Mohon tunggu...
Fidia Wati
Fidia Wati Mohon Tunggu... wiraswasta -

Cerita khas emak emak http://omahfidia.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Ibu Rumah Tangga Melacurkan Diri untuk Keperluan Hidup

7 September 2014   21:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:22 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="iheartinspiration.com"][/caption]

Suatu siang, saya bercengkerama dengan penjual toko kelontong deket rumah. Sebut saja namanya Wilujeng. Mulanya kami membicarakan soal maraknya pencurian di perumahan kami. Kemudian pembicaraan berlanjut ke masalah ekonomi.

Tahun ajaran baru kali ini, memang banyak menyisakan cerita. Di mana waktu masuk sekolah anak-anak berdekatan dengan Hari Raya Idhul fitri. Sehingga banyak keluarga ekonomi menengah ke bawah ngos-ngosan dengan biaya pendidikan yang semakin tinggi. Tak jadi masalah bila anaknya satu, bagaimana bila anaknya lebih dari satu, misalnya empat, sepuluh, sebelas, dan semuanya harus sekolah. Apa nggak cemut-cemut kepala tiap hari mikir biaya sekolah anak.

Dan mengalirlah cerita dari bibir Mbak Wilujeng, temannya harus menjalani profesi ganda sebagai seorang Penjaja cinta karena tuntutan ekonomi semakin tinggi. Sedangkan gaji suaminya yang bekerja di luar kota tidaklah cukup untuk keperluan hidup mereka selama sebulan dengan dua anak yang masih sekolah plus untuk membayar cicilan rumah, motor dan tanggungan hutang yang mereka miliki. Sehingga ketika kepepet, jalan pintas itulah yang dia pilih.

“Mbak apakah setuju dengan perbuatan teman Mba?” Pertanyaan konyol yang kuberikan, hanya untuk menggali keingintahuanku tentang pendapat seseorang tentang PSK.

“Tak masalah Mbak, wajar sajalah. Daripada dia utang kiri-kanan ngerepotin tetangganya.”

Jleb…..jawabannya menohok. Nuncep di jantungku. lidahku kelu. Tak mampu lagi meneruskan kata-kata. Sepertinya norma-norma agama sudah diabaikan.

Kota kecil ini masih berkembang, banyak orang kaya baru, bersliweran memamerkan hartanya, mobil, perhiasan, gadget. Di satu sisi orang mungkin senang melihat, namun di sisi lain banyak pula yang tak suka. Karena kebanyakan masih suka “SMS” (suka melihat orang suseh/sirik melihat orang seneng).

Ditambah lagi kehidupan di sini yang suka panas-panasan. Satu punya ini, yang lain ngikut. Semua pada berlomba ingin menjadi yang lebih unggul. Emak-emak bila ngumpul bukan ngerumpiin soal perkembangan anak. Namun saling pamer. Kalau nggak tebel kuping, apa nggak ya langsung mlipir saja. Namanya juga emak-emak bila tiap hari dicekokin gitu, lama-lama panas juga. Meskipun sudah pake kipas angin. Nah lho… apa jadinya bila sudah hati panas, pingin punya supaya sama dengan teman temannya namun apa daya uang tak ada. Sedangkan buat makan saja diseret-seretin supaya cukup.

Dan akhirnya jalan pintaslah yang mereka pakai. Setelah mereka tahu enaknya dapet duit cepat, akhirnya mereka enjoy. Selain nggak capek, hasilnya juga cepet. Nggak perlu susah susah kerja, ngirim lamaran ke mana-mana, dimarahin bos dan lain-lain. Semakin malaslah untuk mencari kerja yang bener dan halal.

Bagaimana dengan diriku, apakah juga setuju dengan fenomena itu? Tidak! Gimana pun kerasnya hidup. Jangan sampai berpikiran ke arah situ. Saya takut dosa, dan karma yang akan saya terima nanti. Saya percaya Allah tak akan tidur selama kita berusaha di jalan yang benar. So woles saja lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun