Kemudian, ke dua belah pihak sepakat untuk melakukan due dilligence, dan bernegoisasi sebelum akhirnya menemukan kesepakatan bahwa merger terus berlanjut dan memasuki tahap finalisasi.
Kesepakatannya, yang akan menjadi entitas penampung atau surviving company adalah XL Axiata dengan nama baru PT. XL Smart Telecom Sejahtera (XL Smart), dengan struktur transaksi berupa kombinasi share swap dan pembayaran tunai.Â
Karena keduanya merupakan perusahaan terbuka, sesuai kesepakatan, XL Axiata lah yang akan tetap tercatat di BEI, dan menerbitkan saham baru untuk diserap oleh Smartfren dengan rasio saham penggabungan yang telah disepakati yakni 72:28.
Sementara Smartfren yang memiliki kode perdagangan FREN setelah proses merger ini rampung akan di delisting dari bursa saham Indonesia.
Komposisi kepemilikan saham di entitas baru, XL Smart setelah merger ini selesai, masing-masing sebesar 34,8 persen dan keduanya akan menjadi pemegang saham pengendali bersama, dengan pengaruh dan bobot serupa terhadap berbagai keputusan strategis XL Smart ke depannya.
Secara keseluruhan,merger ini direncanakan akan selesai pada Semester I 2025.
Masih ada dua langkah lagi yang harus dilakukan, yakni menunggu perizinan dari Komdigi yang estimasinya selama 2 bulan , dan OJK yang diperkirakan akan memakan waktu 3 bulan.
Setelah itu, XL Axiata dan Smarfren akan mengadakan RUPS Luar Biasa dan seluruh proses merger diperkirakan akan sepenuhnya rampung dan siap beroperasi sebagai entitas baru pada tanggal 15 Mei 2025.
Pasca merger ini selesai nilai aset entitas baru bernama XL Smart tersebut akan sebesar US$ 6,5 miliar atau setara Rp.104 triliun.
Dampak Merger XL dan Smartfren
Merger antara XL Axiata dan Smartfren merupakan contoh klasik dari tipologi merger horizontal, di mana dua perusahaan yang biasa bersaing satu sama lain bergabung menjadi satu entitas.
Seperti kita tahu, XL dan Smartfren beroperasi dalam industri yang sama, yaitu industri telekomunikasi. Keduanya menawarkan produk dan layanan yang serupa, seperti layanan seluler, internet, dan data. Sebelum merger, kedua perusahaan ini merupakan pesaing langsung dalam merebut pangsa pasar telekomunikasi di Indonesia.Â