Â
Apa kabar Pakde?
Semoga pakde baik baik saja ya.
Oh ya...apakah engkau sedang sibuk menulis ataukah sedang merenung sambil menatap jeruji besi. Menunggu detik demi detik yang terasa begitu enggan bergerak.
Pakde….
Tahukah engkau, hari ini aku benar benar  ikhlas menerima semua tentangmu. Kepingan puzzle terakhir terkuak yang akhirnya membuatku serasa digodam seribu palu. Kutampar pipi chubbyku, berharap semua itu hanyalah mimpi. Sayangnya aku tidak sedang bermimpi, ternyata semua itu benar adanya.
Rasa marah dan kecewa menyelimuti ragaku.Berkali kali aku menyalahkan diriku, kenapa aku bisa berteman denganmu, padahal aku sudah memasang filter ganda. Pelan-pelan kuurai waktu. Akhirnya aku tersadar, aku tak dapat menyalahkan diriku dan juga engkau Pakde. Karena DIALAH yang paling berhak menentukan dengan siapa kita bertemu dan berteman.Karena DIA pula yang lebih tahu teman mana yang akan memberi pelajaran baik buruk pada kita, supaya kita bisa mengambil hikmah dari pertemanan tersebut.
Pakde….
Aku ingat canda dan tawamu yang konon menurutmu sangat seksi, meskipun aku tak tahu dimana letak seksinya. Gelakmu mengingatkaku akan sosok humoris Denny Chandra.
Aku ingat kesabaranmu menjawab semua pertanyaanku tentang tips menulis dan meladeni kekepoanku soal siapa dirimu sebenarnya. Pertanyaan yang sering menyudutkanmu. Hingga engkau marah. Karena tak ada seorangpun yang mau kehidupannya dikuliti. Sayangnya aku tak pernah mengerti dirimu, dan aku terus melontarimu dengan seribu pertanyaan pertanyaan dodol.
Dan baru sekarang semua terjawab, kenapa engkau keukeuh memegang rahasia menjadi Mysterious man.