Saya sempat beberapa tahun menjadi warga Depok Jawa Barat, banyak cerita unik terjadi di wilayah yang tadinya merupakan bagian dari Kabupaten Bogor tersebut.
Kisah tentang fabrikasi babi ngepet palsu, kawasan khusus berbelanja dengan menggunakan uang dinar, keruwetan pembangunan trotoar instagramable, pemasangan barcode pada 1.500 pohon oleh Pemerintah Kota Depok di sekitar jalan Margonda dan Djuanda yang menelan biaya Rp.49 juta.
Terakhir yang membuat saya bingung, kok bisa Pemkot Depok memboikot kegiatan belajar mengajar siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri yang seharusnya menjadi tanggungjawab mereka, agar tujuan Pemkot Depok menggusur SD yang bernama SDN Pondok Cina I untuk mendirikan Mesjid Raya bisa terlaksana.
Tingkah Pemkot Depok, tak lebih seperti halnya pengembang property busuk, yang tengah mengintimidasi masyarakat agar bersedia melepaskan tanahnya kepada mereka untuk dipergunakan kawasan Kompleks Perumahan.
Melansir Kompas.Com, sejak satu bulan lalu murid-murid di SDN Pondok Cina 1 ditelantarkan tanpa guru yang membimbingnya saat mereka belajar.
Hal ini dapat terjadi lantaran Guru-Guru yang seharusnya mengajar di SD tersebut dilarang oleh Pemkot Depok Cq Dinas Pendidikan Kota Depok berdasarkan Surat Edaran yang diterbitkan oleh mereka yang isinya memaksa para guru di SDN Pocin 1 untuk mengajar di lokasi SDN Pocin 3 dan Pocin 5.
Dengan surat edaran tersebut, otomatis para Guru tak mengajar di SDN Pocin I, karena jika dilakukan akan dipermasalahkan oleh Disdik Depok. Padahal kita tahu saat ini masa pembelajaran sudah mendekati akhir semester gasal, yang artinya akan memasuki ujian semester.
Tak cukup sampai disitu, ancaman bahwa bangunan SD Negeri 01 akan dimusnahkan lewat Surat Perintah Tugas Nomor 800/1144-Trantibum dan Pamwal, juga dirilis oleh Pemkot Depok. Bahkan pasukan Satpol PP bergerak cepat berusaha merangsek masuk untuk mengosongkan SDN Pocin I, agar pembangunan Mesjid tersebut segera bisa dilaksanakan.
Ajaibnya, yang melakukan perlawanan agar sekolah dasar tersebut tak digusur adalah para orang tua siswa yang menjadi murid di SD tersebut.
Seharusnya dengan fakta ini, Pemkot Depok itu bersyukur bahwa kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya sudah sedemikian tingginya, bukan malah diobok-obok.
Awal Mula Polemik
Seperti dilansir, BBC.Com, polemik ini  berawal dari permintaan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang merespon keluhan masyarakat bahwa sulit menemukan Mesjid di kawasan Margonda Raya Kota Depok.
Ridwan Kamil kemudian memerintahkan Walikota Depok untuk mencari lahan kosong yang strategis untuk pembangunan mesjid raya tersebut.
Namun karena harga lahan di kawasan nomor wahid Kota Depok itu mencapai Rp.30 juta per meter,Ridwan minta alih fungsi aset milik Pemkot Depok dilakukan untuk menyiasatinya.
Pilihannya jatuh pada SD Negeri Pondok Cina I yang memang sangat strategis, hanya 50 meter dari salah satu mall terbesar di Depok, Margo City.
Pertanyaannya kemudian apakah memang susah menemukan Mesjid di Jalan Margonda?
Di seberang SDN Pocin I, agak masuk ke dalam sekitar 10 meter ada mesjid milik Universitas Gunadarma, yang juga difungsikan sebagai mesjid bagi masyarakat umum, dengan status serupa tak jauh dari situ, ada Mesjid milik Universitas Indonesia yang bisa menampung lebih dari 1.000 jamaah.
Sejajar dengan lokasi SDN itu, di Jalan Karet ada Mesjid Jami yang cukup besar biasa digunakan untuk ibadah Shalat Jumat. 100 atau 200 meter dari situ ada Mesjid besar yang lokasinya berada di sebelah Apartemen Margonda Resident 1,2, dan 3.
Atau coba deh cari tahu lewat mesin pencarian Google dengan kata kunci "Mesjid di Margonda Depok" maka akan terlihat tak kurang dari 20 Mesjid besar dan 74 mushola, di sekitar jalan Margonda yang panjangnya hanya 4,89 km.
Fakta ini bukan berarti menafikan pentingnya pembangunan Mesjid, rumah ibadah dan sekolah sama pentingnya. Mesjid berperan dalam memperkuat sisi spiritual masyarakat, beramar maaruf  dan juga untuk menuntut ilmu agama.
Sementara sekolah, berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan pembentukan karakter para penerus bangsa. Jadi seharusnya keberadaan keduanya bisa berdampingan, bukan karena akan membangun Mesjid harus mengorbankan bangunan Sekolah.
Toh tanpa membangun Mesjid baru, masyarakat Kota Depok terutama mereka yang bertempat tinggal dan berkegiatan di sepanjang jalan Margonda  masih bisa beribadah di 20 mesjid yang sekarang sudah berdiri.
Kecuali tak ada satu mesjid pun di kawasan itu bisa lah dipahami urgensinya, meskipun tak perlu juga mengorbankan sebuah sekolah.
Untungnya polemik ini membesar sehingga mendapat perhatian banyak kalangan terutama netizen yang luar biasa militan, seperti biasa.
Akhirnya Pemkot Depok dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sepakat untuk menunda  pembangunan Mesjid tersebut sampai dengan pembangunan lokal kelas baru SDN Pocin 1 dengan segala fasilitas penunjangnya terbangun seluruhnya di lokasi tempat SDN Pocin 3 berada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H