Semakin Bertambah Penderitaan Rakyat Menapaki Awal Baru Tahun 2014
Belum lama menapaki awal baru tahun 2014, rakyat mulai dikejutkan dengan berita adanya kenaikan harga Elpija oleh PT. Pertamina (persero). Dimana mulai per 1 Januari 2014 resmi menaikan harga jual Elpiji kemasan 12 Kg dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959 per Kg. Besaran kenaikan di tingkat konsumen akan bervariasi berdasarkan jarak SPBBE ke titik serah (supply point).
Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir, mengungkapkan kenaikan tersebut menyusul tingginya harga pokok LPG di pasar dan turunnya nilai tukar Rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan semakin membesar.
Konsumsi Elpiji kemasan 12 Kg sepanjang 2013 tercatat mencapai 977.000 ton. Sedangkan, harga pokok perolehan Elpiji rata-rata meningkat menjadi USD 873. Di saat bersamaan, nilai tukar Rupiah yang melemah terhadap Dolar, maka kerugian Pertamina sepanjang tahun kemarin diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5,7 triliun.
"Kondisi ini tentunya tidak sehat secara korporasi karena tidak mendukung Pertamina dalam menjamin keberlangsungan pasokan elpiji kepada masyarakat," ujarnya melalui siaran pers tertulis, Jakarta, Rabu (1/1).
Menurutnya, harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp 5.850 per kg. Sedangkan harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp 10.785 per kg.
"Dengan kondisi ini maka Pertamina selama ini telah 'jual rugi' dan menanggung selisihnya. Sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai Rp 22 triliun dalam 6 tahun terakhir," katanya.
Untuk itu, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014 pukul 00.00, Pertamina memberlakukan harga baru Elpiji kemasan 12 Kg secara serentak di seluruh Indonesia. "Dengan kenaikan inipun, Pertamina masih 'jual rugi' kepada konsumen Elpiji 12 Kg sebesar Rp 2.100 per Kg," ungkapnya.
Keputusan ini merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan RI dalam laporan hasil pemeriksaan pada bulan Februari 2013, di mana Pertamina menanggung kerugian atas bisnis Elpiji non subsidi selama 2011 sampai dengan Oktober 2012 sebesar Rp 7,73 triliun. Hal tersebut dianggap dapat menyebabkan kerugian negara.
Selain itu, sesuai dengan Permen ESDM No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas pasal 25, maka Pertamina telah melaporkan kebijakan perubahan harga ini kepada Menteri ESDM.
Dengan Naiknya Elpiji Otomatis akan merembet pada kenaikan harga - harga akan kebutuhan pokok lainnya, dan berakibat inflasi yang tinggi dan terbesar di awal tahun 2014. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan elpiji merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga akan berdampak langsung terhadap inflasi.