Akhir pekan tiba, libur hanya 2 hari (Sabtu dan Minggu) namun stasiun tetap ramai pengunjung khususnya stasiun Pasar Senen. Kereta Brantas pun menjadi pilihan karena harganya yang cukup ramah kantong yaitu Rp 86.000. Sebanding dengan harganya, posisi kursi memang kurang begitu nyaman dengan formasi 2 dan 3 yang berhadap-hadapan, jarak antar bangkunya pun cukup dekat sehingga bisa dibilang sempit.Â
Namun, untuk soal kebersihan dan keramahan petugasnya KAI Patut diacungi jempol. rute kereta Brantas adalah Pasar Senen -- Blitar PP. Sekedar saran karena tiket kereta Brantas banyak peminat, maka bagi para pemudik dan pelancong yang ingin menggunakan kereta ini harus sudah melakukan pembelian 3 bulan sebelum keberangkatan.
Kereta Brantas pun melaju meninggalkan stasiun Pasar Senen pukul 05.00 sore. Terlihat penumpang mulai berbincang bincang satu sama lain. Ada yang menarik disini, sepertinya mereka tidak asing satu sama lain karena antara satu penumpang dan yang lainnya terlihat sudah saling akrab. Kalau bisa digambarkan seperti  satu rombongan murid sekolah yang sedang piknik.Â
Setelah ditelisik keakraban mereka terjalin karena sering menggunakan kereta Brantas sebagai tujuan pulang dengan intensitas yang cukup sering. Waktu berjalan, saat memasuki waktu sholat Magrib, terlihat pemadangan yang begitu mengharukan dimana mereka bersama-sama menunaikan ibadah Sholat Magrib berjamaah. Begitupun waktu makan malam, mereka saling berbagi lauk yang dibawa masing-masing.
Kaum PJKA (pulang Jumat kembali Ahad) kalimat itu pernah saya dengar untuk menggambarkan para pemudik yang sering pulang akhir pekan ke kampung halaman menemui keluarga. Yah ... mungkin cocok juga bila disematkan kepada mereka. Obrolan pun mengalir antara saya dan penumpang yang duduk disebelah saya yang ternyata termasuk dalam kaum PJKA.Â
Singkat cerita, keluarganya ada di Semarang yang tidak lain adalah kampung halamannya. Beliau sejak sebelum menikah sudah kerja di Ibukota namun ketika menikah sengaja menempatkan keluarganya di Semarang karena biaya hidup di Jakarta terlalu mahal untuk tinggal.Â
Beliau dengan sabar menjalankan pernikahan jarak jauh dengan harapan nanti hasil lamaran kerja nya di Semarang ada yang tembus. "Rindu dengan keluarga pasti, yang penting luruskan niat dengan berdoa supaya nanti dimudahkan segala urusannya" begitu ucapnya.
Banyak alasan yang membuat seseorang menjadi kaum PJKA terutama untuk yang menggunakan moda transportasi Kereta Brantas ini. Semua itu memang pilihan namun yang patut di apresiasi adalah kegigihan mereka untuk terus bersabar dan berusaha demi memperoleh jalan terbaik.Â
Bukan hal yang mudah merencakan pembelian tiket kereta setiap minggu dengan rentang waktu 3 bulan sebelumnya, belum lagi stamina yang harus dijaga karena sudah pasti lelah sekali duduk selama berjam-jam dengan kondisi tubuh tegak lurus.Â
Kondisi psikologis yang naik turun juga menjadi cobaan, ibaratnya sudah  rindu keluarga biasanya ketambahan cibiran orang lain yang pasti datang dengan bermodalkan dalil agama, norma masyarakat, buku panduan kesehatan, bahkan prinsip ekonomi untuk mencari celah salah.
Pernikahan yang umumnya orang katakan adalah suami mencari nafkah istri mengurus rumah tangga, hidup serumah dengan pasangan dan anak. Â Tapi siapa yang dapat menebak bagaimana jalan hidup kita kedepannya?Â