Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Agar Listrik Padam Tak Berulang, Hilangkan Monopoli

6 Agustus 2019   08:41 Diperbarui: 7 Agustus 2019   12:10 2396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mati Listrik, listrik padam, mati lampu, atau apalah itu istilahnya, yang jelas Perusahaan Listrik Negara alias PLN sebagai perusahan dedicated mengurus urusan pengelolaan dan distribusi listrik bagi pelanggannya di seluruh pelosok Indonesia. 

Pada hari minggu tanggal 4 Agustus 2019 telah gagal memenuhi tugasnya memasok aliran listrik  bagi jutaan pelanggannya di sebagian Jawa Tengah, hampir seluruh Jawa Barat dan Banten, dan seluruh wilayah di ibukota Indonesia, Jakarta.

Bagi sebuah perusahaan yang terikat dengan Good Governance, terutama dibidang pelayanan dan pendistribusian produk dan kemudian gagal melakukannya, itu adalah sebuah aib. 

Terlepas dari alasan penyebabnya yang jelas mereka tak bisa memenuhi apa yang seharusnya mereka lakukan. Pelanggan dan stakeholder tidak mau mendengar alasan apapun. Yang terpenting semua misinya terpenuhi, itu saja.

Presiden sebagai pemimpin pemerintah yang notabene-nya pemegang saham 100% PLN pantas marah, seperti marahnya para pelanggan yang mengalami pemadaman listrik masal kemarin. 

Jokowi sebagai Presiden sampai harus mendatangi langsung  Kantor Pusat PLN untuk minta penjelasan langsung terkait masalah pemadaman masal itu. 

Ia marah dan merasa tidak puas dengan kinerja manajemen PLN. Raut muka Jokowi yang kecewa terlihat jelas saat ia mendengarkan penjelasan top manajemen PLN. "Seharusnya PLN sudah punya Contingency plan dan back-up plan bila gangguan teknis seperti ini terjadi" ujarnya.

Presiden merasa penjelasan PLN itu bertele-tele terlalu panjang dan sangat teknis " yang ingin saya tahu cuma kenapa itu terjadi dan bagaiman memastikan blackout itu tidak terjadi lagi, itu saja bukan penjelasan panjang seperti itu,"ungkapnya.

Penjelasan Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Utama PLN Sripeni Intan Cahyani tidak membuat Jokowi puas rupanya. Sripeni merupakan PLT kedua semenjak Direktur Utama PLN Sofyan Basir mundur akibat terjerat kasus korupsi dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bulan Mei 2019 lalu.  

Sripeni merupakan PLT kedua dalam 2 bulan semenjak Sofyan Basir mundur, setelah sebelumnya, Djoko Abdulmanan. Aneh sekali perusahaan sebesar dan memiliki kompleksitas yang tinggi bahkan direksinya pun berjumlah 11 orang, harus berganti nahkoda setiap bulan.

Sripeni baru menjabat PLT Dirut PLN 2 hari, ketika pemadaman masal terjadi. Ia seperti ketiban pulung dan mungkin satu-satunya pejabat BUMN yang dimarahi Jokowi secara langsung. 

Sudah saatnya Kementerian BUMN sebagai pelaksana pemerintah dalam mengawasi dan mengelola perusahaan-perusahaan pelat merah milik negara menetapkan Dirut defenitif, karena tentu saja sebagai PLT kewenangannya lebih terbatas dan tidak bisa memutuskan hal-hal yang strategis. 

Berbeda dengan pejabat definitif. Untuk perusahaan sebesar PLN dan memiliki tanggungjawab vital bagi masyarakat keberadaan Dirut Definitif adalah sebuah keharusan.

Selain harus segera menetapkan secara definitif top management PLN. Sepertinya harus ada reformasi besar-besaran agar PLN ini membaik dalam memberi pelayanan dalam mengamankan pasokan listrik. 

PLN merupakan satu-satunya perusahaan yang memegang kendali dalam mengelola dan mendistribusikan energi listrik di Indonesia yang artinya PLN memonopoli urusan distribusi listrik ini.

Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memang memberikan pengecualian terhadap beberapa BUMN, termasuk PLN dalam konteks penyediaan listrik negara untuk masyarakat.

Namun kejadian pemadaman masal kemarin menyadarkan kita bahwa monopoli PLN itu tidak baik diteruskan. Monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".

PLN ini merupakan manifestasi dari pure monopoli karena mereka adalah satu-satunya perusahaaan yang memberikan layanan distribusi tenaga listrik dan tidak ada substitusinya sama sekali. Monopoli itu cenderung membuat si pelaku menjadi semena-mena dalam memberikan pelayanan dan tidak efesien secara keuangan.

Pengelolaan listrik memang harus diselenggarakan oleh negara karena merupakan sesuatu yang vital dan memberikan dampak yang luas yang berimplikasi menyeluruh bagi kehidupan berbangsa. 

Namun, pemerintah melalui Kementerian BUMN bisa memecah PLN menjadi 2 entitas dengan level at playing field yang setara tanpa team order mana yang lebih diunggulkan. Biarkan 2 perusahaan pengelola listrik bentukan baru itu bertarung secara fair. 

Yakinlah diujung, masyarakat sebagai pelanggan akan diuntungkan karena masing-masing akan saling bersaing memberikan pelayanan yang maksimal.

Secara internalpun mereka akan lebih efesien karena nature-nya memang harus seperti itu, mau bersaing ya harus efesien karena dengan efesiensi bisa menawarkan harga yang lebih murah dengan layanan yang optimal. Jadi istilah "mau syukur, ga mau ya udah" ga bakalan ada lagi.

Monopoli perusahaan negara sudah harus diakhiri agar lebih efesien dan memberikan layanan yang baik. Evaluasi harus segera dilakukan bagi pengelolaan listrik negara ini, segera akhiri monopoli PLN dalam memasok listrik bagi masyarakat.

Kejadian kemarin memberi kesadaran baru bagi kita urusan listrik terlalu penting dan terlalu berat kalau hanya di tanggung oleh satu perusahaan saja. Berapa banyak kerugian yang harus ditanggung masyarakat akibat kejadian kemarin. 

Dari sisi materi, operator telekomunikasi saja menurut Menteri Komunikasi dan Informasi(Menkominfo) Rudiantara diperkirakan akibat pemadaman kemarin mereka rugi Rp.100 milyar  "Kalau sehari Rp200 miliar, katakan 12 jam ada mati (kemarin), tinggal dikali setengahnya, di atas Rp.100 miliar sih ada," ungkapnya kemarin(5/08/19) seperti yang dikutip dari CnnIndonesia.com

Sektor usaha lain pun mengungkapkan hal serupa  seperti yang disebutkan oleh Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang. 

Kendati belum menginventarisir berapa kerugian yang dialami pengusaha akibat pemadaman listrik masal kemarin. Namun jumlahnya bisa sampai triliunan. 

"Kita agak sulit menghitung angka kerugian akan tetapi jika dihat dari banyaknya sektor usaha dan pelayanan publik yang terimbas maka bisa mencapai triliunan," jelasnya.

Hal yang sama pun terjadi di sektor transportasi. Dua perusahaan transportasi berbasis rel dan menggunakan listrik  sebagai powernya, Mass Rapid Transportation(MRT) walaupun belum menhitung secara pasti berapa kerugian yang harus ditanggungnya. 

Yang jelas mereka harus mengembalikan ongkos yang telah dikeluarkan penumpang sebanyak 3.410 orang dari 4 set gerbong MRT yang terjebak di sepanjang koridor relnya antara stasiun HI sampai dengan Lebak Bulus. Belum lagi potensi pendapatan yang hilang akibat berhentinya layanan akibat ketiadaan suplai listrik. 

Commuter line Jabodetabek pun harus melakukan langkah yang sama mereka mengembalikan ongkos penumpang yang gagal berangkat dan menghentikan 240 perjalanan kereta. PT. Kereta Commuter Jakarta (KCJ) belum menghitung secara pasti besaran kerugian mereka. "Untuk kerugian belum (terhitung), kami masih fokus di pemulihan pelayanan pelanggan," kata VP Corporate Communications PT KCI Anne Purba kemarin seperti yang dikutip dari republika.co.id.

Sektor-sektor lain pun mungkin akan mengungkap kerugian yang mereka alami akibat  pemadaman listrik masal ini. Walaupun PLN berniat mengganti kerugian masyarakat yang terkena dampak  pemadaman tersebut namun ada kerugian non-materi yang luput terhitung yaitu kenyamanan dan ketenangan  mereka.

Evaluasi dan kemudian reformasi dalam sistem perlistrikan dan perusahaan pengelolanya dalam hal ini PLN mutlak dilakukan pemerintah kejadian ini bukan kali pertama terjadi tahun 2002 hal seperti inipun pernah terjadi. Pencabutan monopoli adalah satunya. Semoga kejadian ini tidak terulang lagi.

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun