Kenaikan cukai hasil industri tembakau, pasti akan diiringi dengan kenaikan harga jualnya termasuk di dalamnya harga rokok, karena cukai merupakan komponen utama dalam menentukan harga jual.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebagai lembaga pemerintah yang menaungi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memutuskan untuk menaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2023 dan 2024, pada Kamis (07/11/22) pekan lalu.
Besaran rata-rata kenaikan cukai tersebut sebesar 10 persen, dengab perincian sebagai berikut:
Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I dan II naik 11,50 hingga 11,75 persen.
Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan I dan II naik 11 hingga 12 persen.
Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan I, II Â dan III naik sebesar 5 persen.
Selain rokok, cukai rokok elektronik atau vape pun mengalami kenaikan sebesar 15 besar setiap tahunnya selama 5 tahun ke depan.
Dalam hal tarif cukai hasil tembakau, terdapat 2 jenis cukai, yakni: Pertama, tarif cukai spesifik yang dihitung berdasarkan jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan batang atau gram hasil tembakau.
Kedua, tarif cukai berupa persentase dari harga dasar yang biasa disebut Ad Valorem. Rokok sendiri termasuk ke dalam jenis spesifik karena dasar perhitungannya berdasarkan jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan batang.
Sebenarnya, industri rokok tak hanya dibebani cukai seperti diatur dalam Undang-Undang nomor 30 tahun 2007 Tentang Bea dan Cukai, tetapi juga dikenai pajak rokok seperti diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Perbedaan antara cukai dan pajak roko tadi terdapat pada objek dan subjek-nya, objek cukai hasil tembakau adalah hasil tembakau berupa sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan HPTL Sedangkan Objek pajak rokok ialah transakai pembelian rokok oleh konsumen.