Mohon tunggu...
Abdul Fickar Hadjar
Abdul Fickar Hadjar Mohon Tunggu... Konsultan, Dosen, pengamat hukum & public speaker

Penggemar sastra & filsafat. Pengamat hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cuci Mencuci Uang & Menangkap Gate Keeper

18 Mei 2013   01:04 Diperbarui: 22 Januari 2017   17:54 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13688134311011657315

CUCI MENCUCI UANG & MENANGKAP GATE KEEPER 

Abdul fickar hadjar 

Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU-PTPPU) bukanlah undang-undang baru, karena telah dua kali direvisi dan diganti. Hanya saja pasca perubahan terakhir menjadi Undang-undang No.8 Tahun 2010 Pusat Pelaporan & Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) mempunyai kewajiban memberikan laporan analisanya selain kepada DPR, Kepolisian dan Kejaksaan juga kepada KPK. Harus diakui semua pihak, sejak laporan analisa keuangan PPATK diberikan kepada KPK inilah UU-PTPPU bisa dibunyikan dan bisa dioperasionalkan. Kasus LHI & AF yang ditangani KPK dengan tuduhan pokoknya korupsi suap dan gratifikasi “quota sapi”dan kemudian ditindak lanjuti dengan tindak pidana pencucian uang, menimbulkan polemik hukum baik pada level materiil maupun formilnya. 

Di level hukum materiil perdebatan berkisar pada ada tidaknya tindak pidana asal (predicate crime) yang mendasari sangkaan TPPU pada LHI, sedangkan pada level hukum formil (hukum acara) berkisar pada kewenangan KPK melakukan upaya paksa sita terhadap mobil-mobil milik LHI yang diparkir di kantor Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Meskipun pada akhirnya “perbedaan optic” yang terakhir ini dapat diselesaikan, dimana KPK telah dapat melaksanakan sita sesuai kewenangannya. Menarik untuk diamati, mengapa timbul polemik ketika TPPU ini diterapkan pada kasus LHI & AF ? padahal KPK telah menerapkannya kepada para terdakwa sebelumnya, seperti Bahasyim, Wa Ode Nurhayati, Djoko Susilo dan lainnya. Mungkin saja deretan wanita cantik selebriti yang menjadi tempat pencucian uang AF, LHI yang presiden PKS dan ditempatkannya elite PKS Anis Matta Presiden PKS pengganti dan Hilmi Aminudin selaku Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera menjadi saksi-saksi fakta telah menjadi “X-factor” yang menarik bagi media massa untuk disampaikan kepada masyarakat menjadi stimulan polemik. Tentang perdebatan di level hukum materiil, maka pengadilanlah akan menjadi forum yang objektif dan adil. 

Aktif & Pasif 

Cuci uang atau money laundering merupakan kejahatan yang pada awalnya bersumber pada instrument internasional seperti konvensi tentang perdagangan narkotika dan bahan psikotropika 1988,International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism 1998, Convention against Transnational Organized Crime 2000 (Paleremo Convention). Instrumen-instrumen internasional tersebut lebih lanjut diimplementasikan ke dalam hukum pidana internasional, khususnya untuk memberantas kejahatan internasional, yang bersifat transnasional. Perkembangan tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, ia melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. 

Mengantisipasi hal itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering badan dunia yang mengurusi cuci-mencuci uang, telah mengeluarkan standar internasional sebagai ukuran bagi setiap negara dalam pencegahan & pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. Di Indonesia penanganan tindak pidana pencucian uang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dan terakhir dengan mengakomodir Standar International FTAF on Money Laudering dilahirkanlah Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PTPPU). 

Secara umum, rumusan TPPU cukup banyak unsurnya, namun jika dikelompokkan atau diidentifikasi, pada dasarnya unsur-unsur tersebut tidak berbeda dengan tindak pidana pada umumnya, seperti unsur subyektif dan unsur obyektif, maupun actus reus dan mens rea-nya. Ia dapat dikelompokkan dalam dua klasifikasi, yaitu TPPU aktif dan TPPU pasif. Pengelompokan ke dalam dua klasifikasi ini bukan dimaknai, bahwa jika aktif berarti melakukan perbuatan yang dilarang (commission), sedangkan pasif berarti tidak melakukan perbuatan yang diwajibkan (ommission). 

Dasar pembedaan klasifikasi ini, penekanannya pada : pertama,TPPU aktif sebagaimana dirumuskan Pasal 3 dan 4 UU-PTPPU, lebih menekankan pada pengenaan sanksi pidana bagi: pelaku pencucian uang sekaligus pelaku tindak pidana asal, dan pelaku pencucian uang, yang mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil tindak pidana.Kedua,TPPU pasif sebagaimana dirumuskan Pasal 5 UU-PTPPU lebih menekankan pada pengenaan sanksi pidana bagi : -pelaku yang menikmati manfaat dari hasil kejahatan, dan pelaku yang berpartisipasi menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan. 

Dengan konstruksi yang demikian, maka dapat dimaklumi ketika KPK memanggil perempuan-perempuan cantik penerima “dana haram” dari tersangka AF, menyita mobil-mobil, rumah serta harta lain dari LHI, bahkan memanggil Presiden dan Ketua Majelis Syuro PKS sebagai saksi. Namun demikian tetap saja ada pihak yang mempertanyakan “legalitas” KPK menyita seluruh harta tersangka, bukankah tindak pidana asalnya (predicate crime) hanya satu milyar? Ada ketentuan dalam UU-PTPPU yang menyatakan bahwa Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya (Pasal 69). Inilah ketentuan yang melegalisir tindakan KPK maupun pengadilan untuk mengadili seorang terdakwa yang didakwa korupsi dan dituntut telah melakukan pencucian uang tanpa harus membuktikan predicate crime nya lebih dahulu, artinya jika kelebihan harta yang disita dari terdakwa sepanjang tidak bisa dibuktikan perolehannya, maka terbuktilah pencucian uang.gate-keeper Jika orang perorangan ataupun lembaga yang menerima uang dan atau bentuk lainya dari tersangka atau terdakwa TPPU dapat diminta keterangan atau bahkan dapat djerat sebagai pelaku TPPU pasif, bagaimanakah halnya dengan para profesional yang membantu atau membela tersangka atau terdakwa dalam TPPU? Tentu saja para profesional tersebut dapat dan bahkan wajib dikaitkan. 

Tidak dapat dinafikan pada umumnya kecanggihan para koruptor dan pelaku TPPU itu justru diperoleh karena adanya bantuan dari para “profesional yang tersandra oleh pragmatisme materi” dalam hal ini sangat mungkin dilakukan oleh lawyer dan/atau konsultan, termasuk di dalamnya konsultan bisnis, pajak, akuntan, lembaga trust & keuangan dan lainnya, bahkan tidak mustahil bantuan juga didapatkan dari para penegak hukum negara. Mereka yang membantu ini dikenal dengan sebutan gate-keeper, yang memberikan bantuan dan/atau memfasilitasi para koruptor dan pelaku TPPU, melalui suatu sistim atau mekanisme tertentu yang diyakini dapat menghilangkan jejak suatu asset yang terkait dengan tindak pidana korupsi dan/atau tindak pidana pencucian uang. Sesungguhnya sudah sejak lama menjadi pertanyaan, mengapa para profesional (pengacara / konsultan bisnis, pajak dsb) yang membantu dan membela tersangka perkara korupsi tidak diwajibkan mendeklarasikan dan mentransparansikan pembayaran honorariumnya dan diaudit terlebih dahulu data keuangan dan kekayaannya, dalam rangka monitoring terhadap peningkatan kekayaan dan alur keuangannya, yang patut diduga bisa terkait dengan dana hasil korupsi kliennya.  Mestinya sejak korupsi dinayatakan sebagai “extra ordinary crime” dibuat dan diberlakukan sisitim pembuktian terbalik murni bagi semua pejabat publik, pejabat negara, pegawai negeri, terutama penegak hukum, sebagai bagian dari pencegahan terjadinya Illicit Enrichment, yang dapat menggunakan nama orang lain apakah istri/suami, anak, keponakan, adik, kakak, bahkan supir dan/atau pembantu rumah tangga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun