Mohon tunggu...
Fetty Fajriati
Fetty Fajriati Mohon Tunggu... -

Fetty Fajriati adalah mantan penyiar/reporter RCTI, mantan Humas The Habibie Center, mantan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Fetty masih tercatat sebagai salah seorang associate Fellow di The Habibie Center, dan kegiatannya sekarang adalah menjadi pengajar, trainer, penulis lepas, dan ibu rumah tangga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dapatkah KPID DKI Jakarta menjadi lembaga yang independen?

25 Mei 2011   14:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:15 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, setelah menunggu hampir tiga tahun, anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta, terpilih. Dan pada Rabu, 25 Mei 2011, tepatnya pukul 11.00 Wib, mereka dikukuhkan. Acara Pelantikan yang seyogyanya dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, diwakili oleh Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta, Fajar Panjaitan.

Bagi saya tak perlu siapa yang akan melantik, atau bahkan ada atau tidaknya upacara pelantikan. Yang terpenting,akhirnya KPI Daerah Prop. DKI Jakarta terbentuk dan segera melaksanakan tugasnya mengawal dan mewakili kepentingan masyarakat di dunia penyiaran. Termasuk juga didalamnya kepentingan industri penyiaran dalam menjalankan siaran sesuai dengan Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002.

Saya ingat betul, bulan Juni tahun 2009, saya yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua, bersama dengan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPIP) Periode 2007-2010, bertemu Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo untuk membahas tentang pembentukan KPI D DKI Jakarta. Sejak pertemuan itulah, Pemprov DKI Jakarta dan KPI Pusat mulai bergerak untuk menyaring para calon anggota KPID DKI Jakarta.

Hampir dua tahun proses penyaringan ini berlangsung, hingga saya tidak lagi di KPIP. Lamanya proses penyaringan lebih dikarenakan ketidaksiapan Pemprov DKI Jakarta menyaring sedemikian banyaknya pelamar yang ingin menjadi anggota KPID. Selain itu, bagi Komisi A DPRD DKI Jakarta, yang bertugas melakukan Fit and Proper Test, tentulah tak mudah melakukan itu untuk pertama kalinya. Maka barulah pada tahun 2011, penetapan anggota KPID DKI Jakarta dibuat oleh DPRD DKI Jakarta.

Sekarang saya lega, KPID DKI Jakarta telah lahir. Dengan demikian, tugas-tugas yang sekiranya tak tertangani oleh KPI Pusat, bisa diserahkan kepada KPI Daerah DKI Jakarta. Tugas-tugas itu antara lain adalah penyeleksian pemberian izin siaran kepada lembaga penyiaran lokal dan komunitas di DKI Jakarta, dan pengawasan isi siaran terhadap lembaga-lembaga penyiaran tersebut.

Di Provinsi Jakarta, saat ini sudah ada lebih dari 7 stasiun televisi lokal. Belum lagi Radio yang jumlahnya melebihi 50 stasiun radio swasta, tidak termasuk radio komunitas. Keberadaan lembaga penyiaran swasta lokal, baik televisi mau pun radio, tetap harus diawasi secara ketat. Karena mereka melakukan siaran dengan menggunakan frekuensi, yang dipinjamkan negara, untuk sebesar-besarnya memberi manfaat bagi publik yang menikmati siaran mereka. Jadi adalah tugas KPI Daerah DKI Jakarta memantau dan memberi sanksi bila ada pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran UU Penyiaran.

Oleh karena itu, tak heran jika di dalam UU Penyiaran No. 32/ 2002, pasal 10 ayat (1) g tercantum kalimat: “anggota KPI tidak boleh terkait langsung atau tidak langsung dengan kepemilikan media massa”. Ini artinya, siapa pun yang terpilih menjadi anggota KPI, baik di Pusat mau pun di Daerah, ia tidak boleh adalah seorang pemilik stasiun televisi atau radio. Atau, menjadi pegawai yang memiliki pengaruh terhadap keputusan program siaran di lembaga penyiaran tempat ia bekerja. Karenanya, seorang yang mendaftar menjadi anggota KPI, haruslah meninggalkan pekerjaannya di lembaga penyiaran, bila ia telah terpilih sebagai komisioner di KPI Pusat atau pun Daerah.

Apa bila masih terikat sebagai pegawai di lembaga penyiaran, tempat ia bekerja, maka ditakutkan anggota KPI yang telah terpilih itu tidak dapat bersikap independen dan tidak amanah dalam menjalankan misi UU Penyiaran, yaitu melaksanakan demokratisasi di bidang penyiaran. Belum lagi tugas lain yang harus dilakukan oleh anggota KPI yaitu antara lain membuat peraturan di bawah UU Penyiaran yang disebut dengan Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang yang harus dipatuhi oleh lembaga-lembaga penyiaran.

Membaca nama-nama KPID DKI Jakarta yang baru saja dilantik, saya melihat adanya ketidakseimbangan terhadap kelompok-kelompok yang harusnya ada dalam tubuh lembaga KPI, yaitu adanya keterwakilan kelompok masyarakat di sana. Berikut ini nama-nama komisioner KPI DKI Jakarta periode pertama atau periode 2011-2014.

1.Hamdan Masil, sebagai Ketua, adalahmantan pegawai SCTV yang mewakili kelompok praktisi, dan saat ini ditugasi urusan perizinan

2.Ervan Ismail, sebagai Wakil Ketua, adalah seorang Dosen di Universitas Mercu Buana, yang dalam hal ini mewakili kelompok Akademisi. Ia memegang urusan kelembagaan

3.Akuat Supriyanto, berasal dari Aliansi Jurnalis Independen, atau mewakili LSM, sekarang memegang urusan Isi siaran

4.Ronny Sakti Alamsyah, adalah dulunya staf Ahli KPI Pusat, yang juga pernah bekerja di salah satu televisi lokal. Artinya, ia mewakili kelompok praktisi penyiaran, dan sekarang mengurusi isi siaran.

5.Nor Sa’adah, kabarnya adalah pemilik Production House (PH), yang berarti juga praktisi penyiaran yang sekarang mengawasi isi siaran

6.Wahyudin , adalah tokoh Betawi, satu-satunya yang mewakili masyarakat, dalam hal ini masyarakat Betawi. Ia memegang urusan kelembagaan

7.Ramli Sirait, adalah (katanya) mantan pegawai RCTI/MNC , yang juga mewakili praktisi , dan sekarang memegang tugas pengawasi perizinan.

Banyaknya praktisi yang mendominasi KPID DKI Jakarta, saya harapkan dapat menguatkan KPID DKI Jakarta periode pertama ini, dan bukan malah melemahkan. Artinya, anggota KPID DKI Jakarta harus dapat menempatkan diri sebagai seorang regulator terhadap industri yang menjadi pihak yang diregulasi oleh KPID DKI Jakarta.

KPID DKI harus independen dan mandiri dalam menjalankan proses pemberian izin kepada lembaga penyiaran swasta lokal, lembaga penyiaran berbayar lokal, mau pun lembaga penyiaran komunitas. Tidak boleh ada rasa sungkan karena merasa dulunya juga adalah praktisi. Karena jika sikap independensi itu tidak ada dalam menjalankan amanah UU Penyiaran, maka yang mungkin terjadi adalah KPID DKI Jakarta akan membiarkan dunia penyiaran dikuasai oleh sekelompok pemilik industri penyiaran, dan isi siaran tidak akan banyak mendapat sanksi meskipun ada pelanggaran terhadap UU Penyiaran dan peraturan P3SPS KPI.

Seperti layaknya paramedis yang ikut membidani lahirnya seorang bayi, maka saya yang merasa ikut mendorong keberadaan KPID DKI Jakarta, sungguh berharap agar KPID DKI Jakarta dapat benar-benar menumbuhkembangkan dunia penyiaran, agar frekuensi yang jumlahnya terbatas ini, dapat benar-benar dimanfaatkan oleh industri penyiaran, untuk memberi manfaat dan kebaikan bagi masyarakat DKI Jakarta. Selamat menjalankan tugas dan amanah yang tidak ringan ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun