Obligasi Ritel yang diterbitkan pemerintah merupakan salah satu instrumen pembiayaan negara yang ditawarkan kepada individu atau perorangan khusus warga negara Indonesia.Â
Jadi siapapun, mulai dari generasi kolonial sampai generasi milenial, bahkan Gen Z. Sepanjang ia merupakan warga negara Indonesia memiliki hak yang sama untuk menggenggam instrumen keuangan negara ini.
Obilgasi ritel pemerintah pertama kali diterbitkan pemerintah pada bulan Agustus tahun 2006 dengan nama Obligasi Ritel Indonesia. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan sebagai pihak yang berwenang menerbitkan Obligasi pemerintah berharap penerbitan instrumen keuangan ini dapat mewujudkan cita-cita kemandirian dalam pembiayaan pembangunan diberbagai sektor.
Selain itu dapat mendukung stabilitas pasar keuangan domestik, sambil memperluas basis investor dalam negeri. Dengan begitu, ketika modal asing cabut, pasar obligasi pemerintah tetap aman lantaran ditopang investor lokal yang kuat. Dan dapat memelihara kedalaman instrumen investasi bagi para investor ritel.
Pemerintah menyediakan beberapa produk investasi ritel antara lain Obligasi Ritel Indonesia (ORI), Saving Bond Ritel (SBR), Sukuk Ritel (Sukri) dan Sukuk Negara Ritel (ST).
Terdapat beberapa persamaan di keempat surat berharga negara ini.
Pertama, memiliki kriteria sebagai efek utang pemerintah sehingga risikonya ditanggung pemerintah, di mana gagal bayar pemerintah yang hampir tidak mungkin (zero risk).
Kedua, hasil penjualannya akan dipergunakan untuk membiayai pembangunan, melalui pendanaan APBN. Sehingga bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional.
Ketiga, ditawarkan dengan timeline terbatas biasanya tak lebih dari 1 bulan.Â
Keempat, bisa dibeli secara online melalui e-SBN di Mitra-Mitra Distribusi (Midis)yang telah ditunjuk, Â yang terdiri dari bank, Perusahaan efek (Sekuritas) dan lembaga keuangan fintech.
Kupon bunga (bagi hasil buat efek syariah) akan diberikan setiap bulan ke rekening investor setelah dipotong pajak 15 persen.