Mohon tunggu...
Fery Nurdiansyah
Fery Nurdiansyah Mohon Tunggu... Konsultan - Adil Sejak Dalam Pikiran

Imajinasi berawal dari mimpi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Demokrasi dalam Cangkir Kopi

20 Oktober 2014   22:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:20 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bernegara tidaklah perkara mudah, peranan menentukan segalanya, kerja keras tidak selalu dapat di nilai baik, tergantung tujuan serta kepentingan. Demokrasi yang membuat bangsa yang seakan-akan bebas, dan kini malah berbanding terbalik, faktanya kebebasan di pegang oleh penguasa kepentingan, dengan iming-iming kesamaan tujuan yang mungkin menawarkan posisi strategis dalam pemerintahan.

Carut marut bangsa dalam hal politik telah babak belur oleh kritikus, dari kolong jembatan hingga senayan, prahara politik kenegaraan berawal dari kompetisi kekuasaan, siapa yang kuat dia yang berkuasa. Walaupun konstitusi menyebutkan bahwa warga negara Indonesia berhak bersuara dan memilih atau dipilih, tetaplah suara itu tidak selalu dapat menilai yang benar, dan tidak selalu memilih yang tepat. Alhasil kepentingan berpengaruh dalam segalanya. Dalam hal politik kepentingan adalah hal yang “Abadi”.

Kewajaran masyarakat yang apatis ataupun sikap netral dipicu oleh ketidakpercayaan mereka, karena pemangku jabatan yang mengatasnamakan kesejahteraan bangsa, yang tidak pernah mereka rasakan secara nyata. Obyektifitas tidak pernah menjadi pertimbangan, hanya sandingan untuk mengarahkan kepentingan politik.

Sebuah kiasan filosofi –secangkir gelas kopi susu yang di mana terdapat susu putih dan kopi yang berwarna hitam, berani menampung manisnya susu dan pahitnya kopi, hingga membuat harmonisasi cita rasa dalam cangkir yang begitu nikmat, sungguh bijaksananya sebuah cangkir­–Apa demokrasi sama halnya dengan sebuah cangkir dalam kopi, ataukah indonesia ini tidak lebih baik dari kiasan secangkir kopi?

Indonesia telah mendapat pemimpin baru, baik atau buruk adalah hal yang relatif, namun ijinkanlah saya menulisnya “Presiden”. Pembaharuan dari carut marutnya bangsa ini tergantung kebijakannya, kami –masyarakat– hanya menjalankan dan mendukung yang sekiranya baik. Penolakan masyarakat terhadap kebijakan presiden hanya menambah rumit, perlu tetasan darah untuk suatu penolakan, agar dapat merubah suatu aturan. Demokrasi kian kompleks, kedikdayaan elit tak pernah goyah, malah makin kokoh, yang kerap menzolimi hak politik waganegara. Di mana keberadaan kami yang sebenarnya bagi Indonesia?.

Demokrasi yang merupakan bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Dengan kekuatan berada di tangan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun