Ah, terkadang aku cemburu sekali kepada Natasha. Hidupnya begitu dijamin oleh pacarnya. Minta ini itu pasti dituruti. Marah sedikit langsung diajak pergi berbelanja. Saat sedang sakit flu ringan saja sudah pasti pacarnya itu sigap mengantar ke dokter. Ah sudahlah, pokoknya banyak sekali fasilitas dan perhatian yang Natasha dapatkan dari Tito.
 Natasha adalah teman sekosku. Orang-orang bilang dia cantik. Kulitnya mulus, tidak ada satu pun jerawat atau bisul yang muncul pada dirinya. Rambutnya panjang hitam lebat dan sangat lurus. Barangkali cocok menjadi model iklan pembersih rambut. Badannya tidak gemuk atau pun kurus, sedang-sedang saja. Natasha gemar berbelanja, sama juga sepertiku, mungkin sama juga dengan ratusan juta perempuan di dunia. Dia selalu memilih brand fashionnya dengan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan. Aku sering mendapati dirinya memasang iklan di OLX pada malam hari untuk rok yang baru tadi siang dibelinya. Saat aku bertanya padanya mengenai alasan mengapa ia menjualnya, Natasha menjawab bahwa ia sangat menyukai rok itu saat di mall, namun saat sampai di kos, barang itu rupanya tidak menarik lagi. Natasha bahkan tidak peduli jika ia harus merugi lantaran barang barunya tersebut setelah terpampang dalam iklan OLX harus bernilai seperti benda bekas.
 Natasha sering mendapat pujian dari orang-orang di sekitar kami. Mereka kerap mengatakan bahwa Natasha amat cantik memukau. Dia akan berpura-pura menepis pujian demi pujian itu,  namun aku tahu sesungguhnya ia sangat bangga pada dirinya. Manusia mana sih yang tidak suka bila dipuji. Sering kali, saat aku berjalan beriringan dengan Natasha, semua mata hanya tertuju padanya dan mengabaikanku, Setiap orang akan lebih tertarik untuk menyapa Natasha dibanding menyapa diriku, utamanya para kaum lelaki.
 Kenapa perempuan macam Natasha itu kerap terlihat menarik di mata lelaki. Lalu bagaimana dengan perempuan gemuk dan berjerawat? Apakah mereka tidak layak untuk dianggap cantik? Jika standar cantik hanya sebatas pada bentuk badan dan warna kulit saja, maka beruntunglah para perempuan pemilik fisik yang seperti itu dan meranalah orang-orang dengan penampilan yang sebaliknya. Jika memang demikian, maka banyak orang yang akan menghujat Tuhan lantaran bentuk fisik mereka.
 "Apa aku terlihat cocok memakai gaun ini?" Natasha bertanya padaku suatu hari saat ia hendak berkencan dengan Tito.
 "Apa kamu lupa kalau tubuhmu itu akan selalu pas dengan gaun apa saja."