Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern mengumumkan bahwa dirinya akan mundur dari jabatannya saat ini paling lambat 7 Februari 2023, bulan depan.Â
Selain itu, Ardern yang merupakan Pemimpin Partai Buruh, menyatakan bahwa dirinya tak akan mencalonkan diri lagi dalam Pemilu yang akan di gelar Oktober 2023 mendatang.
Seperti dilansir BBC. Com, Wanita bernama lengkap Jacinda Kate Laurell Ardern, mengungkapkan, untuk mengambil keputusan terkait masa depan politiknya tersebut, ia telah memikirkannya sepanjang libur musim panas kemarin.
Pernyataan tersebut ia sampaikan  resmi pada sebuah acara Konferensi Pers, baginya  menjadi Perdana Menteri Selandia Baru selama lima setengah tahun merupakan sebuah kehormatan besar.
Meskipun, menjadi PM Selandia Baru adalah keistimewaan untuk dirinya, tetapi Ardern atas nama tanggung jawab merasa dirinya sudah tidak tepat lagi untuk menjadi pemimpin di Negeri Kiwi itu di masa yang akan datang.
"Dengan memegang peran istimewa seperti itu, datanglah tanggung jawab, termasuk tanggung jawab untuk mengetahui kapan anda adalah orang yang tepat untuk memimpin, dan juga kapan anda tidak" ucap Ardern.
Ia memutuskan mundur dan tak maju lagi dalam Pemilu mendatang bukan lantaran, ia merasa bakal kalah, tetapi justru ia yakin Partai Buruh yang dipimpinnya akan kembali memenangi Pemilu
Dalam kacamata saya sebagai masyarakat awam, keputusan dan ucapan dari seorang wanita yang sempat menjadi pemimpin pemerintahan wanita termuda di dunia ini, menunjukan bahwa dirinya adalah seorang negarawan sejati yang tak haus kekuasaan.
Mungkin karena ekosistem demokrasi di Selandia Baru yang sudah cukup matang, membuat dirinya yakin bahwa siapapun yang memimpin salah satu negara paling besar di kawasan Pasifik, tujuan penggantinya tak hanya untuk berkuasa,tetapi mengabdi untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Selandia Baru.
Apa yang dilakukan Ardern, sepertinya berbanding terbalik dengan politisi-politisi di Indonesia yang terkesan haus akan kekuasaan dan tak tahu diri.Â
Mereka terkadang menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan, meskipun tahu bahwa peluangnya untuk menjadi pemimpin teramat kecil.