Situasi politik Indonesia  terasa memanas menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Joko Widodo-K.H. Maaruf Amin, Tanggal 20 Oktober 2019 yang akan datang. Sebetulnya andai saja DPR periode 2014-2019 lalu tak merevisi UU KPK dan berusaha mengesahkan berbagai RUU kontroversial seperti RKHUP, RUU Pemasyarakatan, RUU Sumber Daya Air, hingga RUU Pertanahan. Mungkin situasi tak akan memanas.
Saya tak bisa memahami motif para anggota DPR periode lalu membahas berbagai RUU yang berpotensi menimbulkan kontroversi, apakah semata-mata hanya untuk memenuhi target agar tak dibilang, tak berprestasi, atau ada motivasi politik lain yang tersembunyi. Berbagai spekulasi emang banyak bertebaran di media, namun semuanya nyaris tak terkonfirmasi kebenarannya.
Namun yang mengherankan, apakah mereka yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat yang konon katanya politikus itu tak memiliki instuisi jika berbagai RUU kontroversial tersebut disahkan diujung masa bakti mereka, maka akan menimbulkan kekisruhan seperti yang terjadi belakangan ini. Atau mereka tahu hal ini berpotensi terjadi, namun karena egonya mereka tak peduli. Entahlah, yang ada di benak mereka mungkin cuma bagi-bagi kuasa. Kalau pun rakyat harus sengsaranya karenanya, ya "Derita Lu" siapa suruh jadi rakyat.
Tak kurang 3 nyawa anak muda melayang akibat kekisruhan yang sejatinya di picu oleh DPR saat mencoba mengesahkan berbagai RUU kontroversial tersebut. Tapi apa pedulinya mereka, cuma menyatakan belasungkawa, dan bicara agar kematian ini diusut sampai tuntas, that's it.
Mahasiswa beserta masyarakat sipil bahkan para tokoh bangsa yang sempat diundang ke Istana negara meminta Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu KPK, namun tak ada respon apapun dari Presiden selain akan mempertimbangkan,Â
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa Perppu. Tentu saja ini kita hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kita putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, beberapa waktu lalu seperti dilansir Kompas.com.
Sementara  berdasarkan Undang Undang No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU KPK akan mulai berlaku 30 hari setelah disahkan. Berarti besok tanggal 17 Oktober 2019 UU KPK yang baru resmi diundangkan.Dengan kata lain segala sumber daya KPK selepas pukul 00.00 nanti malam harus tunduk terhadap UU KPK baru  yang disahkan DPR tanggal 17 Sepetember 2019 lalu.
Presiden Jokowi terlihat begitu berat mengeluarkan Perppu KPK, seolah tersandera dengan partai-partai pendukungnya. Terutama oleh partai pengusungnya PDIP yang dengan jelas dan terang menentang penerbitan Perppu KPK tersebut.
Ditengah ke khawatiran mahasiswa dan masyarakat sipil serta sebagian besar masyarakat Indonesia bahwa institusi anti rasuah akan kehilangan giginya akibat pelemahan yang dilakukan melalui UU KPK yang baru.Â
Para elite partai saling mengunjungi, dengan alasan untuk kepentingan bangsa dan negara. mungkin hal itu benar. Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus lawan Jokowi dalam Pilpres 2019 lalu, bergegas mendatangi Jokowi, diiikuti dengan mendatangi Ketua-Ketua Umum Partai pengusung Jokowi, sang pemenang.
Setelah Prabowo selesai bersafari politik, Â Partai Gerindra mengadakan Rapimnas di Hambalang Kabupaten Bogor, salah satu hal yang dibahas dalam Rapat tersebut ialah menentukan arah dukungan apakah bergabung dengan koalisi pemerintah atau diluar.Â