Al- Attas menolak pandangan bahwa islamisasi ilmu bisa tercapai dengan melabelisasi sains dan prinsip islam atas ilmu sekuler. Usaha yang demikian hanya akan memperburuk keadaan dan tidak ada manfaatnya selama virusnya masih berada dalam tubuh ilmu itu sendiri sehingga ilmu yang dihasilkan pun jadi mengambang, islam bukan dan sekulerpun juga bukan. Padahal tujuan dari islamisasi itu sendiri adalah untuk melindungi umat islam dari ilmu yang sudah tercemar, menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan. Islamisasi ilmu dimaksud untuk mengembangkan kepribadian muslim yang sebenarnya, sehingga menambah keimanan kepada Allah dan dengan islamisasi tersebut akan terlahir keamanan, kebaikan, keadilan dan kekuatan iman.
Menurut al- Faruqi, Islamisasi adalah usaha untuk mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan islam dan bermanfaat bagi cita-cita.
Lantas, bagaimana sejarah terbentuknya Islamisasi ilmu pengetahuan?
Menurut Wan Mohd Nor Wan Daud, proses islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung sejak permulaan islam hingga jaman sekarang. Ayat-ayat terawal yang di wahyukan kepada Nabi S.A.W secara jelas menegaskan semangat sislamisasi ilmu pengetahuan kontemporer, yaitu ketika Allah menekankan bahwa Dia adalah sumber dan asal ilmu manusia.
Pada sekitar abad kedelapan masehi, pada masa dinasti abbasiyah, proses islamisasi ilmu ini berlangsung secara besar-besaran, yaitu dengan pelaksanaan kegiatan penterjemahan terhadap karya-karya dari persia atau iran dan yunani yang kemudian diberikan pemaknaan ulang disesuaikan dengan konsep agama islam.
Salah satu karya besar tentang usaha Islamisasi ilmu adalah kehadiran karya imam al- Ghazali yang berjudul Tahafud al- Filasifah,yang menonjolkan 20 ide asing dalam pandangan islam yang diambiloleh pemikir Islam dari filsafat Yunani, beberapa diantara ide tersebut bertentangan dengan ajaran agama islamyang kemudian dibahas oleh al- Ghazali disesuaikan dengan konsep akidah islam. Hal yang demikian tersebut, walaupun tidak menggunakan pelabelan Islamisasi, tapi aktivitas yang sudah mereka lakukan sama halnya dengan Islamisasi.
Selain itu, pada tahun 1930-an, Muhammad Iqbal menegaskan akan perlunya melakukan islamisasi terhadap ilmu pengetahuan, iqbal menyadari bahwa ilmu yang dikembangkan oleh barat telah bersifat atiestik, sehingga bisa menggoyahkan akidah umat, untuk itu iqbal menyarankan umat islam agar mengonversikan ilmu pengetahuan modern. Akan tetapi Iqbal tidak melakukan tindak lanjut terhadap ide yang dilontarkan tersebut.
Ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan ini muncul kembali oleh Syed Hosein Nasr, pemikiran muslim Amerika kelahiran Iran pada tahun 1960-an. Nasr menyadari bahaya yang mengancam dunia Islam, karena itulah Nasr meletakkan asas untuk konsep sains Islam dalam aspek teori dan praktikal melalui karyanya.
Kesimpulannya, Islamisasi Ilmu Pengetahuan sejak kelahirannya mengandung para ahli untuk memperbincangkannya. Kalangan cendekiawan Muslim yang berpendapat pentingnya Ilmu pengetahuan meyakini bahwa Ilmu Pengetahuan sangat urgen untuk diislamkan, mengingat ilmu pengetahuan dalam pendangan mereka telah teracuni nilai-nilai ideologi dan filosofi Barat yang banyak bertentangan dengan ajaran agama islam.
Adalah al- Faruqi dan al- Attas, dua tokoh sentralide Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang secara benar mempropagandakan ide itu dengan tujuan mengembalikan Ilmu Pengetahuan yang dinilai telah keluar dari kerangka aksiologisnya. Dalam pemikiran mereka, Ilmu Pengetahuan yang berkembang saai ini bukan lagi untuk kemanfaatan manusia tapi telah mengarah kepada kerusakan dan kehancuran umat manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H