c. Polusi dan Aktivitas Manusia
Aktivitas manusia yang tidak terkendali menjadi salah satu faktor utama yang memperparah kerusakan ekosistem terumbu karang, selain pengaruh perubahan iklim. Pencemaran laut dari limbah industri, pertanian, dan rumah tangga membawa bahan kimia berbahaya dan nutrisi berlebih yang memicu pertumbuhan alga invasif. Alga ini menghalangi cahaya matahari yang dibutuhkan oleh karang untuk fotosintesis, sehingga menghambat pertumbuhannya. Praktik penangkapan ikan yang merusak, seperti penggunaan bom dan racun sianida, turut menghancurkan struktur fisik terumbu karang, mengganggu habitat biota laut, dan mengurangi keanekaragaman hayati di ekosistem tersebut. Selain itu, perubahan iklim yang menyebabkan peningkatan suhu air laut, kenaikan permukaan laut, dan pemutihan karang telah memberikan dampak signifikan terhadap kesehatan terumbu karang. Kondisi ini memperburuk kemampuan karang untuk berkembang dan melindungi spesies yang bergantung pada ekosistem karang tersebut.
Penelitian yang dilakukan pada akhir 2022 menunjukkan bahwa kerusakan terumbu karang tidak hanya berdampak pada biota laut yang tinggal di sekitar karang, tetapi juga berdampak luas pada keseimbangan ekosistem laut secara keseluruhan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, berupa studi literatur dari berbagai sumber ilmiah, menunjukkan adanya dampak yang nyata dan signifikan dari aktivitas manusia dan perubahan iklim terhadap kerusakan terumbu karang, termasuk pemutihan karang dan peningkatan kejadian benturan fisik pada ekosistem tersebut.
Strategi Perlindungan Ekosistem laut Indonesia
1. Upaya Pemerintah dan Inisiatif Lokal
Terumbu karang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir, sehingga diperlukan upaya kolaboratif untuk mencegah kerusakan yang semakin parah. Salah satu langkah konkret yang diusulkan adalah melalui program konservasi dan restorasi seperti Indonesia Coral Reef Garden (ICRG), yang diluncurkan pada Oktober 2018 di Bali (id, 2022). Program ini didanai sebagai bagian dari Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pasca-COVID-19, dengan tujuan utama memulihkan kesehatan ekosistem terumbu karang, meningkatkan keanekaragaman hayati, menciptakan lapangan kerja, serta mendorong pariwisata berkelanjutan berbasis konservasi. ICRG menggunakan tiga pilar utama: penelitian dan inovasi, pembibitan dan transplantasi, serta pemberdayaan masyarakat dan ekonomi kreatif, dengan pendekatan yang menggabungkan aspek ilmiah dan sosial ekonomi dalam pemulihan karang (Hendra Yusran Siry, 2024). Melalui program ini, pembangunan terumbu buatan dilakukan di berbagai lokasi, termasuk di tempat peluncurannya Bali, sebagai upaya untuk meningkatkan pariwisata bahari dan mendukung mata pencaharian lokal.
Selain itu, Program Rehabilitasi dan Manajemen Terumbu Karang (Coremap) yang diluncurkan sejak 1998 telah memberikan hasil positif dalam memperbaiki kondisi terumbu karang sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui konservasi dan manajemen lingkungan berkelanjutan. Program yang didanai oleh Bank Dunia dan Global Environment Facility (GEF) ini bertujuan membangun kapasitas ilmu dan manajemen secara bertahap selama 21 tahun. Pada tahap awalnya, COREMAP berfungsi sebagai proyek percontohan untuk menguji model pengelolaan perikanan berbasis masyarakat dan menetapkan dasar legislasi yang memungkinkan masyarakat turut serta mengelola sumber daya pesisir. Dengan model yang berhasil diterapkan, COREMAP kemudian diperluas, menghasilkan lebih dari 350 rencana pengelolaan kolaboratif antara masyarakat dan pemerintah daerah, serta meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai kesehatan laut. Program ini juga mendukung kembalinya spesies langka, mencatat pertumbuhan tutupan terumbu karang hingga 17% di enam dari tujuh kabupaten lokasi kegiatan, serta meningkatkan pendapatan penerima manfaat hingga 20% (KACZAN, 2019).
2. Teknik Restorasi Aktif dan Pasif
Rencana Aksi Terumbu Karang Nasional Indonesia mengedepankan kombinasi teknik restorasi aktif seperti berkebun karang dan restorasi pasif melalui pemulihan alami. Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan ekosistem karang secara berkelanjutan, tetapi juga mendukung ekonomi biru dan meningkatkan ketahanan pesisir terhadap erosi pantai. Coral Stock Center (CSC) yang dibentuk oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mendukung rehabilitasi, edukasi, dan pariwisata bahari dan melibatkan masyarakat dalam penanaman karang di lokasi-lokasi yang dipilih seperti di Kepulauan Seribu, Lombok Barat, dan Bokori di Sulawesi Tenggara memonitor tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan karang yang ditanam, serta menyediakan spot wisata untuk kegiatan menyelam yang mendukung pariwisata berkelanjutan (Hendra Yusran Siry, 2024).
Memperluas upaya restorasi dengan menanam fragmen karang di daerah-daerah terpilih, akan mendorong pertumbuhan kembali karang di area yang mengalami kerusakan. Pembangunan terumbu buatan dan transplantasi karang pada area yang strategis terbukti meningkatkan populasi karang, yang berfungsi sebagai habitat bagi berbagai biota laut dan sebagai daya tarik wisata bahari. Upaya-upaya ini menunjukkan komitmen kolaboratif dalam pemulihan terumbu karang dan ekonomi yang berkelanjutan, yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi.
