Mohon tunggu...
Mr. Fitrial Rustam
Mr. Fitrial Rustam Mohon Tunggu... profesional -

"Bersahabat dan Pehuh Toleransi"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Harga Diri vs Rupiah, Pertaruhkan Harkat dan Martabat Bangsa

29 April 2014   05:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:05 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hati nurani kita semua sebagai manusia yang bermartabat dan terhormat mengatakan "Harga diri di atas segalanya" akan tetapi leyap seketika demi Rupiah yang tak seberapa nilainya.

Awalnya saya beranggapan bahwa harga diri atas segalanya. Ketika bercerita dengan teman-temanpun, mereka berfikir hal yang sama. Sampai detik ini saya dan saudara sebangsa dan setanah air meyakini bahwa harga diri adalah segalanya. Saya meyakini itu, dan kita semuapun meyakini hal yang sama.

Namun fikiran kita yang sama ini tidak sesuai dengan faktanya. Fakta menunjukkan sebaliknya, ternyata realitanya tidak demikian. Muncul pertanyaan di benak saya, kenapa ini bisa terjadi? Bisa jadi di benak saudara-saudara menanyakan hal yang sama. Di luar nalar memang ketika persepsi kita berbanding terbalik dengan kenyataan. Rasa-rasa tidak mungkin terjadi, tapi ini benar-benar terjadi dan nyata adanya.

Aneh tapi nyata. Memang itu lah faktanya. Saya berbicara apa adanya.

Ketika kita ingin melihat fakta ini, cobalah kita ingat kembali hari-hari menjelang Pileg 9 April 2014 yang lalu. Kita akan melihat dengan mata kepala sendiri fakta yang ada. Anggapan awal kita berbanding terbalik dengan fakta. Sungguh ironis dan menyedihkan. Muncul lagi pertanyaan yang sama di benak kita semua, kenapa itu bisa terjadi? Apakah bentuk kejenuhan masyarakat terhadap masa lalu wakil-wakilnya? Apakah bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap caleg-caleg yang ada? Atau apakah masyarakat itu sendiri yang memposisikan dirinya seperti itu? Ketika masyarakat memposisikan dirinya seperti itu, kenapa bisa masyarakat tersebut memposisikan dirinya seperti itu?

Berbagai pertanyaan akan bermunculan ketika teori dan fakta berbanding terbalik dengan realita yang ada. Berbagai pertanyaan bermunculan di benak kita dan berbagai jawaban pula yang akan menjawab pertanyaan itu, tergantung kita melihat dari sudut padang yang mana.

Pertanyaan berikut yang muncul adalah kenapa para caleg itu memposisikan masyarakat berbanding terbalik dengan teorinya? Apakah para caleg itu tidak percaya diri? Apakah hanya sekedar mengikuti irama yang ada dari masyarakat, sehingga berasumsi bahwa harus memposisikan masyarakat seperti itu?

Berikutnya muncul lagi pertanyaan terhadap partai-partai. Kenapa para caleg-calegnya seperti itu? Apakah partai tidak bisa mengkader dengan baik para kader-kadernya? Apakah itu adalah bentuk kegagalan partai dalam mengkader anggota-anggotanya? Kenapa bisa gagal? Apasih sebenarnya materi pengkaderan dan pembinaan terhadap kader-kadernya dan bagaimana sih caranya? Pertanyaan yang lain, apasih kriteria untuk menjadi caleg yang dibuat oleh partai? Apakah karena kecerdasan dan visi misinya? Apakah karena ketenaran dan kepopulerannya? Dan apakah karena uangnya? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU), apa kabar? Stop money politic...! Itulah yang dikampanyekan oleh KPU. Kenapa masih terjadi? Apakah lepas kontrol? Apakah kontrolnya yang kurang? Apakah metode kontrolnya yang kurang tepat? Seandainya lepas kontrol, kenapa merata lepas kontrolnya? Apakah yang kontrol tidak kerja? Atau salah dalam memilih personil yang akan mengontrol? Saya yakin, saya dan kita semua tidak mengerti kenapa seperti ini.

Jika yang terjadi adalah teori dan fakta bertolak belakang. Muncul pertanyaan baru dan masalah baru untuk kita semua kedepannya. Apakah yang akan terjadi 5 tahun yang akan datang? Akan dibawa kemana bangsa ini? Apakah lebih baik atau malah lebih buruk? Jika kondisi ini merata di seluruh nusantara, apakah ini petanda bangsa yang kita cintai ini akan hilang (atau sudah hilang) harkat dan martabatnya seabagai bangsa yang besar dan berdaulat di mata dunia? Ini salah siapa? Apakah salah Pancasila sebagai dasar Negara kita? Apakah undang-undang dan aturan dan peraturan yang ada? Apakah salah pemimpin-pemimpin bangsa ini? Atau apakah salah dari rakyat Indonesia?

Kalaulah ini terjadi, kekesalan dan kekecewaan yang terjadi pada pendahulu kita, pendiri bangsa ini. Kita sebagai penerus hanya tinggal mengisi kemerdekaan, tinggal menikmati saja, tidak bisa menjaga amanah pendahulu kita dengan baik. Kita tidak bisa menghargai jasa-jasa mereka dan berbagai pengorbanan mereka dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan ini. Sebagai bangsa yang besar, kita mutlak menghargai jasa-jasa para pendahulu kita sekecil apapun itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun