Indonesia merupakan negara yang dikenal memiliki kekayaan alam yang melimpah, tidak hanya itu Indonesia pun terkenal dengan negara yang kaya kan tradisi dan budaya termasuk dalam hal kuliner makanan tradisional yang menjadi dambaan bukan hanya wisatawan dalam negeri tapi juga menjadi dambaan wisatawan luar negeri.
Seperti halnya di daerah Cirebon yang memiliki makanan khas yang melimpah salah satunya adalah nasi jamblang. Nasi jamblang merupakan makanan khas dari Cirebon dengan memiliki sensasi makan nasi dibungkus daun jati dengan bermacam-macam lauk pauk. Tapi siapa sangka nasi ini awalnya adalah racikan keturunan Tionghoa yang disajikan gratis untuk pekerja pribumi.
Pada bulan Mei 1808, pemerintah kolonial Belanda memulai mega proyek pembangunan jalan yang membentang dari ujung barat hingga ujung timur pulau Jawa dari Anyer sampai Panarukan, puluhan ribu pekerja pribumi lalu dikerahkan. Pemanfaatan tenaga pribumi tak berhenti sampai di situ, Â pada tahun 1847 Belanda membangun tiga pabrik besar sekaligus di wilayah Cirebon 2 pabrik pengolahan gula di Plumbon dan Gempol serta satu pabrik spirtus di Palimanan. Ribuan pekerja yang berangkat pagi buta sering kali berangkat tanpa sarapan terlebih dahulu, jika pun sempat mereka hanya berbekal nasi dibungkus daun pisang yang tak bertahan lama.
Saat itu mitos pamali menjual nasi masih berlaku di wilayah Cirebon, Majalengka, dan sekitarnya. Larangan ini terkait dengan filsafat berbagi ala leluhur, nasi sebagai makanan pokok seharusnya dijadikan sedekah untuk berbagi. Melihat hal demikian, seorang pengusaha pribumi dari daerah Jamblang bernama Haji Abdul Latif dan istrinya yang berinisiatif untuk membuat makanan sederhana dan dibagikan secara gratis.
Wilayah Jamblang diapit oleh daerah-daerah industri seperti di Plumbon dan Palimanan. Menafsir adanya industri inilah yang kemudian muncul istilah nasi jamblang atau bisa disebut dengan Sega jamblang sebagai makanan cepat saji untuk keperluan para pekerja-pekerja. Hampir setiap Mbah Pulung dan suaminya Abdul Latief rutin memberikan sedekah kepada pekerja sebagai pembungkus nasi mereka menggunakan daun jati.Â
Selain mudah didapatkan daun jati ternyata juga punya kemampuan istimewa yaitu menjaga nasi tidak cepat basi. Pori-pori daun jati yang lebar juga membuat nasi justru semakin terasa pulen dan kebiasaan ini pun menjadi kearifan lokal masyarakat Cirebon sejak dulu kala hingga saat ini.
Kebaikan hati Mbah Pulung dan suaminya lalu menyebar dari mulut ke mulut. Racikan nasi jamblangnya dengan cepat menjadi popular, banyak pekerja yang kemudian datang untuk makan kemudian membayar dengan ala kadarnya. Permintaan terhadap nasi jamblang pun terus meningkat Mbah Pulung lalu mulai menerima pesanan membuat nasi jamblang di rumahnya. Selain out, Â ia pun mulai memberdayakan tiga orang penggemar sebutan untuk penjual nasi jamblang yang berkeliling
Nasi jamblang mempunyai nilai filosofi tersendiri yaitu "wetengnya sesak pikirane lega" artinya "nasi atau sega itu adalah energi yang membuat aktivitas kita menjadi lancar pikiran kita pun menjadi lancer". Â Metode makan nasi jamblang menggunakan ala prasamanan yang menyediakan lauk pauk daging, paru, tahu goreng, tempe tahu sayur dan tahu goreng, panjelan, perkedel yang dilengkapi dengan sambal goreng khas Cirebon.
Akhirnya nasi jamblang semakin melekat dan berkembang  sebagai kuliner khas dari Cirebon, penjualnya pun semakin banyak dengan menu andalannya masing-masing. Tetapi rata-rata para penjual masih memakai resep turun-temurun untuk menjaga cita rasa khas pada nasi jamblang. Itulah sekilas terkait dengan sejarah nasi jamblang yang ada di daerah Cirebon Jawa Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H