Mohon tunggu...
Fibrisio H Marbun
Fibrisio H Marbun Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan kaki

Tertarik dengan sepakbola, sosial budaya, dan humaniora.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bencana dan Tahun Politik

23 Januari 2014   02:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:33 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bencana adalah berkah. Anda boleh sepakat juga boleh tidak sebab ini hanya persepsiku saja.

Sejak era pemerintahan rezim SBY dengan Kabinet Indonesia Bersatu-nya. Republik ini sangat akrab dengan yang namanya bencana alam. Sepakat atau tidak sepakat ini adalah fakta. Tahun 2004 masih segar di ingatan kita ketika Gempa & Tsunami menghantam bumi Serambi Mekah & Pulau Nias di Sumatera. Begitu banyak korban jiwa yang mengucapkan selamat bekerja pada rezim ini. Tak hanya itu, banyak sekali bencana-bencana selanjutnya yang sangat akrab. Entah kebetulan atau tidak hanya alamlah yang tahu sebab alam tidak akan pernah berbicara melainkan langsung mempertontonkan kemarahannya. Artinya sang penghuni alam raya hanya bisa berjaga dan waspada.

Seiring dengan perjalanan rezim dan akan berakhir di tahun ini. Alam nusantara tidak segan-segan lagi untuk mempertontonkan kemarahannya. Lihat Sinabung letusan dari 15 September 2013 hingga detik ini enggan member belas kasihan. Dan bencana ini pulalah yang memaksa kurang lebih 25.000 pengungsi menghabiskan akhir dan awal tahunnya di pengungsian. Kemudian mari sejenak memalingkan pandangan ke Ibu kota! Banjir menghiasi ibukota di awal 2014 ini. untuk masalah banjir di Ibu kota memang sudah menjadi hajatan tahunan. Pertanyaan sederhananya paling bagaimana mengatasinya? Kemudian, yang teranyar adalah bencana banjir bandang di Sulawesi Utara. Banjir bandang pada 15 Januari 2014 di Manado merupakan bencana alam teranyar beberapa tahun terakhir di manado dan sekitarnya.

Lalu apa hubungan Tahun politik dan kemarahan alam Nusantara ini?

Kesempatan dalam kesempitan. Lebih tepatnya mungkin seperti itu. Sudah sewajarnya memang setiap orang pandai membaca & memamfaatkan peluang hingga tujuan yang diinginkan tercapai. Dan momen inilah yang jadi berkat bagi para pemangku-pemangku kepentingan pada pemilu 9 april 2014. Pada donator-donatur berbendera berdatangan ke posko-posko bencana dengan harapan mendapat sorotan media atau lebih tepatnya datangkan awak pers dulu sebelum beramal. Aneh bukan? Ikhlas kok minta di liput.

Salah benarnya apa yang dilakukan para donator berenderakan parpol ini sebenarnya sudah ada regulasinya. Tetapi, apapun itu hal ini kurang elok apabila melakukan kampanye disaat rakyat sedang berduka karena terkena bencana. Bukankah lebih baik para wakil parpol di DPR, DPRD TK I & TK II mengusulkan langkah-langkah strategis dalam menangani korban bencana ini. bukan malah mencitrakan diri dan partai politiknya supaya disebut pahlawan dengan harapan mendapat simpati masyarakat di pemilu mendatang.

Sebagai akhir, saya sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang memiliki hak pilih di pemilu 9 april 2014 berpesan kepada para pemangku-pemangku kepentingan (pimpinan parpol, caleg, dsb) berhentilah mencitrakan diri dengan bendera parpolmu. Tetapi berteriaklah atas nama rakyat Indonesia sebab ada waktunya engkau meneriakkan serta mencitrakan dirimu & partai politikmu. Salam Parmahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun