Mohon tunggu...
Fibri Haris
Fibri Haris Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyelesaian Sengketa Tanah dengan Hak Guna Usaha dalam Penertiban Tanah Terlantar

20 Mei 2024   16:35 Diperbarui: 20 Mei 2024   17:26 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

          Penyelesaian Sengketa merupakan proses penyelesaian litigasi melalui pengadilan maupun non litigasi luar pengadilan atau sering disebut dengan penyelseaian alternatif sengketa. Penyelesaian sengketa untuk menciptakan keadilan berdasarkan Undang-Undang Dasar Indonesia Tahun 1945 menegaskan Indonesia adalah negara hukum. Adapun salah satu prinsip negara hukum yaitu adanya jaminan penyelenggaraan kekusaan dengan menegakan hukum yang adil dalam memutuskan segala putusan tanpa adanya intervensi atau campur tangan pihak lain apalagi petinggi-petinggi yang mempunyai kekuasaan. Sengketa pertanahan atau Land dispute dapat dirumuskan sebagai “ Pertikaian atau Perselisihan yang menjadikan hak tanah sebagai objek Persengketaan”. Timbulnya sengketa atas tanah, adanya pengaduan dari sesuatu pihak (orang atau badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyesuaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.  Para pencari keadilan dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui peradilan, baik peradilan umum maupun Tata Usaha Negara, menghadapi kenyataan yang jauh dari harapan karena penyelesaian sengketa dari tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali adalah proses litigasi yang memakan waktu yang sangat lama. 

          Pemegang HGU harus menjalankan usaha seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan.  Untuk mencegah Konflik kepentingan dalam masyarakat memerlukan regulasi, kontrol, agar potensi konflik pertanahan dapat dicegah. Tata guna lahan, yang dalam hukum Indonesia disebut lahan berlatar belakang pertanian dan diakui kepentingannya,pentingnya tanah sebagai sesuatu yang berharga dalam kehidupan orang-orangnya. Fungsi lahan dan tempat bagi petani pedesaan mencari nafkah. Bagi penduduk kota, negara menjadi tempat Jalani semua aktivitas sehari-hari. 

          Kebijakan pemerintah dalam penanganan tanah terlantar yang diberikan hak guna usaha.Keberadaan dari lembaga yang disebut negara memiliki kewenangan untuk mengelola atas sebuah wilayah yang didasarkan kesepakatan masyarakat secara bersama. Untuk menjalankan sebuah negara yang ideal dibutuhkan sebuah pengaturan hukum agar menertibkan masyarakat sehingga lahirnya konsep adanya negara hukum . Kebijakan pada dasarnya untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat, melindungi hak-hak masyarakat dan pada akhirnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peraturan pemerintah Nomor.20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar yang merupakan dasar hukum adanya wewenang untuk mengikat suatu keputusan. Kebijakan yang akan memutuskan penanganan tanah terlantar bersumebr dari Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 3 Ayat (3) UUD 1945 meyatakan bahwa “ Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Dapat kita lihat bahwa kata dikuasai oleh negara terlihat adanya kewenangan dibidang pertanahan dilaksanakan oleh negara yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah pusat. Dalam Kebijakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertuban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dilakukan guna penataan pertanahan yang dituangkan pada Peraturan Pemerintah ini menjadi pengganti Peraturan Pemerintah No. 36 tahuhn 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Adanya kebijakan ini sebagai penertiban tanah yang telah diterlantarkan oleh hak miliknya tidak untuk dimanfaatkan dan tidak digunakan untuk  mencapai suatu penghasilan itu hanya akan memutuskan suatu hubungan hukum dengan subjek pemegang ha katas tanah dan perubahan status kepemilikan tanah akan beralih menjadi milik negara. Hal ini dimaksud dengan menata kembali pertanahan yang diterlantarkan oleh pemegang haknya dan memasukannya kembali ke dalam sistem sosial, ekonomi dan politik pengelola aset.  Suatu kebijakan  bisa menjadi lebih atau kurang sesuai    dengan maksud pembuat  kebijakan yang  ada di  belakang mereka. Untuk itu perlu adanya penafsiran kembali  terhadap  berbagai  hal  dalam hal pengetahuan  baru, kondisi, serta  teknologi agar    maksud    dari    pembuat    kebijakan menjadi  sesuai  dengan  aturan  yang  kelak dibuat.  Sehingga  tidak  ada  maksud  dan hukum standar yang samar-samar nantinya. Mengingat permasalahan tanahh terlantar yng kian serius, meuntut pihak Bagan Pertanahan Nasional untuk mengambil langkah tegas dalam mengatasi persoalan tanah. Sehingga keluarlah Pertauran Badan Pemerintah Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar dab perlu kita sadari bahwa tanah memiliki fungsi sosial yang berguna bagi mensejahterakan rakyat. Dan Ketika tanah diterlantarkan maka negara akan mengalami suaut kerugian yang tidak tanggung- tanggung besarannya.  

          Kebijakan pemanfaatan tanah yang buruk setta ditambah proses administrasi pertanahan yang tidak pernah selesai yang menyebabkan masyarakat Indonesia dihadapkan pada dilema yang sangat sulit.  Masyarakat untuk melakukan pemetaan, inventarisasi dan perencanaan pemanfaatan tanah karena masyarakat memiliki peta mental (mental map) yang secara lisan selama ini berkembang dan dimanfaatkan sebagai konsensus dalam tata cara kehidupan di antara sesamanya, akan tetapiu peta mental saja tidak memadai. Banyak pengetahuan yang hilang karena transfer yang tidak sempurna kepada gerenasi berikutnya .

          Prinsip   pengadaan   tanah   bagi   kepentingan   umum   harus   memenuhi   sebagaimana ketentuan Undang - Undang   No.   2   Tahun   2012   Tentang   Pengadaan   Tanah   Bagi  Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pasal 1 butir 10  undang - undang No. 2 Tahun  2012  menyatakan  ganti  kerugian  adalah  penggantian  yang  layak  dan  adil  kepada  pihak  yang  berhak  dalam  proses  pengadaan  tanah.  Pasal  36  undang - undang  ini  menyatakan ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat berupa : a. uang; b. tanah pengganti; c. permukiman kembali; d. kepemilikan  saham;  atau e. bentuk  lain  yang disetujui oleh kedua belah pihak .

          Berdasarkan konsep tanah terlantar yang diatur dalam Penjelasan Pasal 27 UUPA yang menyatakan: Tanah ditelantarkan kalau dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan dan pada haknya, maka kriteria tanah terlantar dalam UUPA kurang jelas atau masih kabur karena hanya ditentukan subyek hak/pemegang hak atas tanah obyek hak (Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan), dan ada perbuatan yang mengakibatkan tanah menjadi terlantar, sedangkan jangka waktunya tidak ditentukan. Dalam Peraturan Pemenintah Nomor 36 Tahun 1998 rumusan kriteria tanah terlantar masih kabur karena dalam peraturan tersebut tidak ditentukan jangka waktu tanah dinyatakan sebagai tanah terlantar. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut ditentukan subyek/pemegang hak atas tanah, obyek hak (Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Hak Pakai, Hak Pengelolaan), adanya perbuatan yang dapat mengakibatkan tanah menjadi terlantar.

          Penyelesaian Sengketa Tanah Dengan Hak Guna Usaha Dalam Penertiban Tanah Terlantar, dengan proses penyelesaian litigasi melalui pengedilan maupun non litigasi luar pengadilan atau sering disebut dengan penyelseaian alternatif sengketa.Penyelesaian sengketa untuk mecipkatakan keadilan berdasarkan Undang-Undang Dasar Indonesia Tahun 1945 menegaskan Indonesia adalah negara hukum. Kebijakan pemerintah dalam penanganan tanah terlantar yang diberikan hak guna usaha, berdasarkan Pasal 16 Undang‑undang Pokok Agraria.Sebidang tanah hak, baru memenuhi kriteria untuk dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila kepada pemegang haknya sudah diberikan kesempatan untuk menggunakan tanah sesuai ketentuan melalui peringatan‑peringatan yang diatur dalam Bab IV Peraturan Pemerintah ini.  

          Dalam Peraturan Pemenintah Nomor 36 Tahun 1998 rumusan kriteria tanah terlantar masih kabur karena dalam peraturan tersebut tidak ditentukan jangka waktu tanah dinyatakan sebagai tanah terlantar. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut ditentukan subyek/pemegang hak atas tanah, obyek hak (Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Hak Pakai, Hak Pengelolaan), adanya perbuatan yang dapat mengakibatkan tanah menjadi terlantar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun