Terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp.15,65 triliun. Pinjaman luar negeri Rp. 807,82 triliun, yakni pinjaman bilateral Rp. 271,72 triliun dan pinjaman multilateral Rp.493,02 triliun serta dari bank komersial sebesar Rp.43,08 triliun.
Selanjutnya, jika berdasarkan mata uang, utang Pemerintah Indonesia 70,4 persennya dalam mata uang rupiah, sisanya sebesar 29,06 persen terdiri dari berbagai mata uang asing terutama US Dollar.
Dalam hal kepemilikan SBN dan SBSN, per Agustus 2022, investor asing hanya memegang 15,58 persen saja, sisanya sebesar 84,42 persen dimiliki oleh investor dalam negeri.
Dengan demikian, pemilik piutang terhadap Negara Republik Indonesia ini di dominasi masyarakat Indonesia sendiri, sama seperti di Jepang, Amerika Serikat, dan sejumlah negara maju lainnya.
Oleh sebab itu, dengan pengelolaan portofolio utang negara seperti yang tergambar di atas maka dapat disebutkan bahwa utang Pemerintah Indonesia masih berada dalam level aman dan sangat terkendali.
Selain itu, dengan di dominasi oleh SBN dan SBSN dalam bentuk  mata uang Rupiah, secara tidak langsung akan membuat mata uang kita menjadi lebih kuat, sehingga para investor asing tak bisa lagi menggoyang Rupiah secara semena-mena.
Kemudian dengan komposisi investor dalam negeri yang dominan sebagai pemegang SBN dan SBSN, dapat mengurangi ketergantungan dan dikte-dikte dari investor asing.
Apalagi kemudian kita tahu juga pinjaman bilateral dan multilateral Indonesia saat ini sangat lah kecil dibandingkan dengan keseluruhan utang pemerintah saat ini.
Hal tersebut berbeda jauh dbandingkan pada saat Orde Baru yang hampir seluruh pinjaman langsung antar negara atau lembaga keuangan asing lainnya.
Dengan fakta itu membuat Indonesia memiliki kedudukan yang kuat apabila kemudian harus menghadapi tekanan pasar keuangan global.
Selain itu, SBN dan SBSN terutama berjenis ritel memberi variasi investasi aman dan nyaman yang menguntungkan masyarakat Indonesia agar tak terjebak dengan berbagai investasi bodong yang belakangan kian marak.