Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Nunggak Iuran BPJS, Jika Hidup Tak Mau Susah

8 Oktober 2019   08:29 Diperbarui: 8 Oktober 2019   21:51 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-K) terus mengalami defisit. Sejak didirikan pada tahun 2014, tak putus defisit keuangan dialaminya sampai saat ini. Bahkan kecenderungan defisitnya terus naik dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2014, BPJS-K hanya mengalami defisit keuangan sebesar Rp. 1,9 triliun. Kemudian lonjakan defisit terjadi di tahun 2015 menjadi Rp.9,4 trliun. Sempat turun di tahun berikutnya, 2016 menjadi Rp.6,7 triliun.  Lantas melonjak kembali tahun 2017 lebih dari 2 kali lipat menjadi Rp.13,8 trilun.  Tahun 2018 defisit masih terjadi walau sedikit dibawah tahun sebelumnya Rp. 9,1 triliun. Untuk tahun 2019 defisit diperkirakan bisa mencapai angka Rp.32,8 triliun.

Pemerintah lantas coba mengidentifikasi kondisi defisit BPJS-K yang sudah seperti penyakit menahun ini. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) terdapat empat akar masalah yang menjadi penyebab defisit yang terus dialami BPJS-K.

Pertama, struktur iuran BPJS-K masih dibawah perhitungan aktuaria atau underpriced.

Kedua, banyaknya Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) mandiri yang membayar hanya pada saat mereka sakit dan menikmati layanan dari BPJS-K lantas berhenti membayar ketika mereka sudah sehat kembali.

Menilik kondisi ini, SMI menekankan harus diantisipasi dengan perbaikan kebijakan agar hal ini tak terus terjadi. "Ini kalau dalam ekonomi namanya adverse selection. Jadi yang sering sakit, menjadi pendaftar. Sedangkan orang-orang yang sehat merasa tidak butuh, jadi enggak bayar," kata Sri Mulyani bulan Agustus lalu, seperti yang dilansir Katadata.co.id

Ketiga, tingkat keaktifan peserta mandiri atau informal sangat rendah hanya mencapai 54 persen, sementara tingkat utilisasi pemanfaatan sangat tinggi.

Keempat, beban pembiayaan BPJS-K untuk penyakit katastropik sangat besar. Tercatat 20 persen dari total seluruh biaya yang dikeluarkan BPJS-K akibat penyakit ini.

Keempat hal diatas jika dibiarkan, akan membuat defisit BPJS-K menjadi tak terkendali.  Dan bisa saja membuat keberlangsungan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini terancam dihentikan. Untuk menghindari hal itu dibutuhkan sokongan semua pihak dan berbagai upaya perbaikan kebijakan.

Upaya tersebut antara lain berupa perbaikan sistem dan manajemen JKN, penguatan peranan pemerintah daerah, dan penyesuaian iuran peserta JKN.

Dari sisi perbaikan sistem dan manajemen JKN, perlu dilakukan perbaikan database peserta, optimalisasi kepesertaan badan usaha, serta perbaikan sistem pembayaran dan pemanfaatan dana kapitasi.

Lantas terkait peran Pemerintah Daerah (Pemda) dibutuhkan dukungan mereka untuk meningkatkan kepesertaan JKN, pembiayaan JKN , penguatanan promotive preventive dan supply side.

Dan terakhir akan dilakukan penyesuaian kenaikan iuran yang rencananya akan dilakukan 1 Januari 2020 nanti. Khusus untuk iuran peserta mandiri pemilik manfaat kelas 1 dan 2 saja dengan besaran masih akan diatur kemudian.

Langkah-langkah yang diambil pemerintah ini dilakukan agar keberlangsungan hidup BPJS-K bisa terus berlanjut, menjamin kesehatan masyarakat Indonesia.

Saat ini menurut data dari Kemenkeu tercatat 223 juta jiwa tercatat sebagai peserta BPJS-K. Peserta iuran mandiri /PBPU tercatat sebesar 14 persen atau setara dengan 32 juta jiwa.  Nah kelakuan mereka yang ada dikategori ini lah salah satu penyebab utama bleeding BPJS-k terjadi.

PBPU, ini seperti yang diterangkan SMI kerap kali berlaku lancung. Bayar saat sakit saja, setelah sembuh yah berhenti bayar, padahal konsep BPJS-K berawal dari gotong royong, setiap peserta mempunyai kewajiban untuk membayar iuran sesuai kelasnya sepanjang ia terdaftar sebagai peserta BPJS-K. Cuma haknya saja yang ingin mereka manfaatkan. Tanpa memenuhi kewajibannya.

Berbagai cara untuk mensosialisasikan terkait hal ini dilakukan pemerintah, barangkali ada yang kurang paham sistemnya. Namun keliataannya bukan karena ketidak tahuan, namun ada kecenderungan mereka melakukannya dengan sengaja.

Nah untuk mengatasi hal tersebut saat ini Pemerintah sedang menggodok aturan peserta PBPU BPJS-K yang menunggak, selain tak akan lagi dapat mengakses manfaat layanan BPJS-K. 

Para penunggak iuran akan ditagih secara berkala melalui SMS dan email, sampai dengan ditagih secara door to door oleh perangkat pegawai JKN yang ada di setiap Kecamatan.

Dan terakhir, menurut Direktur Utama BPJS-K, Fachmi Idris Presiden Jokowi dalam proses menerbitkan Intruksi Presiden (Inpres) soal sanksi publik kepada mereka para penunggak iuran BPJS-K tersebut.

Inpres ini kini tengah berada dalam proses penetapan yang dibahas di Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan(PMK).

"Soal nunggak terus tak bisa urus SIM, urus paspor dan kredit bank itu kan selama ini hanya menjadi tekstual tapi eksekusinya belum seperti itu. Kenapa? Karena di peraturan publik itu tidak ada di BPJS tapi lembaga lain," kata Fachmi di Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019). Seperti yang dikutip dari Detik.com.

Yah ada kemungkinan para penunggak iuran yang dengan sengaja tak mau membayar, tak akan bisa mengakses layanan perpanjangan atau pembuatan SIM, Paspor, STNK bahkan sampai kredit perbankan.

Mungkin ini jalan terakhir yang terpaksa diambil pemerintah, agar defisit BPJS-K tak berlangsung terus. Tentu saja pemerintah akan secara simultan harus membereskan hal-hal lain terkait defisit ini. Seperti efesiensi pengelolaan dan efektifitas pengelolaan investasi dari iuran tersebut.

Sebetulnya apabila semua peserta BPJS-K sadar, tak perlu pula pemerintah harus bertindak keras seperti itu. Beginilah analoginya, anggap kita ber 9 orang sedang membantu 1 orang teman kita yang membutuhkan, nanti saat kita sakit akan datang 9 orang teman, menolong kita.

Itulah indahnya gotong royong. Mari kita sama-sama saling bergotong royong membangun dan mensejahterakan  seluruh rakyat Indonesia, salah satunya dengan cara membayar iuran BPJS-K tepat waktu.

Sumber.

https://amp.katadata.co.id/berita/2019/08/21/sri-mulyani-beberkan-empat-penyebab-defisit-bpjs-keuangan

https://bisnis.tempo.co/amp/1256903/wamenkeu-beberkan-penyebab-bpjs-kesehatan-defisit-rp-32-triliun

https://m.detik.com/health/berita-detikhealth/d-4736957/siap-siap-nunggak-iuran-bpjs-tak-bisa-urus-sim-dan-paspor

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun