Ini hanyalah refleksi pribadi akan makna Kamis Putih.
Dua hal penting yang diperingati pada Hari Raya Kamis Putih adalah pembasuhan kaki dan perjamuan malam terakhir Yesus bersama para murid-Nya.
Dua peristiwa itu menampilkan dua tema besar yang patut kita renungkan, yakni kerendahan hati dan pengorbanan. Â Kerendahan hati terwujud dalam praktik membasuh kaki sementara pengorbanan diwujudkan dalam Ekaristi, membagikan Tubuh dan Darah-Nya sebagai santapan rohani yang menyelamatkan.
Keduanya adalah bukti kasih yang radikal dan total dari Yesus, yang kita imani sebagai Tuhan. Pada akhirnya, kedua tindakan Yesus tersebut mengarah kepada satu pokok, yakni Kasih.
Kasih adalah ciri khas Kamis Putih. Kasih itu tercermin dan terangkum dalam satu pribadi, yakni Yesus Kristus yang memilih menjadi pelayan dan rela berkorban.
Tema itu mungkin terlalu sering kita dengar. Atau terlalu besar untuk kita pikirkan. Atau terlalu melayang-layang. Mari merenungnya dalam pengalaman konkret kita. Â Dan kalau kita teliti, hampir semua yang dilakukan Yesus justru sangat dekat dengan keseharian kita.
Yesus, dalam segala warta dan perbuatan-Nya  penuh simbol. Gembala, Domba, penggarap, talenta, pohon Ara, pokok anggur, penabur, benih, penjala ikan, dirham, dan masih banyak lagi adalah simbol-simbol yang sering dipakai Yesus. Simbol-simbol ini diambil dari hal-hal konkrit yang dekat dengan orang-orang zaman itu, seperti petani, nelayan, gembala domba, dan sebagainya.
Tak luput juga ketika Ia mengadakan Perjamuan Malam Terakhir bersama murid-Nya. Simbol-simbol tampak di sana. Dan Yesus bahkan mengarahkan kita pada hal yang lebih dekat lagi yakni 'kaki kita'.
Kenapa kaki yang dibasuh dan bukan yang lain? Kenapa bukan tangan, atau muka yang selalu menjadi citra diri seseorang. Why?
Tentu ada maksud dan makna yang mau disampaikan. Kaki adalah bagian paling rendah dari tubuh manusia. Kaki adalah penopang tubuh hingga tegak berdiri.
Kaki sebagai bagian paling bawah tentu sering kali diabaikan, terutama soal kebersihannya. Kaki sangat dekat dengan tanah, pijakan kita. Kaki rentan dengan noda, kotor, debu, lumpur, dan sebagainya. Kaki terbiasa dengan hal-hal demikian, bahkan kita menganggapnya lumrah.
Noda-noda atau kotor yang menggerogoti kaki seringkali tidak membuat kita tidak nyaman. Lain ceritanya jika noda-noda itu menempel di muka kita. Sesegera mungkin akan dilenyapkan karena merusak citra diri kita.