Jika kita melihat cara penyajian informasi yang dilakukan di dunia jurnalistik masih bersifat kaku. Benar, mereka sudah beradaptasi menggunakan teknologi, tapi penyajian mereka dengan menggunakan nada bicara serius membuat terkesan bersifat "kaku" yang membuat khalayak merasa informasi terasa lebih berat untuk diterima. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa mereka lebih memilih untuk memperoleh informasi dari content creator dibandingkan portal berita.
Kemudian, content creator juga mengemas informasi menjadi lebih sederhana tanpa menghilangkan inti dari berita yang ingin disampaikan. Sudah dibantu dengan gaya penyampaian bahasa yang sederhana, konten informasi berita ini juga dikemas dengan durasi yang singkat pula. Kedua hal tersebut akan membantu khalayak lebih mudah untuk memahami sejumlah informasi dengan cara sederhana, menarik, dan mudah untuk dipahami.
Yang ketiga adalah penyajian informasi jenis berita feature. Para content creator biasa memberikan informasi tentang kuliner, pariwisata, hingga pengalaman dari diri sendiri. Memang benar jurnalis juga memberikan informasi-informasi tersebut, tetapi jika melihat cara penyajiannya, para pengguna lebih memilih untuk menikmati konten-konten feature dari content creator. Mengapa?
Karena khalayak lebih dekat dengan media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Youtube. Sebagian besar konten-konten feature tersebut disalurkan menggunakan media sosial tersebut. Lalu, gaya penyampaian bahasa yang sederhana membuat penonton memperoleh hiburan sekaligus informasi dalam waktu bersamaan. Ditambah lagi isi informasi konten tersebut dikatakan "relate" dengan para penontonnya. Dengan demikian, para penonton akan merasa lebih dekat, terlibat, dan terjun langsung turut merasakan apa yang diceritakan dan diulas oleh content creator.
Dibalik menariknya konten-konten informasi berita yang disajikan oleh content creator, terdapat pula kelemahan yang mungkin terjadi. Setiap media berita menyajikan informasi yang berbeda, tapi bagaimana para content creator mengambil dan mengolah informasi tersebut?
Hal tersebut memungkinkan content creator untuk memberikan informasi berdasarkan satu sudut pandang saja sehingga terkesan menyudutkan pihak lain. Dengan kata lain, mungkin saja content creator tidak menyajikan informasi dengan cover both side.
Ditambah lagi, para pengguna dapat menggunakan fitur-fitur media sosial sebagai ruang diskusi. Benar, di satu sisi akan memicu para pengguna untuk bersikap lebih kritis sehingga kembali melakukan verifikasi melalui sumber-sumber resmi. Namun, bagaimana dengan mereka yang mudah terpengaruh?Â
Pastinya akan dengan mudah tersebar komentar-komentar yang tidak diinginkan dan menjelekkan satu pihak. Terlebih lagi para pengguna merasa lebih dekat dengan content creator sehingga dapat dengan mudah untuk percaya apa yang telah disebarluaskan.Â
Hal ini didukung dengan pernyataan dari Ketua Harian Komite Komunikasi Digital Jawa Timur, Arief Rahman yang menyatakan bahwa masyarakat saat ini lebih percaya dengan informasi yang disampaikan oleh content creator dengan ribuan followers dibandingkan seseorang yang ahli di bidang tertentu (Kominfo, 2023).
Durasi penyajian informasi juga membuat content creator menyajikan informasi secara terbatas sehingga bersifat kurang informatif. Contohnya saja penyajian informasi dengan durasi 30 detik dalam satu video. Memang durasi yang singkat membuat para penonton tertarik untuk menonton informasi tersebut dikarenakan mereka hanya menyisihkan waktu sedikit dan memperoleh informasi.Â
Namun, durasi yang pendek tidak dapat mendeskripsikan peristiwa yang sedang dibahas sehingga pada akhirnya adapula poin-poin penting informasi yang terlewatkan untuk disampaikan kepada pengguna media sosial. Keterbatasan durasi ini pada akhirnya belum tentu penyampaian informasi berita mencakup 5w+1h sehingga para penonton hanya mendapatkan informasi secara umum saja.Â