Mohon tunggu...
Fajar Hardiansyah Subais Fajar Hardiansyah Subais
Fajar Hardiansyah Subais Fajar Hardiansyah Subais Mohon Tunggu... pegawai negeri -

www.urbancikarang.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Ayah dan Anak Dilema Demo Kenaikan BBM

27 Maret 2012   01:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:26 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1332825935814827415

[caption id="attachment_178543" align="aligncenter" width="400" caption="ilustrasi/admin(shutterstock.com)"][/caption] Seperti biasa, Ibu menyiapkan sarapan di ruang makan untuk ayah dan aku. Kali ini suasana pagi ada yang berbeda, tak seperti biasa, aku sarapan dengan semangatnya ayahpun demikian. Ibu “Ayo sarapan yang banyak biar kamu cukup tenaga hari ini, katanya mau ikut unjuk rasa di Gedung DPR”. Ibuku berkata kepadaku. Tak lama ibupun berucap kembali “Ayo ayah juga sarapannya yang banyak dan dihabiskan, katanya hari ini akan bertugas di Bundaran HI mengamankan aksi unjuk rasa” Aku dan ayahpun bersahut kepada ibu ” Iya ibu, pasti kami habiskan sarapan ini, sehingga tidak ada yang terbuang sia-sia” sahutan ini selalu kami sampaikan kepada ibu setiap pagi sarapan, yang berbeda hanya ucapan ibu pagi ini. Iya, aku adalah Hendra, sebuah mahasiswa di universitas negeri ternama di Jakarta, sedangkan ayahku Laksono, anggota TNI berpangkat Bripda. Ayahku selalu berpesan kepadaku, “anak yang berbakti bagi negara dan masyarakat, seperti ayahmu ini yang mengabdi kepada negara. Ayah tidak peduli apa profesimu kelak setelah lulus kuliah”. Perkataan ayah itu selalu terngiang ditelingaku, bahkan saat sarapan pagi ini. Ya, Ayahku akan bertugas menjaga pengamanan aksi unjuk rasa hari ini di Bundaran HI, dan aku akan menyuarakan aspirasiku bersama kawan-kawan di Gedung DPR. Yang lebih membuat ayah dan aku tercengang adalah ketika kami sarapan ibu berkata “Yang semangat kalian ayah dan anakku, ibu selalu mendukung kalian”. Perkataan ibu benar-benar menusuk langsung ke jantungku. Ayah dan aku saling berpandang dan menghentikan kunyahan makan kami, lalu kamipun saling tersenyum. Akhirnya kami berangkat, hari ini karena ayahku ditugaskan ke Bundaran HI dan melewati kampusku, Ayah mengantarku ke kampus dengan motor Supra X 125 yang kami beli dengan cara mencicil itupun masih 2 tahun lagi lunas. Sepanjang perjalanan kami bercakap layaknya ayah dan anak biasa, ayahku berpesan, “Hati-hati unjuk rasanya, jangan anarkis, suarakan apa yang menurut hati nuranimu benar” aku menjawab “Iya Ayah” dan aku lanjut berucap “Ayah juga hati-hati berjaga di Bundaran HI, hindari kontak fisik dengan teman-teman Hendra disana”. Tak lama tiba didepan kampusku dan ayah kembali berkata “Ingat pesan ayah?” aku menjawab “Iya ayah pasti” dan kamipun saling melakukan tooss, setelah tooss ayah memacu motornya menuju Bundaran HI yang memang tak jauh dari kampusku di Salemba.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun