Sisca,banci yang menolongnya tadi,masih sabar menunggu Jamilah siuman. Ia bersama Ambar. Rupanya gadis kecil itu tertidur dipangkuannya.Wajahnya cantik seperti ibunya. Tak tega dia meninggalkan mereka berdua tanpa sanak saudara dirumah sakit sendirian. Biarlah hari ini dia libur kerja.
Tadi Sisca menelpon Dewi, sahabatnya. Supaya membelikan mereka makanan. Mulai tadi dia sibuk mengurus administrasi Jamilah sampai lupa makan.
***
“Jamilah…kamu kenapa begini nduk,lihat anakmu ini pak…coba tak kau jodohkan dia dengan Mukti,dia tak bakalan babak belur begini” perempuan matang yang wajahnya mirip Jamilah menangis sesenggukan disisi ranjang Jamilah. Sedangkan kedua lelaki yang bersamanya tak bisa menyembunyikan kemarahan. Tangan mereka mengepal dan giginya gemeretak menahan murka.
Mendengar suara percakapan orang,Ambar terbangun dari tidurnya. Mata gadis cilik berumur 6 tahun itu lucu. Senyumnya ceria ketika tahu siapa yang datang.
“Mbah Uti, Mbah kung, Om Seno..kapan datang? Ambar kangen”. Melihat Ambar mereka langsung memeluk dan menciuminya. Ambar gelagapan.
“Sudah-sudah Mbah, Ambar tak bisa nafas nih”rajuknya
“Ini siapa sayang”Tanya Mbah Uti matanya melirik kearah Sisca.
“Oh..ini Om….eh tante Sisca. Dia yang menolong Ibu dan Ambar. Tante Sisca juga yang tadi siang menelpon Mbah Uti”
“Makasih banyak ya nak Sisca sudah menolong anak dan cucu saya,ntah bagaimana nasib mereka bila tak ada nak Sisca” Mbah Uti tanpa sungkan memeluk Sisca. Lagi-lagi dia menangis.Sisca tersenyum.
“Lelaki brengsek!Bu…ijinkan saya ke Jakarta mencari mas Mukti, dia harus bertanggung jawab dengan semua ini!”