Munculnya hierarki sosial atau ketidaksetaraan gender membentuk sebuah budaya yang dinamakan budaya patriarki. Budaya patriarki adalah budaya yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama sehingga kebijakan yang dibuat harus mengedepankan laki-laki. Misalnya, pandangan bahwa hanya laki-laki yang boleh bekerja di ranah publik mengembangkan kreativitasnya, sedangkan perempuan hanya boleh bekerja di ranah domestik mengurusi rumah tangga, anak, dan suami. Laki-laki sebagai sebuah kelompok mendapatkan keuntungan dari budaya patriarki. Sebagai imbalan atas semua keuntungan yang diterima, sering kali mereka berusaha mendominasi, mengeksploitasi, dan menindas perempuan untuk menjaga keutuhan budaya patriarki.
Demikian, feminisme digunakan sebagai gerakan yang berupaya untuk menegakkan persamaan hak dalam hal ini kesetaraan gender dan perlindungan hukum bagi perempuan. Feminisme mencakup teori dan filosofi politik serta sosiologis yang berkaitan dengan masalah perbedaan gender.
Relevansi antara rentannya perempuan menjadi korban kekerasan dengan kajian feminisme terletak pada posisi subordinat perempuan dalam struktur sosial. Kekerasan dalam rumah tangga, seperti yang dialami oleh banyak perempuan, mencerminkan bagaimana budaya patriarki terus menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan dan kontrol utama dalam hubungan rumah tangga. Sikap dominasi dan kontrol negatif dari laki-laki dalam hubungan rumah tangga merupakan manifestasi dari norma-norma patriarki untuk mempertahankan dominasi. Di sisi lain, kekerasan seksual terhadap perempuan yang terjadi di lingkungan profesional maupun publik sering kali mencerminkan keyakinan bahwa perempuan masih dianggap sebagai objek seksual daripada individu dengan hak dan otonomi yang setara.
Analisis feiminisme dari kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan mengungkapkan bahwa salah satu akar masalah ini adalah ketimpangan gender dan budaya patriarki yang dominan. Budaya patriarki membentuk lingkungan di mana kekerasan terhadap perempuan menjadi sesuatu yang dapat terjadi, dan seksisme dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap korban serta pelaku. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan adalah pendekatan komprehensif, termasuk pendidikan tentang kesetaraan gender, penegakan hukum yang kuat terhadap pelaku kekerasan, dan perlindungan yang lebih baik terhadap korban.
Daftar Pustaka
Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gaviota, Andrea. 2021. ABC Feminisme. Yogyakarta: CV Solusi Distribusi.
Komnas Perempuan. 2024. “CATAHU 2023: PELUANG PENGUATAN SISTEM PENYIKAPAN KOMPLEKSITAS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN.” Retrieved (https://komnasperempuan.go.id/catatan-tahunan-detail/catahu-2023-peluang-penguatan-sistem-penyikapan-di-tengah-peningkatan-kompleksitas-kekerasan-terhadap-perempuan). (diakses 1 September 2024, pukul 21.00 WIB).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H