Mohon tunggu...
Fidia Wati
Fidia Wati Mohon Tunggu... wiraswasta -

Cerita khas emak emak http://omahfidia.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Susahnya Mencari “Roh” Saat Menulis Kisah Orang Lain

13 Oktober 2014   20:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:11 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kita menuangkakan kisah seseorang lewat tulisan. Ada perasaan takut dan tak pede. Bisakah kita menulisnya dengan bagus? apalagi bila cerita tersebut punya teman kita sendiri, takutnya tulisan itu jelek dan keluar dari esensi.

Sama seperti yang saya alami beberapa waktu yang lalu ketika saya menulis cerita seorang teman. Ada ketakutan dalam diri saya dan ada banyak pertanyaan mampukah saya menuangkannya lewat tulisan yang apik yang mampu mewakili perasaan teman saya tersebut.

Tak menjadi soal bila kita melihat langsung kejadiannya, namun yang jadi masalah bila kita tahu hanya lewat curhatan saja. Secara otomatis saya harus meresapi dan masuk ke cerita tersebut seolah olah sayalah pemerannya. kadang mudah kadang sulit. Karena saya harus menyamakan frekuensi mood saya dan temen saya sehingga “fell”nya sama. Dan setelah frekuensi sama, mudah bagi saya untuk menuliskannya dan "Roh" tulisanpun akan keluar sendiri karena kita menuliskannya dengan "hati".

Roh pada tulisan itu menurut saya penting banget, tulisan akan menjadi semakin menarik karena bisa membuat orang yang membacanya tersentuh dan ikut larut dalam emosi marah, kecewa, sedih, lucu atau malah gemes nggak ketulungan. Tulisan tanpa Roh ibarat air tawar, atau sayur tanpa garam. Hambar dan datar aja.

Lantas, kenapa saya suka menulis kisah orang lain? sebenarnya ada beberapa alasan kenapa saya suka menuliskan kisah orang lain:

1.Membantu orang lain untuk mengeluarkan segala uneg-unegnya daripada dipendam dalam hati, lambat laun akan menyebabkan penyakit dan merusak tubuh itu sendiri.

2.Mengambil pelajaran dari kehidupan orang lain.

3.Mengetahui bagaimana pandangan orang lain lewat feed back tentang suatu “kasus”.

4.Mengajarkan saya untuk lebih bersyukur.

Efeknya, seringkali saya terlalu larut dalam emosi, sehingga akhirnya saya menangis dan turut uring-uringan selama beberapa hari. Sampai saya bisa mengeluarkan pikiran negative tersebut.Meskipun begitu saya bahagia ketika di kemudian hari saya mendapat applaus dari temen saya tersebut.Mereka tidak menyangka saya bisa. Itulah hadiah istimewa yang saya dapatkan.

Tulisan tulisan itu antara lain:

Diary Seorang Sahabat,Wanita Lain Suamiku Adalah Sahabatku

Catatan Hati Seorang Suami, Cinta Beda Rasa PAda Pernikahan Kedua

Catatan hati Seorang Sahabat # 20 Tahun Aku Menunggu Suamiku Kembali



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun