Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Buruk Prestasi, Shin Tae-yong Dipecat, Rasionalkah?

10 Januari 2023   09:33 Diperbarui: 10 Januari 2023   16:13 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menggantungkan harapan tinggi berdasarkan kecintaan pada suatu hal, tanpa mengindahkan fakta teknis di lapangan, biasanya akan berakhir kekecewaan.

Itulah yang terjadi pada harapan tinggi masyarakat di Tanah Air kita tercinta ini terhadap Timnas sepakbola Indonesia, yang terdepak dari ajang Piala AFF 2023, Senin (09/01/23) malam, setelah kalah dari Vietnam dengan skor 0-2 di leg kedua babak Semifinal.

Mungkin para penggemar sepakbola Indonesia, tak akan terlalu kecewa andai skuad Garuda senior bermain bagus, menciptakan banyak peluang, lewat penampilan taktis yang ciamik.

Sayangnya permainannya acak kadut, jangankan "created chances," terlihat jelas visi bermainnya lemah, bahkan sekedar melakukan passing aja tak jelas arahnya

Makanya dalam statistik, Timnas Indonesia mencatatkan, shot on target-nya nol. Secara kasat mata pun kita melihat tak ada peluang bersih yang bisa diciptakan para pemain Indonesia.

Kecewa karenanya? Tentu saja, wong ekspektasinya tinggi kok. Wajar sih sebenarnya karena dasar harapannya tak beranjak dari rasionalitas tapi patriotisme, kecintaannya terhadap negara, jadinya mengabaikan kenyataan di lapangan.

Meskipun jauh di lubuk hati para pecinta sepakbola nasional, sejak dari awal sudah mafhum bahwa secara kualitas jika dibandingkan dengan Timnas Vietnam dan Thailand, Timnas Indonesia sedikit di bawah mereka.

Namun, karena "bola itu bundar" segala kemungkinan bisa saja terjadi dalam sepakbola, makanya harapan tinggi untuk meraih gelar juara turnamen resmi antar negara-negara di Asia Tenggara, Piala AFF, tetap digantungan oleh pecinta sepakbola di Negara +62 ini.

Alhasil ketika harapan tinggi itu membuncah mengalahkan rasionalitas, dan mendapati fakta bahwa harapan itu tak tercapai, rundungan langsung menghujam pada seluruh punggawa timnas Indonesia, terutama pelatihnya, Shin Tae Yong.

Seperti biasa, koor dari para penggemar sepakbola akan menggema ketika mendapati prestasi timnas kesayangannya tak memenuhi harapan mereka 

"Pecat Shin Tae Yong"

"Gusur Shin Tae Yong dari jabatannya sebagai Pelatih Timnas Indonesia."

"Shin Tae Yong Gagal, membawa Indonesia bermain lebih baik"

Mereka seolah lupa beberapa waktu sebelumnya sempat memuja bahkan menempatkan "Opa-Opa Korea Selatan " ini bak dewa penyelamat sepakbola  Indonesia.

Tapi ya itu lah, sifat fans sepakbola yang kerap kehilangan rasionalitasnya karena cintanya teramat besar pada tim sepakbola pujaan hatinya.

Menuntut berlebihan sesuai ekpektasinya, tanpa melihat semuanya dengan "helicopter views" yang lebih komprehensif.

Pertanyaan sederhananya, apakah dengan mengganti pelatih,  permainan Timnas Indonesia akan otomatis membaik?

Jawaban mereka, mungkin dengan pelatih baru dan taktik baru akan melahirkan harapan baru. Siapa tahu prestasi timnas Indonesia akan lebih baik lagi.

Tapi ingat, membangun sebuah kesebelasan Timnas itu bukan perkara instan, berbeda dengan membangun sebuah klub sepakbola profesional, asal ada duit dan koneksi bisa comot pemain dari mana-mana dengan kualitas seperti yang dimaui.

Banyak faktor berkelindan di dalam prosesnya, mulai dari kompetisi reguler berkualitas, pembibitan para pemain usia muda, kapabilitas pengurus federasi sepakbolanya, intinya ekosistemnya harus terbangun dengan baik baru menghasilkan output sebuah kesebelasan timnas yang mumpuni, meskipun belum tentu juga akan langsung berprestasi.

Agar hal itu tercapai butuh waktu yang panjang dan biaya yang tak sedikit.

Pertanyaannya selanjutnya, apakah ekosistem itu semua sudah ada di Indonesia?

Dalam benak para fans sepakbola nasional mungkin mengakui, bahwa ekosistem sepakbola yang memadai seperti itu belum tercipta di Indonesia.

Apabila demikian, mengapa yang disalahkan hanya Shin Tae Yong?

Jika ekosistem sepakbola Indonesia masih seperti ini, jangankan Shin Tae Yong, pelatih terbaik di dunia sekelas Pep Guardiola atau Jurgen Klopp sekalipun tak akan mampu mengangkat prestasi Timnas Indonesia.

Ada baiknya, semua pihak duduk bersama melakukan review komprehensif atas semua hal terkait ekosistem sepakbola nasional.

Secara rasional, prestasi buruk timnas Indonesia ini tak semata-mata merupakan tanggungjawab dari tim kepelatihan yang dikepalai oleh Shin Tae Yong, tapi seluruh stakholder persepakbolaan nasional, termasuk kita semua pecinta sepakbola di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun