Refleksi BW: Melawan kezaliman kriminalisasi ! (I)
Abdul fickar hadjar
Rasanya hampir tidak mungkin saya tidak terlibat secara emosional, memisahkan profesionalisme sebagai advokat dengan sebagai sahabat, ketika ikut menangani kasus yang menimpa Bambang Widjojanto (BW). Sangat berbeda dengan ketika kita membela, mendampingi atau mewakili klien dalam sebuah perkara, ya persahabatan yang kurang lebih berjalan hampir tiga puluh tahunan telalh meluluhkan rasionalitas profesionalisme yang selama ini menjadi pedoman dalam bekerja.
Begitulah, ketika mendapat BBM (telpon tidak kuangkat) dari istri ku dan mas Isk (Iskandar Sonhadji), saya yang ketika itu sedang siaran interaktif konsultasi hukum di sebuah radio komersial setiap jumat jam 9-10 pagi, BBM itu berbunyi BW DICULIK. Sejenak itu pula Saya terhenyak kaget dan kehilangan konsentrasi dan segera menyelesaikan siaran. Begitu keluar jalan raya hayam wuruk, masuk sms dari kawan di Biro hukum KPK yang meminta saya langsung menuju KPK. Di perjalanan berkecamuk segala macam pikiran buruk, apakah mungkinkah BW “dimunirkan” ?, pertanyaan lain yang aku jawab sendiri kemungkinan BW dirampok, ah rasanya tidak mungkin, karna aku tahu persis penanmpilan BW tidak mungkin menstimulasi orang untuk merampoknya, dia bukan orang yang suka memamerkan kekayaannya dalam bentuk-bentuk barang mewah yang dikenakan seperti jam, cincin atau perhiasan semacamnya, meski bisa jika dia mau. Bahkan seperti juga aku, seringkali melihatnya dengan tampilan pakaian yang menurutku 10 atau 15 tahun lalu dikenakannya. Kawan satu ini telah selesai dengan urusan materi, dia mencari karena memang dibutuhkan, tapi tidak menempatkan materi diatas segalanya.
Di ruang rapat lantai 3 KPK telah berkumpul hampir semua tokoh-tokoh masyarakat sipil, bergabung sebentar mendengarkan penjelasan Johan Budi SP mengenai info terakhir keadaan BW. Rupanya BW ditangkap Polisi dan dibawa Bareskrim, tentu saja aku mahfum karena baru beberapa hari saja dia dalam kapasitasnya sebagai komisioner KPK menetapkan BG sebagai Tersangka. Tarik menarik kekuasaan dipertontonkan, dalam bahasa yang lebih pas, sebenarnya inilah sengketa antar lembaga penegak hukum, harus ada solusi sistemik agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Dalam keadaan hujan rintik-rintik dengan taksi saya menuju Bareskrim MABES POLRI setelah diminta untuk langsung menjumpai BW. Di tengah perjalanan hampir seluruh alat komunikasi di gaget yang saya pegang berbuyi (Telpon, Sms, BBM, email, twitter, FB ) menanyakan keberadaan BW dan mendoakannya. SAYA MOHON MAAF tidak semua komunikasi saya jawab, dalam keadaan kaget campur perasaan tak menentu saya kehilangan daya untuk menjawab semua pertanyaan ini.
Di Bareskrim sudah banyak kawan-kawan lawyer berkumpul ingin menemui BW, karena waktu shalat jumat mendesak datang, hampir semua dari kami yang mempunyai kewajiban shalat jumat menuju masjid yang berada ditengah-tengah Mabes Polri. Sambil mata jelalatan memonitor keberadaan BW waktu wudhu saya jumpa Adnan Pandu Praja (APP), darinya saya mendapat info benar BW ditangkap oleh Penyidik Bareskrim atas tuduhan tindak pidana tahun 2010. APP sudah jumpa BW dalam keadaan yang tidak bebas menurutnya, sehingga belum banyak informasi yang dapat diperoleh mengenai detail kejadian.
Pasca shalat jumat, kami kembali ke ruang tunggu Bareskrim, BW belum mau diperiksa, penyidik mencari pengacara BW, Mba Catharina dan Rasamala dari Biro Hukum KPK sedari pagi belum juga bisa menemui BW. Untung teman-teman dan adik-adik angkatan di LBH teliti, mereka sudah membawa blanko surat kuasa dan walhasil nama kami semua ditulis tangan dan hampir mencapai 60 nama ( http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54d34ac5272e5/ini-daftar-pengacara-pembela-bambang-widjojanto ), hampir sebagian besar dari LBH-LBH YLBHI seluruh Indonesia, karena kebetulan dilalah mereka akan mengikuti Rakernas LBH se Indonesia di Jakarta. Saya kebetulan yang bisa masuk pertama ke ruang pemeriksaan Bareskrim menjumpai BW, itupun karena berdesakan dan didorong teman-teman he..he.... he....
