Secara sederhana, frugal living, atau dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai gaya hidup super hemat, adalah sebuah pendekatan terhadap kehidupan yang berfokus pada pengeluaran yang bijaksana.Â
Ini bukan sekadar membatasi diri dari segala kesenangan, melainkan lebih kepada membuat keputusan pembelian yang lebih terukur dan bertanggung jawab.
Orang yang menganut gaya hidup frugal tidak serta-merta menghindari semua hal yang menyenangkan.Â
Mereka tetap bisa menikmati hidup, namun dengan cara yang lebih bijak. Misalnya, alih-alih membeli barang-barang branded yang mahal, mereka memilih barang-barang berkualitas dengan harga yang lebih terjangkau. Atau, mereka lebih suka memasak di rumah daripada makan di restoran setiap hari.
Konsep frugal living ini bukan hanya tentang menghemat uang, tetapi juga tentang menghargai apa yang sudah dimiliki dan mengurangi konsumerisme.Â
Dengan hidup lebih hemat, seseorang bisa mencapai tujuan finansial lebih cepat, seperti membeli rumah, merencanakan pensiun, atau bahkan melakukan perjalanan yang sudah lama diimpikan.
Relasi Antara Penerimaan Pajak dan Frugal Living
Nah, ketika konsep frugal living ini diterapkan secara masif, otomatis akan mengurangi konsumsi barang dan jasa, baik langsung maupun tidak langsung.
Penurunan konsumsi ini tentu saja berdampak pada pendapatan negara dari sektor pajak, terutama pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikenakan atas hampir semua barang dan jasa.
Akibatnya penerimaan negara dari pajak terutama PPN sangat potensial untuk turun secara signifikan.
Jadi tujuan kenaikan tarif pajak untuk menambah pundi-pundi pendapatan negara pada akhirnya tak akan tercapai.
Selain ajakan Frugal living, media sosial pun diramaikan ajakan berbelanja di tempat-tempat informal seperti warung-warung gerobak, atau makan di pedagang kali lima yang terkena PPN-nya lebih minimal.