Mohon tunggu...
Fidelis Harefa
Fidelis Harefa Mohon Tunggu... Pengacara - Info Singkat

Berasal dari Pulau Nias, tepatnya di Nias Utara. Saat ini berdomisili di Kalimantan Tengah, Kota Palangka Raya. Co-Founder/Managing Partner Law Firm Kairos

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Antara "Etika" dan "Peraturan" Lalu Lintas

25 Februari 2015   08:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:32 7188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_352852" align="aligncenter" width="567" caption="Foto dari ridertua.com"][/caption]

Ada dua hal penting yang ingin saya bagikan di sini, yakni etika dan peraturan. Etika dan peraturan (undang-undang/hukum) saya bicarakan dalam konteks berlalu lintas. Saya awali dengan menjawab pertanyaan, apa itu etika? Menurut Roger Chrisp, ada tiga hal penting yang harus kita ketahui bila kita berbicara tentang etika. Pertama, etika adalah sistem nilai dan kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan sekelompok manusia. Dalam kelompok tertentu, sistem nilai ini tidak dibukukan, tapi semua anggota memahami dan mengerti. Kedua, etika merujuk pada salah satu bagian dalam moralitas yang melibatkan gagasan-gagasan seperti kebenaran dan kesalahan, rasa bersalah dan malu, dan sebagainya. Ketiga, etika dalam sistem moral itu sendiri, merujuk pada prinsip-prinsip moral yang paling mendasar. Dalam memahami, melaksanakan dan mewujudkannya, dituntut sebuah kesadaran.

Dari tiga hal penting di atas, saya berpendapat bahwa etika dalam konteks berlalu lintas lebih merujuk pada "di antara sederet yang dibolehkan dan telah diatur, terdapat hal-hal yang tidak boleh atau tidak semestinya dilakukan, meskipun telah diatur berlawanan dengan itu; sebaliknya, di antara sederet larangan, ada hal-hal yang boleh dilakukan meskipun hal itu tidak diatur". Bagaimana hal itu bisa berlaku? Ada sebuah pengandaian bahwa dalam berlalu-lintas, setiap pengemudi atau pengguna jalan bukanlah robot atau mesin, bukan pula manusia yang otaknya telah diremot oleh pengontrol elektronik. Pengguna jalan raya adalah manusia yang memiliki akal budi, punya rasa dan moralitas. Dalam konteks ini, mereka adalah manusia yang sudah memahami etika dan sopan-santun.

Setelah etika, kita berbicara sedikit masalah peraturan. Di Indonesia, sebagai negara hukum, banyak hal diatur dalam bentuk hukum atau undang-undang. Sebuah undang-undang memuat peraturan dan larangan, sekaligus mengatur tentang sanksi apabila terjadi pelanggaran. Bila dalam berlalu-lintas terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, akan diberikan sanksi bisa berupa denda atau kurungan. Bagaimana bila terjadi laka lantas? Katakanlah bahwa dengan azas praduga tak bersalah, setiap orang dimungkinkan untuk masuk dalam kategori tidak sengaja atau karena kelalaian. Tapi setelah diselidiki, setiap laka lantas bermula pada sebuah pelanggaran terhadap aturan yang ada.

Contoh Peristiwa

Dua hari lalu, istri saya mengalami kecelakaan lalu-lintas ketika mengantar anak saya ke sekolah. Kecelakaan terjadi di jalan yang arus lalu lintasnya dua arah. Setiap pagi, arus lalu-lintas di lokasi ini selalu ramai oleh kendaraan orang tua yang mengantar anak ke sekolah. Untuk menuju ke sekolah, di jalan dua arah ini harus melakukan perubahan arah ke kanan dengan menyeberang jalan di arah lalu-lintas berlawanan. Sebelum berbelok, istri saya berhenti dan menghidupkan lampu sein, memberi tanda bahwa akan berbelok, kemudian menyeberangi. Saat berbelok dan menyeberang, istri saya ditabrak dari arah kiri oleh seorang bapak yang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan kira-kira 50-60 km/jam.Terjadilah benturan antara kedua sepeda motor ini.

Istri saya tumbang bersama tumbangnya sepeda motor, sementara anak saya terlempar kira-kira satu meter dari sepeda motor. Karena saat menyeberang, kecepatan dan keadaan dikontrol penuh oleh istri saya, maka masih ada ruang untuk membangun antisipasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Karena istri dan anak saya mengenakan helm dengan baik, terhindar dari benturan keras. Anak saya tidak apa-apa, hanya saja istri mengalami luka di kaki dan tangan. Sementara, bapak yang menabrak, jatuh ditimpa sepeda motornya. Dada dan kepalanya mengalami benturan. Ternyata sang bapak tidak mengancing helm sehingga mudah terlepas. Syukurlah bahwa tidak ada korban jiwa. Saat itu juga, para polisi yang mengatur lalu-lintas mengantar korban ke rumah sakit. Kedua sepeda motor rusak berat, tapi tidak ada korban jiwa.

Penyelesaian Kasus

Sepeda motor ditahan oleh polisi sebagai barang bukti terjadinya laka-lantas. Dari pihak polisi memberikan tawaran penyelesaian masalah. Bisa diselesaikan secara kekeluargaan dengan membuat surat perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak, atau bila ada pihak yang merasa dirugikan, bisa juga diperkarakan. Sebelum mencapai kesepakatan untuk membuat perjanjian perdamaian, terjadi perdebatan antara saya dan pihak keluarga bapak yang menabrak tadi. Poin yang memberatkan menurut pihak keluarga bapak ini adalah: "Istri saya adalah penyebab terjadinya kecelakaan karena memotong arus jalan LURUS yang merupakan hak bagi pengendara di jalan lurus itu. Oleh karena itu, surat perjanjian perdamaian hanya dapat dibuat bila saya bersedia menanggung biaya pengobatan dan biaya perbaikan kerusakan sepeda motor pihak bapak yang menabrak tadi".

Oh... istilah jalan lurus ini yang membingungkan bagi saya. Ternyata, yang dipahami oleh pihak ini, jalan lurus itu bebas hambatan sehingga orang yang berbelok di situ tidak punya hak. Dengan tenang, saya menjawab, "Saya tidak menemukan hal seperti itu dalam peraturan. Sebelum pihak yang berwenang menetapkan pasal-pasal yang memberatkan, perlu saya ingatkan bahwa dalam pasal 116 ayat 2 huruf d, UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatakan bahwa Pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas. Atas dasar itu, saya tidak setuju dengan keberatan yang Anda sampaikan. Saya mengusulkan seperti ini, karena kecelakaan ini menimbulkan kerusakan pada kedua sepeda motor, juga sama-sama ada korban yang dirawat di rumah sakit, masing-masing pihak bertanggung jawab untuk biaya atas kerugian masing-masing. Bila ini tidak disetujui, silakan diperkarakan saja. Kalau ada pasal yang mengatur tentang jalan lurus bebas hambatan, silakan diperkarakan saja". Alhasil, setelah polisi memediasi dan memberi saran, tercapailah kesepakatan untuk berdamai dan kesepakatan tercapai seperti yang saya usulkan di atas.

Antara Etika dan Peraturan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun