Disini saya akan mengutip tentang 'SARASEHAN' yang sempat saya ikuti tadi siang. Bahwasannya disana di bahas mengenai tradisi dalam mengungkap jati diri. Awalnya saya sama sekali tidak tertarik, karena saat itu saya mengikuti hanya karena iseng-iseng saja, tetapi kemudian setelah muncul berbagai tanggapan dan pertanyaan, saya mulai tertarik dan menyimak dengan serius. Dari berbagai pertanyaan dan tanggapan, edikit kesimpulan yang saya dapat adalah bahwasannya tradisi dan budaya di Indonesia ini sudah hampir lenyap, hal yang paling kecil yang tidak pernah kita sadari adalah kita telah melupakan jati diri kita sendiri, kita tidak mengetahui apa yang sesungguhnya menjadi tradisi dan budaya kita sendiri, kita tidak mengenal dengan baik diri kita sendiri, dari TK, SD kita sudah di cekoki bahasa luar negeri, dan itu di bangga-banggakan, misalnya ada anak yang juara dalam lomba pidato bahasa luar negeri orang tuanya bangganya minta ampun. Sedangkan jika bahasa Indonesianya nilainya jeblok tidak pernah di urus. Malah parahnya lagi bahasa Jaw, bahasa tradisi yang menurut saya sangat begitu penting, sudah lenyap entah kemana. Ingatkah kalian "BABAD JAWI" yang pernah di bawa ke Inggris hingga jumlahnya 10 gerobak? Orang luar negeri sibuk datang ke Indonesia hanya untuk mempelajarinya dan hebatnya lagi orang Indonesia memberi tahukan secara mendetail semua isi-isi "BABAD JAWI" tersebut. Sedangkan orang Indonesia sama sekali tidak pernah mempelajari, boro-boro mempelajari bahkan mungkin mengingat dan mengetahui saja tidak. Padahal negara kita ini sebenarnya kaya, kita bisa hidup tanpa luar negeri, kita punya minyak, punya batu bara, emas, perak dan masih banyak kekayaan yang lain yang dapat kita olah sendiri. Mungkin kalau di analogikan Indonesia ini adalah bulu yang masih ada kulit ari,dalamnya ada urat nadi,saraf,tulang dsb. Allah telah memberikan kekayaan yang melimpah ruah kepada negara kita, kenapa kita tidak mensyukuri dan mengolahnya dngan sebaik mungkin?. Malah kita mengexpor keluar negeri dari bahan mentah yang murah, di olah oleh pihak luar negeri dan kita membeli lagi dengan harga yang sangat mahal. Bahkan coklat sekalipun dari Indonesia di jual ke luar negeri dengan harga yang sangat murah, dan kita membeli misal hanya untuk "VALENTINE" saja harga coklat sudah semahal nasi beberapa bungkus.
Berbicara tradisi, terkadang juga kita ambigu karena menjalani tradisi jawa atau biasa disebut kejawen kadang dalam islam termasuk syirik. Tapi menurut saya kesyirikan-kesyirikan itu dulu terjadi di karenakan wali tidak mungkin serta merta langsung mengajak orang jawa dengan berbagai kepercayaannya langsung menuju agama islam. Wali mengajak orang-orang jawa masuk islam, dengan memasukkan cara-cara adat jawa agar tidak menjadi perselisihan. Tetapi dalam zaman yang modern ini menjadi perbincangan yang sangat ramai mengenai tradisi (kejawen) dengan islam. Tradisi kejawen yang sangat saya sukai adalah baju "SORJAN", baju adat orang Yogyakarta, karena menurut saya itu salah satu hal yang tidak meninggalkan tradisi, tetapi juga tetap islami. Mengapa tidak? baju kejawen itu ada filosofi yang di buat oleh walisongo, yaitu kancing yang berada di baju sorjan itu ada 5 yang berarti rukun islam, dan kancing yang 3 berada di dalam tertutup oleh baju yang sebelahnya, itu berarti 3 dari rukun islam yaitu syahadat,sholat dan puasa memang di kerjakan dari hati, di sembunyikan karena hanya mengharap ridho Allah, dan kancing yang 2 di luar yang berarti zakat dan naik haji. Dan kancing yang di leher 6 yang berarti rukun iman, dan di baju sorjan ada ujung runcing berjumlah 2 yang berarti syahadat kepada Allah dan Rasulnya
Kembali ke tradisi Indonesia, orang Indonesia memang sekarang ini telah terlenakan oleh hal-hal dari arus globalisasi, orang Indonesia memang di buat mengerti tetapi tidak pengertian, di buat pintar tetapi kepintarannya di manfaatkan. Beda dengan zaman dahulu, orang Indonesia yang belum terkena arus globalisasi. Misalnya ada orang yang kakinya terinjak, orang tersebut masih bisa berkata dengan halus 'NGAPUNTEN' yang artinya minta maaf, terinjak tapi malah minta maaf, saking sopannya. Misalnya lagi mereka lewat atau duduk di atas orang tua pasti mereka menggunakan unggah ungguh, sopan santun. Tapi sekarang?.
Intinya, darimana kita dapat melestarikan tradisi dan budaya yang kita miliki. Semua jawabannya ada di dalam diri ita masing-masing, yaitu bagaimana kitamenemukan jati diri kita yang sesungguhnya. Jati diri asli orang Indonesia yang tidak dibuat-buat. Seperti salah satu kata-kata jawa yang tertulis di belakang tuisan Majid di kampus saya 'ANGLARAS ILINNG BANYU,NGELI NANGING ORA KELI' yang artinya diperumpamakan ilining banyu adalah berbagai budaya yang masuk ke dalam Indonesia, kita memang masuk di dalam arus tersebut tetapi kita tidak hanyut dan terbawa oleh arus tersebut, kita tetap berpegang teguh dan mempunyai jati diri kita, yaitu Indonesia. Sebagai generasi penerus bangsa, ayo kawan-kawan kita temukan jati diri kita, kita perbaiki keadaan Indonesia, kita kembalikan tradisi-tradisi yang telah menghilang. Semangat kawan, bermimpilah yang tinggi dan buatlh aksi nyata untuk mewujudkan apaapun segala impianmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H