Bahkan pada masa itu, Habibie tercatat sebagai Presiden yang membuat utang negara Indonesia bertambah sangat banyak dalam masa kepemimpinan beliau yang pendek.
Selain itu, rasio utang terhadap PDB pun tercatat paling tinggi sekitar 85 persen. Utang negara sebesar Rp.938,9 triliun sementara PDB Indonesia Rp.1.099 triliun.
Di masa Habibie ini Indonesia tengah berbenah, dalam situasi politik, keamanan dan ekonomi yang kurang kondusif, makanya tak heran utang negara bisa naik tinggi dalam jangka waktu yang sangat singkat.
Di era pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur, Indonesia sempat menurunkan rasio atau nisbah utang negara terhadap PDB menjadi 77,2 persen. Saat itu utang pemerintah sebesar Rp.1.271 triliun dengan PDB sebesar Rp.1.491 triliun.
Di bawah kepemimpinan Presiden Megawati nisbah utang terhadap PDB kembali mengalami penurunan.Â
Utang pada masa Megawati mencapai Rp.1.298, sementara PDB-nya sebesar Rp. 2.303. Sehingga nisbah utang terhadap PDB Â 56,5 persen.
Masuk ke era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yang diwarisi utang negara Rp. 1.298 triliun oleh Megawati.Â
Meskipun utang negara pada masa Pemerintahan SBY meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp.2.608 triliun, tapi nisbah utang terhadap PDB pada akhir masa jabatannya, menurun tajam menjadi 26,1 persen.
Ketika Jokowi mulai memerintah pada akhir 2014, ia mewarisi utang negara dari Pemerintahan SBY sebesar Rp. 2.608 triliun.
Pada tahun pertama Jokowi memimpin di tahun 2015 utang negara melesat naik menjadi Rp.3.166 triliun dengan nisbah terhadap PDB 27,43 persen.
Di akhir periode pertama masa kepemimpinannya, Pemerintah Jokowi membukukan utang negara lebih dari dua kali lipat dibandingkan saat SBY mengakhiri dua periode masa jabatannya, menjadi Rp. 4.478 triliun. Dengan nisbah terhadap PDB mengalami kenaikan menjadi 29,8 persen.