Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR-Kemenkeu), jika tak ada aral melintang, Pekan ini, kembali akan meluncurkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel berbasis syariah atau SBSN, seri Sukuk Ritel SR021.
Seperti penerbitan SBN ritel sebelumnya, SR021 Â bakal ditawarkan menggunakan skema dual tranches, satu penerbitan dengan dua masa jatuh tempo atau tenor berbeda dan dua imbal hasil berlainan, sub seri SR021T3 bertenor 3 tahun dan SR021T5 yang masa jatuh temponya 5 tahun.
Instrumen keuangan fixed income berbasis syariah ini rencananya bisa dipesan mulai 23 Agustus 2024 sampai dengan 18 September 2024.
Kedua sub seri SR021 tersebut memiliki karakteristik utama, berimbal hasil tetap atau flat rate hingga tenornya tuntas dan bisa diperjualbelikan kembali (tradeable) di pasar sekunder antar investor domestik.
Bagi Pemerintah, penerbitan SR021 seperti halnya seri-seri SBN ritel yang telah terbit sebelumnya dan akan terbit di masa mendatang memiliki tujuan strategis, yakni sebagai alternatif investasi yang dijamin keamanannya, mudah dalam mendapatkannya lantaran transaksinya bisa dilakukan secara online, terjangkau karena minimal investasi awalnya hanya Rp. 1 juta, serta imbal hasilnya pun cukup menarik, pasti di atas suku bunga acuan Bank Indonesia, rata-rata deposito di bank-bank besar nasional serta kompetitif terhadap suku bunga SBN Umum.Â
Selain itu, penerbitan SR021 diharapkan akan memperdalam dan memperluas basis investor, terutama investor syariah di dalam negeri yang  ujungnya akan mendorong proses transformasi keuangan masyarakat dari saving oriented society menuju investing oriented society.
Jika transformasi ini berhasil dilakukan, kemandirian bangsa Indonesia dalam pembiayaan pembangunan nasional, dapat segera terwujud.
Proyeksi Imbal Hasil SR021
Dari sisi masyarakat, investor dan calon investor selain faktor keamanan dan kemudahan dalam berinvestasi, hal terpenting lain adalah berkaitan dengan inbal hasil yang akan ditawarkan SR021.
Menurut Direktur Surat Utang Negara DJPPR-Kemenkeu, Deni Ridwan, untuk perkara imbal hasil yang ditawarkan SBN ritel, berdasarkan syariah atau konvensional  selalu mempertimbangkan kondisi terkini pasar keuangan, seperti level imbal hasil dari instrumen SBN bertenor serupa,  suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), rata-rata suku bunga deposito di atas 12 bulan di bank-bank besar nasional, dan kondisi perekonomian domestik maupun global.
Adapun suku bunga acuan BI saat ini, mengutip hasil Rapat Dewan Gubernur BI Â Juli 2024, masih tetap berada di angka 6,25 persen, dengan proyeksi akan mulai menurun paling cepat akhir 2024 menyesuaikan dengan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, yang diperkirakan akan mulai turun pasca November 2024, selepas Pemilu AS kelar.