Rupanya masalah"lem Aibon" buntutnya panjang dan lama kaya iklan Choki-Choki. Bermula dari diungkapnya keanehan anggaran APBD DKI Jakarta oleh anggota DPRD dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana.
Tak aneh gimana coba, jika anggaran pengadaan lem Aibon oleh Dinas Pendidikan DKI dituliskan mencapai Rp. 82,8 milyar.Â
Artinya jika dihitung berdasarkan harga satuan per kaleng Aibon Rp. 184.000 per kaleng ukuran 150 gram, maka 37.500 pelajar DKI akan mendapat 2 kaleng Aibon per bulan selama setahun.
Buat apa sih kebutuhan itu, ngelem? Harga perkalengnya pun fantastis. Dipasaran jika kita beli eceran harganya cuma Rp 12.000 per kaleng. Di anggaran itu tertulis 12 x lipat, wow.. banget kan.
Lucunya lagi kilahan pihak pembuat anggaran, Pemerintah Daerah DKI seperti kehilangan kata-kata menghadapi permasalahan ini.
Alih-alih menjawab substansi permasalah, Disdik DKI berkilah anggaran yang tertulis di Sistem e-Budgeting itu salah ketik ujar Sekretaris Disdik DKI,Susi Nurhati.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Syaefuloh Hidayat menyatakan lain lagi, tapi intinya yah ngeles juga sih sebenarnya.
"Terkait dengan anggaran Aibon, saya sudah coba sisir, insya Allah tidak ada anggaran Aibon sebesar Rp 82,8 miliar tersebut," sebut Syaefuloh, Rabu (30/10/2019) lalu. Seperti yang dilansir Kompas.com.
Yang lebih luar biasa alasan Gubernur Anies Baswedan, bukan alasan sih tepatnya tapi kilahan. Kali ini kilahannya menyalahkan sistem e-budgeting yang Anies anggap tidak smart. "Cuma digital saja tapi tidak smart", ujarnya.
Jika kita amati setiap permasalahan muncul, bukan kali ini saja Anies Baswedan berkilah dengan cara menyalahkan pihak lain, seperti urusan Aibon  ini.
Masih ingat kah puan-puan dan tuan-tuan ketika polusi di Jakarta menjadi ramai karena indeks udara Jakarta masuk dalam kategori berbahaya.