Mohon tunggu...
Fidelis Michael Hawila
Fidelis Michael Hawila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Kebocoran Data Pribadi Konsumen pada Platform E-Commerce di Indonesia

8 Mei 2024   08:56 Diperbarui: 8 Mei 2024   08:57 3170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KASUS KEBOCORAN DATA PRIBADI KONSUMEN PADA PLATFORM E-COMMERCE DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit, dengan jumlah tersebut Indonesia sempat menduduki peringkat pertama menurut survey We Are Social pada April 2021. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena e-commerce merupakan suatu platform yang sangat memudahkan konsumen dalam membeli kebutuhan sehari-hari. E-commerce merupakan platform yang mewadahi konsumen dan produsen untuk melakukan kegiatan jual beli barang atau jasa secara online (Toruan, 2022).

E-commerce dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu, B2C, B2B, C2C, C2B, B2G, G2B, dan G2C. Jenis e-commerce yang biasa digunakan yaitu jenis B2C (Business to Consumer) dimana e-commerce ini menyediakan tempat bagi para pelaku usaha melakukan transaksi dengan konsumen akhir, contoh e-commerce yang menggunakan jenis B2C yaitu Amazon, Shopee, dan Tokopedia. Di Indonesia sendiri yang cukup terkenal yaitu shopee dengan jumlah pengunjung web sebanyak 126,99 juta per bulannya berdasarkan riset iPrice.

Saat mengakses suatu e-commerce, kita diharuskan untuk mendaftarkan identitas data diri kita dengan lengkap, beserta dengan alamat kita. Kepercayaan konsumen sangat di uji dalam kegiatan jual beli ini karena pada kegiatan ini, semua hal dilakukan secara daring dimana kita tidak dapat memiliki kepastian yang tepat akan hal tersebut. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri lagi berdasarkan banyaknya kasus-kasus penipuan yang terjadi.

Beberapa waktu lalu tepatnya pada tahun 2019 sempat terjadi suatu upaya peretasan yang terjadi pada suatu e-commerce. Upaya peretasan 13 juta akun tersebut ternyata dilakukan oleh hacker asal Pakistan. E-commerce tersebut kemudian mengklarifikasi bahwa memang benar adanya upaya peretasan yang terjadi pada situs e-commerce tersebut, namun dari pihak e-commerce meyakinkan bahwa tidak ada sedikitpun data pribadi konsumen yang didapatkan oleh hacker tersebut, berupa password atau data finansial konsumen mereka.

Pada Juli 2020 lalu juga sempat terjadi suatu kegiatan jual beli data pengguna akun e-commerce yang ditemukan oleh Lembaga Riset Ciber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC). Data yang dijual beli kan pada kasus ini berupa 91 juta data pengguna akun e-commerce dimana kegiatan jual beli tersebut dilakukan pada salah satu platform sosial media. Menurut pihak e-commerce, pihak yang mengunggah informasi secara illegal yang membahas mengenai bagaimana cara mengakses data pelanggan e-commerce tersebut merupakan pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab. Pihak e-commerce juga menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan oleh pihak ketiga tersebut bukanlan upaya pencurian data baru dan informasi password pengguna e-commerce tersebut tetap aman dan terlindungi dengan baik.

Pada Oktober 2020 lalu juga sempat terjadi dimana sebanyak 1,1 juta data pengguna salah satu e-commerce yang diretas. Data yang diretas tersebut berupa banyak sekali informasi pribadi yang diperjualbelikan, contohnya seperti nama, nomor telepon, e-mail, alamat, password, hingga nomor kartu kredit. Pihak e-commerce memberikan klarifikasi bahwa memang benar terjadi pencurian data pengguna e-commerce tersebut. Data tersebut berasal dari database suatu platform yang dimiliki oleh penyedia layanan pihak ketiga. Meskipun data-data tersebut memang benar dicuri, pihak e-commerce menjelaskan bahwa data tersebut adalah data kadaluarsa.

Dari beberapa kasus tersebut dapat dikatakan bahwa data pribadi yang kita cantumkan dalam sebuah e-commerce merupakan suatu data yang sangat penting sekali bagi konsumen, hal tersebut menyebabkan banyak sekali pihak-pihak eksternal yang memiliki keinginan untuk mendapatkan data tersebut untuk keuntungan pribadi mereka. Sebagai konsumen, kita hanya mampu meminimalisir data yang akan kita cantumkan ketika mendaftar pada sebuah e-commerce. Kebocoran data ini akan menjadi suatu hal yang dapat membahayakan konsumen karena data yang diperoleh merupakan data pribadi mereka.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah melakukan transaksi online dimana konsumen dan produsen langsung berhadapan atau tanpa pihak ketiga. E-commerce yang digunakan sebagai tempat terjadinya jual beli daring ini, sebenarnya adalah penyedia jasa yang memudahkan terjadinya transaksi atau dapat disebut sebagai pihak ketiga. Hal tersebut sangat beresiko bagi konsumen ataupun produsen. Ketika kita melalukannya tanpa pihak ketiga, kita melakukannya dengan cara memesan barang yang kita inginkan secara langsung pada suatu media sosial, kemudian kita melakukan transaksi jual beli, dan nantinya penjual akan mengirimkan resi dan paket anda akan sampai. Namun, proses jual beli tersebut sebenarnya juga tidak terlalu aman karena rawan tertipu dengan produsen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun