aku mulai khawatir,aku ketakutan akan adanya hal hal yang tidak aku inginkan akan terjadi.seperti saat ini,saat kamu tiba tiba tidak bisa aku temui tiba tiba kamu tidak dapat aku hubungi.
ini sudah seminggu dari hari yang seharusnya menjadi hari kepulanganmu.sudah seminggu dan belum ada loncengan bel dirumahku yang menandakan kamu telah datang telah pulang.
sebulan ini tidur malamku menjadi kegelisahan yang pekat selama temaram datang bangunku menjadi helaan napas panjang yang berat menandakan aku tengah dirundung pekat yang tak kasat mata.
aku terus saja mengingat janji yang kau utarakan sebelum kau berangkat pergi ke tanah tingginya,semakin aku mengingatnya semakin menyesakkan dengan kenyataan bahwa kamu belum datang bahwa kamu belum bisa melunasi janjimu itu.
ini sudah hampir tiga bulan lamanya saat kamu memutuskan untuk menggapai tanah tinggi rinjani.
aku ignin semua ini berakhir aku tak kuat menahan sesak yang setiap harinya tertumpuk tanpa tau akan sampai kapan menumpuk.aku mau kegelisahaku berganti aku mau helaan napasku berubah seperti biasanya dengan adanya kamu dihadapanku membawa satu edelweis yang telah kau janjikan
lalu benar saja,bel rumahku berbunyi,tiba tiba aku mematung tak kuat menahan rasa khawatir gugup yang ada di dada.
sesak,begitu sesak saat aku buka pintu dan berdirilah kamu disitu,aku melihatmu dengan raut wajah yang sulit aku temukan-sulit menebak apa yang sedang kau rasakan dan membawa satu edelweis yang kau pegang erat
lalu kau mendekat mendekapku dalam diam yang pekat,aku pernah kehilangan dan aku tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya lalu aku memelukmu erat dan tiba tiba hangat menyeruak.
tulisan ini terinspirasi dari ditemukannya gelas merah kesayanganku yang hilang dalam jangka waktu yang tidak diketahui.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H