Dukungan dan komitmen dari negara-negara lain, seperti Arab Saudi yang berjanji memberikan kontribusi dana sebesar 10 juta dolar per tahun juga, menunjukkan bahwa pelestarian terumbu karang kini menjadi isu global. Indonesia pun mengambil peran aktif dengan mengajak negara-negara G20 untuk bersama-sama terlibat dalam upaya konservasi ini, termasuk melalui pembentukan pusat penelitian Coral Stock Center (CSC) dan Global Center of Excellence (GCoE) on Coral Reef yang diharapkan dapat menjadi pusat pengembangan ilmu dan teknologi terkait ekosistem terumbu karang. Dengan dukungan dan kolaborasi internasional ini, Indonesia memiliki harapan tercipta solusi inovatif dan berkelanjutan untuk mengembalikan kesehatan terumbu karang yang kritis bagi ekosistem laut global. (id, 2022)
Strategi Kolaboratif untuk Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan
a) Reformasi Kebijakan dan Peran Kolaborasi
Internasional
Kebijakan yang mendukung keberlanjutan sangat penting untuk melindungi terumbu karang. Regulasi yang lebih ketat dalam praktik penangkapan ikan, perlindungan kawasan konservasi, dan pengendalian polusi dapat membantu mengurangi ancaman terhadap ekosistem ini. Peran organisasi internasional dan LSM, seperti UNEP dan Coral Triangle Initiative, memberikan dukungan teknis dan pendanaan untuk proyek konservasi. Mekanisme inovatif seperti blue bonds menjadi salah satu solusi pendanaan jangka panjang, seperti yang dilakukan Seychelles untuk merehabilitasi ekosistem laut. Kolaborasi internasional diperlukan untuk menciptakan kebijakan global yang efektif dalam melestarikan terumbu karang dan mendukung keberlanjutan ekosistem laut
b) Pengembangan Ekonomi Biru dan
Keterlibatan Masyarakat
Ekonomi biru yang berkelanjutan berperan penting dalam mendukung pelestarian terumbu karang dengan memanfaatkan sumber daya laut secara bijaksana untuk pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan perlindungan lingkungan. Inisiatif seperti pariwisata berbasis konservasi, budidaya laut ramah lingkungan, dan praktik perikanan berkelanjutan membantu menciptakan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat pesisir sekaligus melindungi ekosistem.
Keterlibatan masyarakat sangat penting melalui pendidikan lingkungan, kampanye kesadaran publik, dan partisipasi aktif dalam program konservasi. Pengawasan dan evaluasi program secara berkala diperlukan untuk memastikan efektivitas jangka panjang, menjaga keseimbangan ekosistem, dan mengoptimalkan manfaat ekonomi serta sosial dari ekosistem terumbu karang.
c) Kawasan Konservasi Laut
Perluasan kawasan laut yang dilindungi merupakan langkah penting dalam menjaga keanekaragaman hayati dan keberlanjutan terumbu karang. Penetapan zona konservasi yang efektif, disertai praktik pengelolaan yang baik, membantu melindungi ekosistem dari ancaman seperti penangkapan ikan yang merusak dan polusi. Contohnya, terumbu karang Pulau Kedindingan menjadi lokasi pemantauan dan rehabilitasi yang bertujuan memperbaiki kawasan yang rusak. Strategi ini mencakup penilaian kesehatan karang secara berkala untuk memastikan efektivitas program konservasi dalam jangka panjang.
d) Praktik Perikanan Berkelanjutan
Praktik perikanan berkelanjutan dilakukan dengan menerapkan sistem berbasis kuota dan pengaturan jenis serta jumlah ikan yang ditangkap. Pendekatan ini bertujuan mencegah penangkapan ikan berlebihan dan menjaga keseimbangan ekosistem laut. Selain itu, penerapan teknologi ramah lingkungan dan pelarangan metode destruktif seperti bom atau racun ikan juga mendukung keberlanjutan sumber daya laut, memastikan ketersediaannya bagi generasi mendatang.
e) Keterlibatan Komunitas Adat dan Lokal
Komunitas adat, seperti suku Bajo di Indonesia, memiliki kearifan lokal yang mendukung keberlanjutan ekosistem laut, seperti tradisi sasi yang melarang penangkapan ikan secara musiman untuk menjaga keseimbangan populasi ikan. Mengintegrasikan praktik tradisional ini ke dalam program konservasi meningkatkan efektivitas pelestarian sekaligus memperkuat dukungan masyarakat setempat. Pendekatan ini tidak hanya melestarikan ekosistem tetapi juga memperkuat hubungan sosial budaya komunitas dengan lingkungan mereka.
KESIMPULAN
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan dan ekonomi, khususnya di Indonesia yang memiliki keanekaragaman terumbu karang terbesar di dunia. Namun, ekosistem ini menghadapi ancaman serius dari perubahan iklim, polusi, dan aktivitas manusia yang merusak. Upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi internasional sangat diperlukan untuk melindungi terumbu karang, melalui program konservasi, restorasi, dan pendidikan lingkungan. Dengan melibatkan berbagai pihak dan mengimplementasikan kebijakan berbasis keberlanjutan, terumbu karang dapat terus memberikan manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial bagi generasi mendatang.
Oleh karena itu, penting bagi seluruh pihak, mulai dari pemerintah hingga individu, untuk mengambil langkah aktif dalam melestarikan terumbu karang. Dengan memperkuat kesadaran dan kontribusi nyata, kita dapat memastikan bahwa keindahan dan manfaat terumbu karang tetap lestari untuk generasi mendatang.
REFERENSI
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2023). Penilaian Terumbu Karang Indonesia: Laporan Kinerja KKP 2023. Jakarta: KKP.