Kementerian BUMN mencatat pada Kuartal I 2017 ada 26 perusahaan pelat merah mengalami kerugian. Jika ditotal kerugian yang dialami mencapai Rp3,4 triliun. Wow, jumlah yang sangat banyak, dan itu mampu membiaya anggaran satu Provinsi kecil di Indonesia selama satu tahun.
Kerugian yang dialami perusahaan tersebut menjadi alarm bagi pemerintah. Jangan sampai BUMN yang seharusnya menjadi penyumbang devisa malah menjadi beban untuk pemerintah, atau memakai uang rakyat untuk menghidupkan perusahaan.
Kalau ditanya tentang alasan kerugian, tentu pihak perusahaan atau BUMN akan mencarikan pembenaran terhadap kondisi yang terjadi. Namanya juga satu payung, tentu akan melindungi. Makanya pernyataan dari Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Mochamad Hekal patut didukung. Dia meminta agar perusahaan yang merugi memberikan penjelasan dan membuka laporan mereka ke publik. Jika ditemukan tindakan pidana maka harus langsung ditindak.
Jangan sampai BUMN hanya dijadikan tempat untuk bagi jabatan bagi kelompok pendukung penguasa tanpa mempertimbangkan perkembangan perusahaan dan uang rakyat yang ada didalamnya.
Berita tentang kerugian yang dialami 26 perusahaan pelat merah ini langsung viral dimedia sosial. Netizen mulai membicarakan tentang kerugian triliunan dengan adanya dugaan nepotisme dalam penetapan pejabat dilingkungan BUMN. Mereka menyebutkan kerugian atau menurunnya keuntungan BUMN karena ada orang yang tidak berkompeten diberikan jabatan.
Memang setelah dilantik menjadi Presiden, ada beberapa orang yang mendukung Jokowi pada Pilpres 2014 mendapatkan jabatan. Sebut saja Cahaya Dwi Rembulan Sinaga (komisaris di Mandiri), meski tidak ada latarbelakang pekerjaan didunia perbankkan, pendukung Jokowi ini tetap diberikan jabatan di bank plat merah terbesar Indonesia tersebut.
Atau Refly Harun, pakar hukum yang cenderung mendukung Jokowi tersebut diberikan jabatan di Jasa Marga. Entah apa pertimbangannya sehingga Refly diberikan jabatan di perusahaan yang mengurusi jalan tol tersebut. Ada juga nama Fajroel Rachman, aktifis yang dulu sangat keras bersuara mengkritik pemerintah ini mendapat jabatan di Adhi Karya. Sekarang Fajroel hampir tidak pernah mengkritik lagi pemerintah, mungkin karena sudah dapat jabatan.
Pada tahun 2016, keuntungan yang diraih Adhi Karya menurun drastis. Dan banyak pihak yang menyebutkan itu dampak dari keberadaan Fajroel. Ada juga nama Diaz Hendropriyono, dia mendapat jabatan di Telkomsel. Modal sebagai pendukung utama Jokowi dan anak Hendropriyono, Diaz berhasil menduduki jabatan di Telkomsel.
Nama akademisi UI, Boni Hargen juga mendapatkan jatah jabatan. Meski kata-katanya cenderung provokatif dan melecehkan orang, Boni yang getol membela Jokowi malah diberikan jabatan di kantor berita antara. Ini sangat bahaya, jangan sampai kantor berita resmi milik Negara tersebut terkontaminasi mulut serampangan seorang Boni.
Ada banyak nama lain juga mendapatkan jabatan di BUMN. Apakah itu dari politisi PDI P, Nasdem atau relawan lainnya. Yang jelas ucapan Jokowi tidak akan melakukan bagi-bagi jabatan tidak terbukti.
Nah, makanya perlu penjelasan secara detail dari Kementerian BUMN. Praduga masyarakat tentang kerugian yang dialami 26 perusahaan ada kaitan dengan nepotisme jabatan menjadi jelas. Jika tidak ada pengaruhnya maka masyarakat tidak akan berprasangka buruk, tapi jika nepotisme jabatan itu merugikan maka Presiden atau Menteri BUMN mengambil sikap demi kelanjutan perusahaan.