Mohon tunggu...
Fibrisio H Marbun
Fibrisio H Marbun Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan kaki

Tertarik dengan sepakbola, sosial budaya, dan humaniora.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Sihir Jokowi, Sanksi FIFA dan Saatnya Indonesia Juara!

17 Desember 2016   05:14 Diperbarui: 17 Desember 2016   06:44 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepakbola merupakan olahraga yang paling digemari di seantero dunia tak terkecuali di tanah air. Olahraga yang berada di bawah payung Federation of International Football  Association (FIFA) termasuk olahraga yang cukup unik karena mampu menciptakan fanatisme bagi para penggemar klub tertentu dan juga sebagai alat pemersatu bangsa. Tak sampai disitu dalam pengelolaanya sepakbola juga sangat dinamis hingga tak jarang menimbulkan berbagai polemik dan kotroversi semisal calciopoli di italia, sepakbola gajah di ASEAN hingga dualisme kepengurusan di sepakbola tanah air.

Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai induk sepakbola tanah air juga tidak terlepas dari berbagai konflik dalam pengelolaanya. Konflik sepakbola Indonesia ini bermula ketika terjadi krisis kepemimpinan PSSI di era Nurdin Halid hingga munculnya Breakaway League, Liga Primer Indonesia (LPI). Selanjutnya, Kongres Luar Biasa PSSI di Solo yang melahirkan kepengurusan baru dibawah komando Djohar Arifin. Kontroversi demi kontroversi mewarnai kebijakan yang dikeluarkan PSSI salah satunya digantinya Indonesia Super League sebagai kasta tertinggi dengan Indonesian Premier League dan sedikit memaksakan untuk masuknya beberapa klub yang sebelumnya tak terdaftar sebagai anggota PSSI. Imbasnya terjadinya dualisme di tubuh klub-klub anggota PSSI. Ketidakpuasan berbagai pihak memunculkan Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) dimana pada akhirnya KPSI juga menyelenggarakan Kongres Luar Biasa dimana menghasilkan La Nyalla Mattalitti sebagai Ketua Umum PSSI. Imbasnya Timnas Indonesia mengalami kekalahan terbesar sepanjang sejarah di Pra Piala Dunia 2014, yakni 10-0 dari Bahrain.

Sanksi FIFA dan Reformasi Sepakbola

Politik dan olahraga, jika kita membicarakannya hari ini, keduanya merupakan ranah yang berbeda. Keduanya terpisah dan tidak boleh disatukan. Jika dikombinasikan, sanksi akan diberikan oleh komite olahraga internasional. Konkretnya ialah sanksi yang diberikan oleh Federation of International Football  Association (FIFA) kepada Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 30 Mei 2015. Akibatnya PSSI kehilangan hak keanggotaan dan Timnas Indonesia serta klub-klub dilarang melakukan aktivitas internasional termasuk berpartisipasi di kompetisi FIFA dan AFC. Sebabnya, FIFA menganggap pemerintah mengintervensi kepengurusan PSSI. Dimana hal tersebut melanggar statuta FIFA pasal 13 dan 17. Akibat dari sanksi tersebut insan sepakbola tanah air khusunya para pemain kehilang pekerjaan. Akan tetapi para pelaku sepakbola masih mempunya harapan dengan munculnya turnamen sepakbola pra-musim semisal Piala Presiden, Piala Kemerderkaan, Piala Jenderal Soedirman hingga kompetisi Torabica Soccer Championship. Turnamen dengan tujuan untuk mengisi kekosongan sepakbola tanah air sembari memperbaiki manajemen sepakbola tanah air.

Selanjutnya Presiden Joko Widodo memiliki komitmen untuk mereformasi sepakbola Indonesia secara total. Reformasi yang dimaksud adalah dengan memperbaiki tata kelola sepakbola tanah air semisal pengelolaan klub-klub secara profesional, pembinaan usia dini, pembentukan Tim Nasional secara profesional hingga prospek jangka panjang berupa prestasi di tingkat Asia dan Dunia. Kemudian Reformasi ini diharapkan dapat diawali dari terpilihnya Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI Periode 2016-2020.

AFF Suzuki Cup 2016 dan Saatnya Juara!

Setahun setelah sanksi yang ditetapkan FIFA kepada PSSI tepatnya 16 Mei 2016, FIFA melalui Kongres di Meksiko akhirnya mencabut sanksi terhadap PSSI. Selanjutnya, PSSI dihadapkan dengan turnamen internasional bertajuk AFF Suzuki Cup 2016. Sebagai catatan selama Timnas Indonesia belum pernah juara semenjak turnamen se asia tenggara ini dimulai pada tahun 1996, saat itu masuk bertajuk Piala Tiger. Prestasi terbaik Timnas Indonesia adalah runner-up pada tahun 2000, 2002, 2004 dan 2010.

Pasca sanksi FIFA selama satu tahun saat ini Timnas Garuda kembali masuk final dan diambang juara setelah mengandaskan Thailand dengan skor 2:1 di Stadion Pakansari pada hari Rabu (14/12). Selanjutnya, Boaz cs akan bertandang ke markas Tim Gajah Putih Stadion Rajamanggala Sabtu (17/12). Berbekal modal kemenangan tandang Boaz Cs diharapkan memiliki spirit lebih untuk menghadapi Thailand pada leg 2 nanti. Mengingat ekspektasi publik yang cukup besar  pasca sanksi FIFA, saat ini publik sepakbola tanah air menaruh harapan besar kepada skuad Garuda untuk mampu meraih gelar AFF Suzuki Cup untuk pertama kalinya dan membuktikan kepada dunia Indonesia bisa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun