Mohon tunggu...
La Ode Muhamad Fiil Mudawat
La Ode Muhamad Fiil Mudawat Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Founder dan CEO SuratO - Generator Surat Online ⏩ Founder dan CEO Formatadministrasidesa.com ⏩ Influencer ⏩ Blogger ⏩ Head of School ⏩ Frontend Web Developer ⏩ Eks Perangkat Desa

Di tengah arus deras perkembangan teknologi dan dinamika pemerintahan, saya, La Ode Muhamad Fiil Mudawat, berdiri sebagai saksi dan pelaku perubahan. Dari ruang-ruang buku di Toko Buku Gramedia hingga layar digital di "SuratO - Generator Surat Online", perjalanan saya adalah kisah tentang dedikasi, inovasi, dan transformasi. Sejak awal, saya memulai karir sebagai Pramuniaga dan Customer Service Officer (CSO) di Toko Buku Gramedia pada tahun 2013-2014. Di sana, saya belajar bahwa setiap buku bukan hanya berisi kata-kata, tetapi juga harapan dan ide-ide besar. Pengalaman ini menjadi fondasi yang kokoh ketika saya melangkah ke dunia jurnalistik di SKH Baubau Post pada tahun 2014, mengangkat isu-isu politik dan pemerintahan yang memerlukan ketajaman analisis dan integritas. Di Media Online KeptonNews, saya melanjutkan perjalanan jurnalistik ini, menyelami dinamika berita dengan penuh rasa ingin tahu dan tanggung jawab. Namun, tidak puas hanya dengan kata-kata, saya memasuki arena pemerintahan desa sebagai Kepala Urusan Pembangunan dan Kepala Seksi Kesejahteraan di Pemerintah Desa Batuatas Barat. Di sinilah saya menyadari kekuatan nyata dari administrasi dalam membentuk masyarakat. Pada tahun 2018, saya mendirikan "Format Administrasi Desa," sebuah inisiatif yang bertujuan untuk menyederhanakan administrasi desa. Ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang mempermudah kehidupan sehari-hari masyarakat desa dengan solusi yang praktis dan efektif. Saat ini, saya mengelola "SuratO - Generator Surat Online", sebuah platform yang saya bangun dengan misi untuk membuat pembuatan surat menjadi proses yang cepat, mudah, dan gratis. Dalam setiap klik dan ketikan, saya melihat cita-cita saya untuk memberdayakan pengguna dalam pengelolaan surat-menyurat. Di luar dunia digital, saya aktif dalam berbagai organisasi. Dari menjadi Anggota FK PKBM Kabupaten Buton Tengah hingga Direktur LAPMI HMI Cabang Kendari, saya terlibat dalam berbagai aktivitas yang memperluas wawasan dan memperkuat jaringan. Peran saya di BEM FKIP Unhalu dan DPM FKIP Unhalu mengajarkan saya bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang posisi, tetapi tentang mempengaruhi dan menginspirasi. Saya mendalami administrasi pemerintahan desa, pengembangan web frontend dengan keahlian dalam HTML, CSS, JavaScript, dan XML, serta blogging dan jurnalistik. Pelatihan dan seminar yang saya ikuti, seperti Training of Website Portfolio menggunakan WordPress dan berbagai webinar mengenai pemasaran digital, adalah bagian dari perjalanan saya untuk terus belajar dan beradaptasi. Saya menerima Penghargaan sebagai Peserta Terbaik dalam Training of Website Portfolio menggunakan WordPress pada tahun 2021. Bagi saya, penghargaan ini adalah simbol dari perjalanan panjang dan kerja keras. Filosofi saya selaras dengan kata-kata Albert Einstein (The World As I See It." Philosophical Library, 1949), bahwa “Pendidikan adalah senjata paling kuat yang bisa Anda gunakan untuk mengubah dunia.” Dengan semangat ini, saya terus berusaha membawa perubahan positif melalui inovasi dan dedikasi. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perjalanan dan karya saya, kunjungi: Format Administrasi Desa : https://formatadministrasidesa.com dan SuratO - Generator Surat Online : https://surato.formatadministrasidesa.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Membuka Duka di PT.SAKA : Lahanku Aspalmu

9 Februari 2014   01:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:01 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

k

Jakarta, menyongsong tahun baru 2013. presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di depan seluruh gubernur, bupati, walikota, pangdam, serta kapolda seluruh Indonesia menegaskan empat arahan dan instruksi yang salah satunya adalah atasi sengketa pertanahan atau lahan. SBY mengatakan ‘persoalan yang menyangkut masyarakat, jangan dilepas dan jangan dibiarkan, tetapi mesti diatasi dan dikelolah secara adil, tepat, tuntas, serta konklusif sehingga tidak menjadi bom waktu di masa depan’. Lanjutnya jangan ada kesan seolah-olah terjadi ‘pembiaran’ oleh pemerintah.

Di sisi lain di pinggiran tenggara Indonesia, desa kecil Pasarwajo tepatnya Kabupaten Buton jeritan teriakan rakyat akan lahannya yang dikuasai selama lima puluh satu tahun oleh perseroan terbatas sarana karya (PT.Saka) tak berujung pangkal, berharap ada penyelesaian namun penyelesaianpun semakin jauh, sejauh panggang dari api.

Ceritra Rakyat

Bermula dari penemuan kolonial Belanda yang menemukan batu hitam (aspal) di jazirah Buton membawa cerita sendiri bagi pelaku imperealisme kala itu. Dan mengangkat predikat Buton sebagai daerah penghasil aspal satu-satunya di dunia. Zaman berubah tahun berganti cerita itu menyisakan tangis mendalam bagi masyarakat yang memiliki lahan perkebunan di lokasi perusahaan tambang. Di tahun 1962 PT.Saka (persero) menguasai lahan masyarakat seluas 82.054 meter persegi. Bagai tanah tak bertuan, lahan perkebunan yang berisi tanaman rakyat dilibas dengan doser-doser yang mengatasnamakan pembangunan. Turun temurun kisah itu diceritakan kepada anak cucu pemilik lahan sebagai dongeng sebelum tidur. Dongeng yang mengisahkan keserakahan seperti cerita Alibaba dengan negeri seribu satu malamnya, yang memposisikan masyarakat hidup dalam sarang penyamun. Setiap hari lahan masyarakat semakin tipis dan akhirnya habis terkikis oleh garangnya penyamun-penyamun rakus yang berlindung dibalik wajah hukum.

Sertifikat hak guna bangunan nomor lima dan enam tahun 1997 yang mengklaim lahan masyarakat adalah milik PT.SAKA, menimbulkan pertanyaan, Siapa yang menjual dan memberi lahan tersebut? Padahal dalam undang-undang pokok agraria nomor 5 tahun 1960 disebutkan bahwa pemindahan hak terjadi karena adanya jual beli, hibah, hibah wasiat, tukar menukar dan pewarisan. Masyarakat mencoba etis menyikapi lahan mereka dengan prosedur hukum yang ada. Namun selalu kandas, dan hanya berakhir pada tahap mediasi non solusi yang memaksa masyarakat harus kembali bermeditasi..Bila kecendrungan ini dibiarkan berlanjut, kepercayaan masyarakat akan hukum kian luntur. Haruskah masyarakat membuat hukumnya sendiri ketika hukum tidak berpihak terhadap mereka? Seolah-olah apa yang menjadi kekhawatiran SBY menyata di negeri aspal, jika masalah ini terus dibiarkan berada dipersimpangan jalan.

Halte telah dibangun namun busnya tak kunjung datang, masyarakat pemilik lahan menjadi pesimis dan cenderung apatis sebab telah lama tak jua mendapat kepastian hukum yang jelas. Bak mimpi di siang bolong, berharap mendapatkan ganti rugi belakangan justru masyarakat dituduh melakukan penyeborotan lahan dan menghambat proses pembangunan yang sedang menggeliat secara ‘streotip’ oleh PT.SAKA dan pemerintah kabupaten Buton. Sungguh sebuah ironi ketika masyarakat harus tergugat atas tanahnya sendiri.

Pihak importir aspal juga tak pernah tahu bahwa aspal yang digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan di negerinya berasal dari aspal yang digali dari perut lahan-lahan rakyat yang tak diberi ganti rugi, tak salah jika dikatakan (blood asphalt) aspal darah. Aspal darah yang digali kemudian di tampung di atas lahan-lahan penduduk negeri yang tak mampu berkata tidak atas ekploitasi perusahaan. Berharap zaman yang kan menjawab ternyata itu keliru hingga masalah konflikpun harus diwariskan kepada anak dan cucunya seperti historical legacy (warisan sejarah). Namun apa daya, berpuluh-puluh tahun harus dijajah oleh bangsa asing kini pula harus dijajah bangsa sendiri.

‘CSR’ Kesadaran Palsu

Corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan yang intinya ketika perusahaan melakukan eksploitasi harus memperhatikan aspek-aspek sosial kultural masyarakat setempat. CSR banyak diatur dalam regulasi. Diantaranya undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas (pasal 74 ayat 1) menyebutkan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam ‘wajib’ melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ada lagi keputusan menteri BUMN nomor KEP-236/MBU/2003, tanggal 17 juni 2003 tentang program kemitraan bina lingkungan bahwa BUMN perlu berpartisipasi untuk memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi, kondisi sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Pemerintah pun telah mendukungnya dengan mengeluarkan peraturan pemerintah(PP) nomor 47 tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan terbatas yang menyebutkan diantaranya dalam pelaksanaan CSR dapat diberikan penghargaan, misalnya fasilitas atau kemudahan sesuai ketentuan berlaku atau diberikan reward bagi perusahaan yang mempunyai kinerja baik dalam kerja sama program CSR. Akankah optimisme ini menjadi kenyataan?

Konsep CSR begitu indah untuk mencairkan kebekuan masyarakat yang hidup dalam areal pertambangan, namun praksisnya pemerintah kabupaten Buton dan PT.Saka alih-alih mode CSR yang dibincang malah yang ada hanyalah eksploitasi dan pembodohan terhadap masyarakat ditambah tak ada kemauan instropeksi dan perhatian kepada masyarakat. Optimisme ini pun menjadi mandul dan hanya sebagai retorika berbusa yang bersifat slogan hiasan bibir ketimbang benar-benar ingin dilakukan secara serius dan konsekuen. Malah CSR digunakan oleh ambisi oknum penegak hukum, oknum birokrasi, bahkan penguasa untuk memperkaya diri. Lahan konflik berubah menjadi lahan politik dan lahan yang menampung keserakahan. Bahkan seorang tokoh masyarakat harus ikhlas melepaskan jabatannya (dinonjobkan) oleh pemimpin daerah ketika harus mempertahankan apa yang menjadi haknya di lahan tersebut.

Pada akhirnya permasalahan lahan masyarakat hanyalah menjadi benang kusut yang tak mampu terurai. Rakyat terus bertanya dan menebak-nebak apa yang terjadi esok dengan tanahnya, inilah potret negeri kita, negeri yang minus memberi kepastian hukum pada rakyat jelata, negeri teka-teki seperti dalam epilog singkat A.Mustafa Bisri. "Jangan tanya mengapa? yang disana dimanjakan, yang disini dihinakan, tebak saja!!!"

Opini ini pernah dimuat pada Harian Lokal tahun 2013 lalu.

Penulis : Rami Musradi Zaini*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun