Mohon tunggu...
Fetty fitria
Fetty fitria Mohon Tunggu... -

Lahir di kel,lapadaku,kec. lawa. Muna barat 09/02/1996

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Part 2) Perjuangan Sang Ibu untuk Menghidupi Kami

7 Juni 2017   21:37 Diperbarui: 7 Juni 2017   22:22 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Cerita ini berlangsung sebelum ibuku mengenal Malaysia seperti yang telah saya ceritakan pada part 1,semua berawal dari ayahku yang pergi meninggalkan kami beberapa tahun Ke Malaysia. Ayahku pergi selama 4 tahun tapi tak ada kabar sama sekali setelah dia pergi selama dua tahun , bahkan kami tidak di beri tanggungan kehidupan. Sebenarnya tahun pertama dan kedua kami lancar dapat kiriman dari ayahku namun setelah memasuki tahun ketiga semua itu hilang dan membuat kami menderita,makanpun susah. Ibuku tidak punya pekerjaan sama sekali saat itu kami hanya mengharapkan uang kiriman dari ayahku.

Setelah beberapa bulan kami tidak mendapat kabar dan kiriman dari ayahku, ibuku memutuskan untuk berdagang bermodalkan uang satu juta rupiah  yang dia pinjam dari nenekku pada saat itu. Usaha pertama ibuku memutuskan untuk berdagang kacang tanah, sebenarnya ini bukan berdagang tapi menjual jasa membuka kulit kacang tanah, setiap hari kami harus duduk di rumah dan menghabiskan waktu untuk membuka kacang tanah, tak kenal lelah, tak kenal istrahat, tak pernah juga mengeluh. Bagiku ibuku seorang perempuan yang tangguh,penyabar,tak pernah mengeluh dengan keadaan dan tetap tersenyum di hadapan kami walaupun saya tahu pasti dulu ibuku tertekan sekali dengan keadaan hidup kami. Sedangkan kami anak-anaknya tidak pernah mengerti dan merasakan penderitaan yang di alami oleh ibuku, kami terlalu polos untuk mengerti keadaan itu semua. Pada saat itu saya masih duduk di kelas 2 SD, adik pertamaku TK dan adik paling bungsu berumur sekitar dua tahun. Keputusan ibuku untuk berdagang kacang tanah ini hanya bertahan sekitar dua bulan karena menurut ibuku pekerjaan ini tidak bisa memenuhi kebutuhan kami sehari-hari, bagaimana bisa memenuhi kebutuhan dalam satu karung kacang tanah yang 50 kg keuntungan yang kami peroleh hanya sekitaran Rp 70.000 sementara kami harus menghabiskan waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan ini kurang lebih satu minggu dan akhirnya ibuku memutuskan untuk berhenti berdagang kacang tanah.

Usaha kedua, ibuku memutuskan untuk mencoba berdagang ayan kampung, kerjaan ini digeluti berkat ajakan salah satu temanya yang sudah cukup berpengalaman di pekerjaan itu. Teman ibuku bilang setiap ekornya ayam kita bisa memiliki keuntungan sebesar 20 ribu rupiah. Namun pekerjaan itu lagi-lagi gagal total bagi ibuku pekerjaan itu bukanlah menguntungkan tapi merugikan, sangat beda jauh dengan yang dikatakan oleh temanya. Padahal ibuku sudah capek-capek berkejar-kejaran untunk mendapatkan ayam kampung, ibuku membeli ayamnya dengan harga yang cukup mahal dan kemudian dia tidak bisa menjualnya dengan harga yang lebih tinggi 20 ribu rupiah dari harga aslinya, malahan di jual dengan harga yang labih murah karena tak kujung laku. Tak bertahan lama ibuku menjalankan kerjaan ini dan berhenti setelah beberapa minggu kemudian.

Tak pernah berhenti berusaha ibuku selalu mencoba dan terus mencoba, karena saya tahu apabila ibuku berhenti berusaha maka kami anak-anaknya tidak akan bisa makan, dan tidak bisa melanjukan sekolah. Saya paham sekali ibuku tidak akan membiarkan kami merasa kekurangan selagi dia bisa kerjakan untuk kami dia akan kerjakan walaupun itu akan membuat dia tersiksa,tersakiti dan bisa mengorbankan kebahagiannya. Setelah gagal di usaha kedua ibuku mencoba usaha ketiga yaitu berdagang sendal,sepatu dan aksesoris di pasar-pasar, Hampir setiap hari ibuku kepasar dengan mengendarai sepeda ontel yang telah kami beli sewaktu kami masih berkumpul dengan ayahku.

Saya masih ingat cerita ibuku setiap kali dia kepasar kampung sebelah ia harus mendorong sepedanya dengan sekuat tenaganya untuk melewati sebuah tanjakan yang cukup tinggi, saya tidak bisa bayangkan menderitanya ibuku saat itu, jalan kaki biasa saja tanpa beban kita sudah kelelahan melewati tanjakan itu apalagi ibuku yang mendorong seorang diri dengan mengangkut  barang-barang jualanya yang cukup berat, Cerita ini saya tidak bisa lupakan karena membayangkanyapun saya sangat-sangat sedih. Ibuku memang hebat setiap hari kepasar yang laku jualan tidak seberapa bahkan pernah mungkin tidak laku sama sekali, tapi ibuku tetap pulang di rumah dengan senyuman, pernah satu kali ibuku pulang dari pasar tidak membawa apa-apa (biasanya roti) dan kami menanyakanya tapi ibu hanya bilang lupa membelinya terlintas melihat mata ibuku berkaca-kaca entahlah mungkin ibuku waktu itu tidak laku sama sekali jualanya makanya ia tidak membelikan kami apa-apa.

Saya pernah mendengar cerita salah satu teman ibuku menjual di pasar, ia menceritakan betapa menderitanya ibuku dulu, ibuku sering curhat sama teman-temanya di pasar, setiap kesedihan yang dia rasakan dia ceritakan mungkin untuk meringgankan perasaan dan beban pikiranya karena di rumah ibuku tidak bisa cerita sama siapa-siapa, sampai saat ini setiap kali saya bertemu dengan teman ibuku dia selalu menanyakan keadaanya, saya tidak mengerti semenderita apasih ibuku dulu kenapa setiap kali saya ketemu sama teman-temanya ibuku yang lain seakan-akan hidup kami perlu di kasihni  padahal bagiku hidup kami enjoy saja. Pernah juga temanya ibuku yang lain mengatakan setiap kali dia kepasar dan berhadapan dengan ibuku tempat jualanya hanya satu doanya biarpun jualannya tidak laku sama sekali asalkan jualan ibuku laku saking kasihanya dia sama ibuku ini, mungkin karena dia tahu penderitaan ibuku yang tidak dapat tanggungguan dari seporang suami dan harus menghidupi anak-anaknya yang masih kecil-kecil.

Setelah saya mendengar cerita dari beberapa orang temanya ibuku, sekarang saya sadar betapa menderitanya ibuku dulu, saya tidak pernah tahu dari ibuku langsung karena dia tidak menunjukkan itu semua kepada kami, di depan kami dia selalu tersenyum, selalu tertawa tanpa ada beban sama sekali, entah ia lakukan itu karena dia tidak ingin melihata kami ikut sedih atau seperti apa saya tidak tahu. Seiring bertambahnya umurku saya sudah paham bagaimana hidup kami dulu,bagaimana menderitanya kami dulu, dan semakin saya tahu semakin saya merasa bersalah kenapa saya membiarkan ibuku merasakanya seorang diri.

Sampai di saat saya menulis tulisan ini ibuku masih merantau di Malaysia demi melanjutkan pendidikan kami kejenjang yang lebih tinggi yaitu menyekolahkan kami di Universitas seperti yang saya dan ibu ingginkan. Ibuku selalu bilang kepada kami cukup dia yang merasakan penderitaan tapi jangan anak-anaknya, maka dari itu ibuku rela menghabiskan waktunya untuk bekerja di negara orang lain. Ibuku rela mengorbankan kebahagianya dan sampai detik ini hanya satu yang ibuku impikan yaitu suatu hari nanti ibuku ingin melihat kami hidup bahagia, sukses dan  tanpa melihat kami merasakan apa yang pernah dia rasakan dulu. Saya juga tahu selama ini ibuku tidak bisa beli baju baru yang dia inginkan, beli makanan enak,tidak bisa memanjakan diri dengan liburan, tidak bisa membeli barang-barang mewah seperti orang lain karena setiap kali gajian ibuku membaginya ke empat tempat yaitu dia sendiri, saya, adik pertamaku dan adik keduaku kami tinggal berpisah-pisah sekarang, saya dan adik pertamaku tinggal di kendari tapi beda asrama sedangkan adik bungsuku tinggal di kampung sendirian semenjak nenekku meninggal dunia.

Banyak orang yang mengatakan ibuku hebat karena bisa menghidupi kami seorang diri tanpa bantuan seorang suami, bisa menyekolahkan kami sampai ke Universitas. Walaupun akhirnya kami harus berpisah-pisah tapi saya yakin suatu hari nanti kami akan bertemu kembali dan berkumpul di tempat yang sama dengan suasana kebahagiaan, dan kesuksesan, sekarang kami semua masih berjuang mencari kebahagian dan kesuksesan itu.

Dengan keadaan kami seperti ini saya belajar bersyukur dan sayapun tahu sekali Allah itu pintar, di dalam hidupku sudah  banyak sekali keajaiban-keajaiban yang Allah tujukkan kepada saya. Jujur kalau berbicara materi kami tidak punya apa-apa tapi setiap kali saya membutuhkanya selalu ada saja jalan yang Allah berikan kepada saya untuk memperolehnya bahkan dari hal yang tidak di sangka-sangka, ibukupun menyadari hal itu. Jadi  kami tidak pernah tertekan dengan keadaan kami  apalagi soal materi, kami hanya berusaha, berdoa dan tawakal. Kami yakin Allah tahu apa yang kami butuhkan dan dia akan memberikan apapun yang kami butuhkan.

Bersambung.........

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun