Mohon tunggu...
Abdul Fickar Hadjar
Abdul Fickar Hadjar Mohon Tunggu... Dosen - Konsultan, Dosen, pengamat hukum & public speaker

Penggemar sastra & filsafat. Pengamat hukum

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Buka Bersama vs Kemacetan Jakarta

22 Juni 2016   15:01 Diperbarui: 22 Juni 2016   15:09 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BUKA BERSAMA dan Kemacetan di Jakarta

Abdul fickar hadjar

Di minggu kedua ramadhan 1437 H (2016) saya mulai banyak disibukan oleh kegiatan buka puasa bersama (bukber), ya kegiatan yang hampir tidak bisa dielakan setiap tahunnya, meski sejak awal sudah berjanji dalam hati ingin menikmati puasa bersama keluarga. Paling tidak tiga hari berturut-turut bukber, dimulai Rabu (15/06/16) mengikuti acara diskusi Tax Amnesty dan Nasib Pengemplang Pajak, pada acara diskusi ngabuburit disambung bukber di  kalibata ini saya menjadi salah satu nara sumber bersama yang lainnya (Beberapa Catatan atas RUU Pengampunan Pajak). Hari kamis (16/06/16) berdasarkan kesepakatan di WA kami alumni FHUJ ank78 sehabis kunjungan ke rumah sakit membezoek suami salah seorang rekan melanjutkan dengan kegiatan bukber undangan (undangan atau maksa diundang menjadi ga jelas, tapi yang penting sohibul bait senang) seorang kawan pejabat tinggi (walaupun orangnya ga tinggi-tinggi amat sih) sebuah kementrian di lingkungan Senayan, bertempat di Resto Pulau Dua. Jumat (17/06) kemarin berbuka puasa bersama kolega dosen sekaligus klien.

Ada banyak ceritera tentang bukber hari kamis lalu, dari rumah sakit Royal Taruma Daan Mogot Grogol ke resto Pulo Dua Senayan yang hanya berjarak kurang lebih 1,5 km menjadi ruang perjuangan menembus kemacetan Jakarta yang melelahkan. Sementara sohibul baet bukber (sahabat saya yang birokrat di suatu kementrian di Senayan) sudah menunggu sejak jam 17 wib, kami masih mencoba mensiasati untuk menaklukan kemacetan  yang jika lalu lintas berjalan normal hanya butuh waktu 16 sampai 17 menit saja untuk menempuh jarak tersebut. Saya agak heran karena jalur yang kami lalui itu tidak (belum) terkena proyek MRT (Mass Rapid Transpot) proyek pengembangan angkutan umum bawah tanah, tapi mungin juga karena imbas dari dari proyek yang lain, yitu pemekaran atau modifikasi jalur jembatan Semanggi (he he he maklumlah toh untuk mengurangi kemacetan, bersakit-sakit dahulu), tapi semuanya tidak mengurangi kekhusukan bukber (maksud saya tidak mengurangi konsentrasi memburu makan ha ha ha).          

Soal kemacetan yang terjadi terutama pasca dihapusnya program tri-in-one menarik untuk diperhatikan bagi kita yang sehari-hari bernafas di Jakarta. Banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan adalah factor utama terjadinya kemacetan, karena itu pula pasti  kemacetan seperti di Jakarta terjadi pula di kota-kota besar lainnya, utamanya kota kota yang tidak mempunyai transportasi publik yang baik atau memadai. Jadi tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan jumlah kendaraan yang berbanding lurus dengan kepadatan penduduk menjadi factor dominan penyebab kemacetan.  Kota-kota besar di Indonesia lainnya seperti Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Makassar, Palembang, Denpasar, Jogjakarta, juga tak luput dari kemacetan.

Beberapa data memperkuat sebab-sebab kemacetan di Jakarta antara lain: pertambahan jumlah kendaraan bermotor rata-rata 11 persen per tahun sedangkan pertambahan jalan tak sampai 1 persen per tahunnya (Dinas Perhubungan DKI), ruas jalan jauh di bawah kebutuhan normal yang seharusnya 20 persen dari total luas kota, saat ini, lahan jalan Jakarta hanya 6,2 persen saja dari total lahan. Moda angkutan umum yang ada belum sesuai dengan kebutuhan, seharusnya bus dan kereta menjadi angkutan utama di Jakarta, karena bisa mengangkut penumpang dalam jumlah besar. Seringnya orang menyebrang beramai-ramai pada saat lalu lintas tinggi dan menghambat laju kendaraan yang menyebabkan kemacetan, hal ini disebabkan minimnya jembatan penyeberangan orang atau terowongan penyeberangan orang.

Jika kita berpikir agak dalam  sebenarnya ada faktor yang langsung atau tidak langsung menjadi penyebab kemacetan di Jakarta. Kebijakan perumahan perkotaan yang keliru, rumah susun di Jakarta jumlahnya amat kecil (walaupun sekarang mulai banyak apartmen dibangun di tengah kota—he.he..he.. termasuk saya yang memilih solusi memecahkan krisis macet dari Bekasi dengan tinggal di sebuah apatrmen di daerah Tebet). Akibatnya, orang menyebar ke daerah pinggir, penyebaran rumah-rumash ke pinggir ini membuat orang menjadi lama dan banyak berada di jalan yang kemudian menimbulkan kemacetan. Sejalan dengan itu pertumbuhan penduduk / keluarga keluarga yang tinggal dipinggir Jakarta yang begitu cepat sehingga orang tambah banyak dan dilalah (kebetulan) juga kerjanya di Jakarta, saya kira ini juga menjadi factor terjadinya kemacetan di Jakarta.

Pengalaman sehari-hari di jalan, kemacetan juga bisa terjadi karena banyaknya persimpangan jalan yang belum memiliki bangunan fly over maupun underpass (meski sekarang mulai banyak fly over yang sangat panjaaaang, seperti di jalan Kasablanka atau jalan Antassri). Sederet dengan itu tidak kalah bikin macetnya titik titik bottleneck seperti dipintu pintu masuk tol. Tentu saja soal prasarana jalan ini tidak bisa dipisahkan dengan ketersediaan angkutan massal di Jakarta, projek Bus Way (trans-jakarta) dan pembenahan kereta api di Jabotabek menjadi upaya mengatasi kemacetan yang harus kita apresiasi. Ya masih banyak lagi penyebab kemacetan lainnya, termasuk kehadiran para “Pa Ogah”di jalan raya, he he he cepe dulu donk….

Jadi begitulah konsekwensi Bukber di Jakarta tidak dapat dipisahkan dengan kemacetan, karena itu diperlukan kemampuan mengatasinya dengan mengatur waktu, ya karena “kemacetan” sesungguhnya merupakan krisis dalam skalanya yang kecil. Dalam konteks krisis, Tuhan mengingatkan kita bahwa pada suatu waktu kita akan diberikan cobaan ketakutan dan kekurangan (krisis), dan krisis itu akan menjadi berita gembira buat orang-orang yang sabar (yang mengembalikan segalanya kepada kekuasaan Tuhan), mendapat keberkahan dan yang mendapat petunjuk (QS 2.- 155-157). Orang yang mendapat petunjuk adalah orang yang selalu mempunyai kemampuan mengatasi krisis. Wallahu alamu bishawab. Selamat berpuasa (Cityloft22o62016)

p-20160620-100618-1-1-576a458b60afbdcc06347962.jpg
p-20160620-100618-1-1-576a458b60afbdcc06347962.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun