Mohon tunggu...
Fida Fathinah Atifah
Fida Fathinah Atifah Mohon Tunggu... Guru - Guru

21st Digital Educator | F00d Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hembusan Perubahan

13 Maret 2017   15:30 Diperbarui: 22 Mei 2017   16:33 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

aku mulai khawatir,aku ketakutan akan adanya hal hal yang tidak aku inginkan akan terjadi.seperti saat ini,saat kamu tiba tiba tidak bisa aku temui tiba tiba kamu tidak dapat aku hubungi.

ini sudah seminggu dari hari yang seharusnya menjadi hari kepulanganmu.sudah seminggu dan belum ada loncengan bel dirumahku yang menandakan kamu telah datang telah pulang.

sebulan ini tidur malamku menjadi kegelisahan yang pekat selama temaram datang bangunku menjadi helaan napas panjang yang berat menandakan aku tengah dirundung pekat yang tak kasat mata.

aku terus saja mengingat janji yang kau utarakan sebelum kau berangkat pergi ke tanah tingginya,semakin aku mengingatnya semakin menyesakkan dengan kenyataan bahwa kamu belum datang bahwa kamu belum bisa melunasi janjimu itu.

ini sudah hampir tiga bulan lamanya saat kamu memutuskan untuk menggapai tanah tinggi rinjani.

aku ignin semua ini berakhir aku tak kuat menahan sesak yang setiap harinya tertumpuk tanpa tau akan sampai kapan menumpuk.aku mau kegelisahaku berganti aku mau helaan napasku berubah seperti biasanya dengan adanya kamu dihadapanku membawa satu edelweis yang telah kau janjikan

lalu benar saja,bel rumahku berbunyi,tiba tiba aku mematung tak kuat menahan rasa khawatir gugup yang ada di dada.

sesak,begitu sesak saat aku buka pintu dan berdirilah kamu disitu,aku melihatmu dengan raut wajah yang sulit aku temukan-sulit menebak apa yang sedang kau rasakan dan membawa satu edelweis yang kau pegang erat

lalu kau mendekat mendekapku dalam diam yang pekat,aku pernah kehilangan dan aku tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya lalu aku memelukmu erat dan tiba tiba hangat menyeruak.

tulisan ini terinspirasi dari ditemukannya gelas merah kesayanganku yang hilang dalam jangka waktu yang tidak diketahui.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun