Begitu juga dengan agama Hindu, terdapat ajaran Samkara sebagai permulaan sahnya sebuah perkawinan.
Dasar-dasar yang harus diingat adalah bahwa pertama, wanita dan pria harus sudah dalam satu agama, sama-sama Hindu; Kedua,Widiwadana yaitu pemberkatan keagamaan dipimpin oleh Sulinggih atau Panindita.Â
Dari ajaran tentang samkara tersebut, berarti perkawinan beda agama dalam ajaran Hindu juga cenderung tidak diperbolehkan.
Sementara itu, dalam ajaran Buddha terdapat empat kunci pokok kebahagiaan suami istri dalam rumah tangga, yaitu pertama, sama sada (memiliki keyakinan yang sama); kedua, sama sila (memiliki moralitas yang sama); ketiga sama caga (sama-sama mempunyai kemurahan hati); dan keempat, sama pasiya (sama-sama memiliki kebijaksanaan).
Karena itulah, kawin beda agama di Indonesia ini situasi dan praktiknya menjadi sangat rumit, padahal perkawinan beda agama itu adalah realitas yang terjadi di tengah masyarakat.
Lantaran "Tuhan" menganugerahkan cinta yang mendasari perkawinan tersebut sifatnya universal.
Cinta acapkali tumbuh tanpa berhitung masalah ras, suku, golongan atau agama, dirinya datang ya begitu saja, jika di rasakan chemistry-nya kena, maka jadi tuh barang, tanpa syarat.
Dan fakta ini memang terjadi, buktinya menurut catatan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) sejak tahun 2005 hingga awal 2022 telah terjadi perkawinan sebanyak 1.425 pasangan beda agama di Indonesia.
Sekali lagi, untuk urusan perkawinan beda agama di Indonesia ini sulit dilakukan. Padahal di sisi lain, kebebasan beragama dijamin secara konstitusional di Indonesia dan dilindungi sebagai hak asasi manusia.
Dengan demikian, sulitnya pelaksanaan perkawinan beda agama seharusnya segera dicarikan solusinya yang secara ajeg mampu menyelesaikan permasalahan tersebut, sehingga tak terus menerus menimbulkan polemik.
Meskipun sulit, dengan berkaca pada data dari ICRP tadi, artinya perkawinan beda agama masih bisa dilaksanakan di Indonesia. Kendati, tentu saja butuh effort dan pengorbanan lebih dari para pelakunya.