Begitu melihat BW saya memeluknya, BW masih bersarung dan berpakaian koko, tak terasa setetes air bening menetas di sudut mataku. Pertanyaan yang muncul pertama selain soal kesehatan adalah soal sholat jumat. “Lu dikasih kesempatan sholat jum’at ? begitulah kalau kami bertemu berduaan seringkali berkomunikasi menggunakan bahasa informal (gue-elu), mungkin karena kami sama-sama lahir dan besar di Jakarta (BW di RS Budikemuliaan-aku di RS Tarakan petojo). BW menjelaskan dia diberikan kesempatan shalat jumat bersama-sama napi yang ada di Bareskrim, pantas tak kulihat BW di masjid Mabes itu.
Dengan menahan amarah sambil agak guyon saya bertanya kepada para penyidik yang ada di ruang itu yang belakangan namanya ku ketahui sebagai ruang direktorat tipideksus subdit upal jaksi, siapa yang menangkap BW? Seorang penyidik yang juga belakangan diketahui bernama Dani Arianto menjawab : saya pak!, Kenapa kalian tangkap BW di Depok dan masih berpakaian seperti inL Kenapa tidak kalian tangkap di kuningan? Dijawabnya: wah kalau di kuningan kita ga berani pa !, Begitulah...
Setelah menyerahkan Surat Kuasa yang seadanya yang dibuat kawan-kawan LBH Jakarta, pasca shalat Ashar BW mulai diperiksa oleh penyidik yang bernama Nursaid, didampingi aku, mas isk, mba Nur, mba Cataharina (Biro hukum KPK) dan Usman Hamid, yang lain menunggu di luar ruangan. Menegangkan memang, karena selama pemeriksaan diluar pintu dua orang provost menjaga, HP dan semua gaget tidak boleh diatas meja. Mba nur berdebat dengan penyidik tentang situasi ini, rasanya kami semua menahan amarah, perkara biasa seperti ini kok diperlakukan luar biasa seperti dalam keadaan gawat saja aku nyeletuk dan bertanya kepada sang penyidik tetapi sama sekali tidak dijawabnya. Pemeriksaan berakhir kira-kira ba’da Isya, kami menanyakan apakah sudah boleh keluar, tetapi tidak dijawab-jawab.
Pemberita-acaraan pemeriksaan tidak terlalu lama karena, pertama, pasal yang disangkakan tidak jelas yaitu Pasal 242 KUHP ayat berapa tidak disebutkan, demikian halnya dengan pasal ikutannya Pasal 55 KUHP ayat ke berapa tidak jelas. Jadi BAP itu kira-kira berisi keberatan-keberatan terhadap ketidak jelasan. Perbedaan ayat dari pasal yang dituduhkan itu sangat signifikan, selain perbedaan jenis kualifikasi perbuatan, ayat (1) penekanannya pada jenis perkara perdata (privat) karena pemberian keterangan palsu yang bisa diberikan oleh kuasanya, sedangkan ayat (2) penekanannya lebih pada perkara pidana. Selain itu ada disparitas juga pada ancaman hukumannya. Demikian halnya Pasal 55 berbeda antara ayat 1 dan 2, berbeda antara pengajur dan pemberi fasilitas atau membantu, jadi sangat relevan ketidak jelasan sangkaan ini dipersoalkan.
Kedua, tindakan yang disangkakan kepada BW adalah peristiwa tahun 2010, dimana ketika itu bW sedang menjalankan profesinya sebagai advokat, karena itu berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Advokat (Advokat tidak dapat dituntut) dan Pasal 19 (Advokat dilarang membuka rahasia klien) tidak perlu menjawab pertanyaan substantif yang isinya lebih pada hubungan advokat dengan klien.
Lagi pula pengusutan perkara ini kan tidak murni hukum, karena terjadi pasca KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan calon kapolri sebagai tersangka, diberhentikannya Kapolri Sutarman dan digantinya Kabareskim Suardi alius oleh Budi Waseso. Rangkaian konteks inilah yang sebenarnya membuat penanganan kasus –quad non- ini seperti diperlakukan luar biasa, BW harus ditangkap paksa dan diborgol, Kapolri tidak tahu, pemeriksaan terasa begitu menyeramkan he..he..he... aneh tapi nyata !
Kami mendengar dan ngintip lewat tv di mabes, masayarakat merapat ke KPK dan sedang marah dan gelisah karena penanngkapan BW dan info tentang penahanannya, bahkan akan bergerak ke mabes polri. Di ruang pemeriksaan baru sekitar pukul 9an malam kombes Daniel Bolly Tifauna mendatangi kami dan memberitahukan penahanan terhadap BW, rupanya setelah bolak balik menghadap Kabareskrim, meskipun dia slalu bilang ini kewenangan penyidik. Dibuatlah surat perintah penahanan dan berita acara penahanan yang kesemuanya ditolak dengan Berita acara penolakan penahanan. Bang Mulya, Imam Prasojo dan Alvon YLBHI datang ke ruang pemeriksaan, yang sebelumnya juga sebagian besar Anggota Komnas HAM termasuk ketuanya datang menjenguk. Bang Mulya ditemui kombes Bolly yang menjelaskan penahanan BW, meskipun berulangkali Bang Mulya minta ditinjau tapi Bolly bergeming. Imam Prasodjo kelihatan marah sekali, dia menelpon sana-sini yang sepertinya mampu memecahkan persoalan ini.